Loading...
DUNIA
Penulis: Wim Goissler 15:11 WIB | Rabu, 28 Februari 2018

Wakil PM Vanuatu Terancam Masuk Penjara

Wakil PM Vanuatu, Joe Natuman (Foto: Vanuatu Daily Post)

PORT VILLA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Perdana Menteri Vanuatu yang juga Menteri Pariwisata dan Perdagangan, Joe Natuman, mengajukan pengakuan bersalah di pengadilan atas dua tuduhan yang diarahkan kepadanya, yaitu menghalangi atau mengganggu pelaksanaan proses pidana, yang bertentangan dengan pasal 79 kitab undang-undang hukum pidana negara itu.

Pengakuan bersalah Natuman diikuti oleh terdakwa lainnya yang dikenai tuduhan pasal 188, yaitu mantan Komisaris Polisi, Aru Maralau, yang juga mengaku bersalah atas satu tuduhan keterlibatan menghalangi atau mengganggu pelaksanaan proses pidana yang bertentangan dengan  pasal 30 dan pasal 79 undang-undang pidana negara di Pasifik Selatan itu.

Joe Natuman adalah politisi senior yang sudah malang melintang di panggung politik Vanuatu. Selain sebagai anggota parlemen, ia juga pernah menjadi perdana menteri. Saat ini ia menjabat wakil PM dan menteri. Di Indonesia, Natuman dikenal sebagai salah seorang tokoh pendukung aspirasi penentuan nasib sendiri rakyat Papua.

Natuman dan Maralau mengajukan permohonan bersalah pada hari Selasa (26/02) menjelang sidang pengadilan yang telah ditetapkan pada 15 dan 16 Maret 2018. Vonis dijadwalkan akan dijatuhkan pada 16 Maret.

Pada tahun 2016, kasus mereka telah diajukan ke Mahkamah Agung oleh Hakim Ketua, Felix Stevens, setelah penyelidikan awal memastikan bahwa mereka harus menjalani pemeriksaan.

Kasus yang dituduhkan kepada Natuman adalah kasus pada tahun 2014 saat dia menjadi PM. Pada tanggal 19 September 2014, Natuman, dalam kapasitasnya sebagai PM dan menteri yang bertanggung jawab atas Kepolisian Vanuatu, menginstruksikan Komisaris Polisi saat itu, Maralau, untuk untuk menghentikan  tim investigasi kepolisian, yang sedang melakukan penyelidikan terhadap kasus pemberontakan yang melibatkan para pejabat polisi senior.

Menyusul kisah pemberontakan tersebut, Maralau memberikan bantuan untuk menangguhkan penyelidikan.

Moana Carcasses, yang merupakan pemimpin oposisi di parlemen saat itu, mengadukan Natuman dan Maralau.

Terkait dengan kasus ini, pada Desember lalu pengadilan telah mendengarkan keterangan yang mengatakan bahwa motif dibalik tindakan PM Vanuatu ketika itu adalah demi kepentingan Kepolisian Vanuatu yang memerlukan persatuan.

Natuman bukan anggota parlemen pertama di Vanuatu yang mengajukan pengakuan bersalah saat masih menjabat sebagai menteri. Pada tahun 2015, Menteri Keuangan saat itu, Willie Jimmy, merupakan anggota parlemen Vanuatu pertama sejak kemerdekaan yang mengaku bersalah atas dua tuduhan.

Kendati sudah mengajukan pengakuan bersalah, PM Natuman mengatakan dirinya tidak mundur dan masih akan terus sebagai Wakil PM dan Menteri Pariwisata dan Perdagangan. Hal ini terjadi menyusul sebuah kesepakatan dirinya dengan PM Charlot Salwai, setelah dia mengaku bersalah atas dakwaan di pengadilan.

Natuman mengatakan kepada Vanuatu Daily Post  bahwa dia akan menjabat sampai vonis dijatuhkan pada 16 Maret.

"Bergantung pada seberapa berat atau ringan hukumannya, maka akan terserah kepada Perdana Menteri atau bahkan saya sendiri," kata dia.

Natuman menambahkan bahwa dia mengaku bersalah di pengadilan atas saran dari pengacaranya untuk tuduhan yang menyangkut sebuah insiden dimana dia bertindak dengan itikad baik, namun tidak menyadari bahwa hal tersebut melanggar undang-undang.

Menurut pasal 3 ayat 1 UU Parlemen Vanuatu, "Jika seorang anggota Parlemen dihukum karena melakukan pelanggaran dan dijatuhi hukuman penjara tidak kurang dari 2 tahun, dia harus segera menghentikan fungsinya sebagai anggota Parlemen dan tempat duduknya akan menjadi kosong sampai 30 hari sesudahnya."

Selanjutnya, masa kekosongan itu dapat diperpanjang per 30 hari ke depannya, asalkan Ketua Parlemen atau Wakil Ketua Parlemen mendapat permintaan dari anggota tersebut. Masa kosong ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada anggota parlemen tersebut mengajukan banding atas keputusan atau hukuman yang dijatuhkan kepadanya. Perpanjangan tersebut tidak boleh lebih dari 150 hari.

 Sedangkan ayat 2 menegaskan bahwa jika sewaktu-waktu sebelum anggota dimakasud mengosongkan kursinya di parlemen, tuduhan kepadanya dikesampingkan atau hukuman penjara terhadapnya diganti, kursinya di Parlemen tidak boleh kosong seperti yang diatur pada ayat (1), dan dia diperbolehkan menjalankan fungsinya sebagai anggota parlemen. 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home