Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 18:08 WIB | Selasa, 24 Mei 2016

Walhi Laporkan Perusahaan yang Rugikan Negara Rp 3,6 Triliun

Walhi. (Foto: walhi.or.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan temuan tentang perusahaan-perusahaan yang dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,6 triliun kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kita melaporkan perusahaan dari lima provinsi dan empat pulau di Indonesia yang telah merugikan negara sebesar Rp 3,6 triliun,” ujar Zenzi Suhadi, Manager Kampanye Walhi Nasional, di gedung KPK, hari Selasa (24/5) sore.

Zenzi menyatakan ada tujuh perusahaan yang dianggap merugikan keuangan negara.

“Ada tujuh perusahaan. Enam bermain di sektor sawit, dan satu perusahaan bermain di sektor tambang. Provinsinya itu di Bengkulu, Sumatera Selatan, Maluku Utara , Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah,” katanya.

Walhi sekaligus melaporkan modus dan alat bukti permulaannya kepada lembaga antirasuah.

“Alat bukti permulaan beserta modusnya juga sudah kami laporkan ke KPK,” kata Zenzi.

Zenzi berharap KPK secara serius menangani laporan Walhi.

“Kami minta KPK melakukan proses penegakan hukum yang tegas agar hal ini tidak terjadi di provinsi lain,” katanya.

Saat disinggung mengenai bagaimana modusnya, Zenzi mengatakan telah ada manipulasi dalam beberapa hal yang berkaitan dengan lahan dan hutan.

“Modus yang dikembangkan perusahaan dan kepala daerah ini adalah proses manipulasi ganti rugi lahan dan proses legitimasi pengerusakan kawasan hutan. Ini kami lihat modusnya yang terjadi membentuk kepemilikan fiktif seperti yang terjadi di Sulawesi,” ujar Zenzi.

Ia menambahkan, bahkan pengadilan agama telah salah dalam hal ini.

“Kami melihat pengadilan agama mulai mengurusi status kepemilikan tanah. Kalau ini tidak dihentikan, akan banyak pengadilan agama di provinsi lain terlibat juga dalam kejahatan serupa,” katanya.

Meski tak sesuai kapasitas dan ranah pengadilan agama, tetap saja perusahaan mengupayakan agar pelanggaran menjadi legal.

“Ini bukan kapasitasnya, tapi sepertinya tetap dicari-cari oleh perushaaan agar seolah-olah ini menjadi legal. Pengadilan agama seolah-olah mengesahkan lembaga adat, lalu memutuskan lembaga adat ini berhak atas sebidang tanah,” ujar Zenzi.

Walhi melihat bentuk pelanggaran tersebut merupakan kejahatan yang dikendalikan oleh koorporasi.

“Kalau kita lihat, semua ini kan bagaimana kejahatan ini berkembang dalam modus operandinya, dan yang menjadi bahaya adalah bahwa semua dikendalikan oleh koorporasi. Ada pergeseran kendali saat ini, dan menurut kami ini situasinya sudah berbahaya bagi Indonesia apabila dibiarkan saja,” tuturnya.

Walhi melihat 56 hektar dari total luas daratan di Indonesia yang seluas 192 juta hektar berada di bawah kendali koorporasi dan menimbulkan kerugian negara. Namun, Walhi, dikatakan oleh Zenzi, belum menghitung kerugian dari 56 hektar tersebut.

“Kita belum hitung,” katanya.

Zenzi mengatakan Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai daerah yang mengalami kerugian keuangan negara terbesar.

“Sulawesi Tenggara dengan luasnya yang 754 hektar seharusnya mempunyai kekayaaan perekonomian setempat sebesar 624 miliar dalam setahun, tetapi jika dikonversikan ke perkebunan kelapa sawit nilainya berkurang menjadi 25 miliar dalam setahun,” tuturnya.

Ketika ditanya awak media ihwal sumber data kerugian tersebut, Zenzi mengatakan telah melakukan kajian khusus selama lebih dari satu tahun.

“Kami berkolaborasi dengan Walhi di daerah mengenai datanya. Data itu juga telah dikaji selama lebih dari satu tahun,” kata Zenzi.

Zenzi pun menegaskan bahwa data yang dimiliki Walhi telah maksimal.

“Dalam konteks organisasi masyarakat, ini sudah maksimal,” ia menambahkan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home