Loading...
BUDAYA
Penulis: Melki Pangaribuan 18:02 WIB | Selasa, 22 Oktober 2019

Warga Gunung Kidul Lestarikan Tradisi Pembukaan Cupu Panjala

Masyarakat Dusun Mendak, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih melestarikan tradisi pembukaan cupu panjala. (Foto Antara)

GUNUNG KIDUL, SATUHARAPAN.COM - Masyarakat Dusun Mendak, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih melestarikan tradisi pembukaan cupu panjala yang dipercaya mampu memperlihatkan kejadian yang akan terjadi hingga situasi politik.

Ketua Dewan Kebudayaan Gunung Kidul, CB Supriyanto di Gunung Kidul, Selasa (22/10), mengatakan pembukaan cupu sendiri merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun.

"Pembukaan selalu dilakukan pada Selasa pasaran Kliwon. Dahulunya cupu panjala ini merupakan prediksi terkait dengan masalah pertanian. Namun seiring perkembangan jaman, orang-orang pun menafsirkan secara berbeda," kata Supriyanto.

Ia mengatakan pembukaan cupu panjala biasanya dilakukan setiap menjelang musim tanam. Masyarakat melihat prakiraan musim tanam satu tahun mendatang melalui tradisi pembukaan cupu panjala.

Dalam prosesi pembukaan, seorang juru kunci melihat dan menyebutkan tafsiran gambar yang muncul dalam setiap lembar kain mori.

Saat prosesi dimulai, balutan kain mori dibuka untuk melihat tiga cupu yang ada di dalamnya. Tiga cupu tersebut masing-masing memiliki nama.

Cupu pertama adalah Semar Tinandu yang merupakan gambaran keadaan penguasa dan pejabat tinggi, Palang Kinantang sebagai gambaran untuk masyarakat menengah ke bawah, sedangkan Kenthiwiri adalah gambaran untuk rakyat kecil.

Untuk tahun ini beberapa gambar diantaranya muncul tokoh wayang Togog, dan kresna hingga gambar singa. Hal itu merupakan pertanda khusus karena jarang terjadi.

Menurut dia tergantung dengan tafsiran masing-masing orang.

"Awalnya itu orang jaman dulu untuk persiapan musim tanam. Sekarang seiring perkembangan, dikaitkan politik, sosial budaya dan perkembangan teknologi. Orang bebas orang menafsirkan apa saja itu," katanya.

CB Supriyanto mengatakan dalam tradisi ini juga menunjukkan kebersamaan mau berbagi dengan sesama.

"Pertama suguhan dari pemilik rumah, kedua kenduri dari warga. Pertama yang pertama dan kedua berbeda, filosofinya kalau ada rejeki jangan dimakan sendiri," katanya.

Sementara itu, Kepala Desa Girisekar, Sutarpan mengatakan semalam ada ribuan masyarakat sudah sejak Senin malam hingga pagi mengunjungi rumah ahli waris Cupu Panjala, Dwijo Sumarto.

Ia mengatakan beberapa lapis kain yang membungkus cupu panjala telah ditemukan puluhan pertanda yang sudah dibacakan. Namun begitu, ia tidak mau mengartikan pertanda yang muncul tersebut. Adapun beberapa torehan gambar yang muncul.

Sutarpan enggan menterjemahkan gambaran hasil pembukaan Cupu Kyai Panjala tersebut. "Kami berharap masyarakat dapat mengambil sisi positif dari segala pertanda tersebut," harapnya. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home