Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 15:26 WIB | Kamis, 06 Oktober 2016

Warga Kampung Kocu As Papua Barat Nikmati PLTS

Papa Cyprianus: Lampu Su Menyala Dari Dua Pekan Lalu dan Tidak Ada Lagi “Tidur Gelap”
Fasilitas baterai pada PLTS memungkinkan daya listrik disimpan untuk penerangan sehari penuh. (Foto: esdm.go.id)

MAYBRAT, SATUHARAPAN.COM - Pegawai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yohanes Nindito Adisuryo, mengatakan bahwa masyarakat Kampung Kocu As yang terletak di Kecamatan Aifat Barat, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat, telah menikmati listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

“Warga Kampung Kocu As kini dapat tersenyum lepas, aktifitas masyarakat dan kegiatan ekonomi berjalan lebih panjang dengan hadirnya listrik di kampung mereka,” kata Nindito dalam catatannya, hari Jumat (30/9), seperti dilansir dari esdm.go.id, hari Kamis (6/10).

“Lampu su menyala dari dua pekan lalu!” kata Papa Cyprianus, seorang tetua Kampung Kocu As dengan senyuman yang lebar, seperti diceritakan Nindito.

Desa Kampung Kocu As merupakan salah satu dari sejumlah desa/kampung di Kabupaten Maybrat yang menerima bantuan hibah pemerintah pada pembangunan infrastruktur PLTS Off-Grid Tahun Anggaran 2016 Kementerian ESDM.

Nindito menceritakan, bahwa suatu tantangan dan cerita tersendiri untuk mencapai Kampung Kocu As dan beberapa kampung lainnya tempat dibangunnya infrastruktur PLTS Off-Grid, seperti Kampung Bori, Kocuwer dan Kokas.

Perjalanan darat non-stop dari Kota Sorong ditempuh secara matematis selama 6,5 jam, dan harus menggunakan mobil gardan ganda karena sebagian jalan masih dalam kondisi tidak beraspal dan berlumpur jika diguyur hujan. Mobil bukan gardan ganda hanya bisa menjangkau sampai Kumurkek, Ibu kota Kabupaten Maybrat.

Menurut dia, tidak adanya penerangan jalan membuat perjalanan non-stop tidak bisa dilakukan. Transit menginap hanya bisa dilakukan di beberapa titik, seperti Kampung Kambuaya, Kecamatan Ayamaru, tempat asal Balthasar Kambuaya, putra daerah setempat yang pernah menjadi Menteri Lingkungan Hidup RI periode 2011-2014.

Menurut datanya, wilayah Papua dan Papua Barat rasio elektrifikasinya masih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata nasional yakni sebesar 47,2 persen dan Pemerintah cq. PLN sedang mengejar target peningkatan rasio elektrifikasi Papua dan Papua Barat hingga 90,25 persen pada tahun 2020, di mana rencana pembangunannya sudah tertuang dalam RUPTL dan masuk dalam Program 35.000 Megawatt yang digagas oleh Presiden RI Joko Widodo.

“Ketersediaan pasokan listrik merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat. Ketersediaan listrik akan menjadi jendela membuka peradaban,” katanya.

Tidak Ada Lagi “Tidur Gelap”

Kampung Kocu As dihuni 200 KK dengan penduduk 600 orang. Sebelum PLTS Off-Grid berkapasitas 50 kWp bantuan dari Pemerintah menyala pada 10 September 2016 lalu, kampung ini hanya dilistriki oleh generator diesel yang terletak di dekat rumah kepala kampung, yang terbatas pada 5-6 jam penerangan di waktu malam.

Di kampung tersebut, harga bahan bakar mesin diesel berharga Rp 20.000 per liter. Dengan konsumsi per jam rata-rata dua liter, kampung ini mesti mengeluarkan biaya sekitar Rp 200.000-300.000 per harinya untuk pembangkit listrik. Belum terhitung jika pada waktu siang hari, diperlukan listrik untuk keperluan dan kegiatan kampung.

“Minyak diesel, demikian disebut oleh warga setempat, menjadi barang mahal bagi warga kampung ini,” kata dia.

Minyak diesel hanya bisa didapat di Ayamaru atau Kumurkek, yang menempuh 1,5 sampai 2,5 jam perjalanan darat tergantung cuaca. Apabila cuaca hujan, sebagian jalan berlumpur dan tidak bisa dilalui. Jika demikian, tidak ada minyak diesel yang mengisi generator diesel kampung ini, yang menyebabkan tidak ada listrik sama sekali pada waktu demikian.

Warga kampung hanya berpasrah saja melalui malam tanpa listrik dan penerangan sama sekali. Waktu-waktu tersebut, malam-malam tanpa listrik dan penerangan, disebut warga sebagai “Tidur Gelap.“

“Sekarang su tra ada lagi Tidur Gelap!“ (Sekarang sudah tidak ada lagi Tidur Gelap bagi warga).

Menyalanya Kegembiraan dan Asa

Nindito mengatakan, bahwa menyadari besarnya manfaat listrik bagi kampong mereka, selama proses pembangunan infrastruktur PLTS Off-Grid 50 kWp tersebut, masyarakat Kampung Kocu As begitu antusias mendukung pembangunan tersebut.

Warga secara sukarela memberikan berbagai dukungan pada kontraktor pembangunan PLTS tersebut. Misalnya saja, warga sukarela menyumbang bilah-bilah kayu untuk ditaruh di rute jalan berlumpur, agar peralatan PLTS dapat dimobilisasi dengan mobil pengangkut ke lokasi Kampung Kocu As. Dari sebagian warga juga sukarela untuk membantu proses mobilisasi tersebut secara langsung.

“Sekitar seperempat kegiatan pembangunan PLTS dilakukan secara sukarela oleh warga masyarakat di sini,“ kata Mimit, peserta kegiatan Patriot Energi, fasilitasi pendampingan masyarakat yang daerahnya menerima bantuan pembangunan pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan (EBT) seperti PLTS.

Nindito mengatakan, masyarakat Kampung Kocu As begitu antusias mendukung pembanguan tersebut. Tokoh-tokoh tetua adat kampung menghimbau masyarakat untuk membantu apa yang diperlukan dari kegiatan tersebut.

Puncaknya, pada hari Jumat, 16 September 2016, diselenggarakan upacara adat untuk merayakan menyalanya PLTS Off-Grid 50 kWP Kampung Kocu As. Upacara adat yang sederhana namun penuh sukacita ini dihadiri oleh perwakilan agamawan (pastor dan pendeta) serta perwakilan PT Surya Energi Indotama (SEI), kontraktor pembangunan PLTS tersebut.

“Ibu-ibu kampung Kocu As dan semua yang hadir bersama-sama menyatu dalam tarian-tarian adat setempat. Teriakan, siulan dan lagu-lagu menyuarakan kegembiraan yang luar biasa besarnya.“   

Kegembiraan warga masyarakat terus terpancar sampai waktu ketika kami mengunjungi lokasi. Senyum ramah mereka kian bertambah dengan senyum terang dari listrik 24 jam yang bisa dinikmati warga.

Fasilitas baterai pada PLTS memungkinkan daya listrik disimpan untuk penerangan sehari penuh. Baterai PLTS terisi penuh dengan 4 jam waktu siang hari dengan terik matahari. Apabila hari mendung pun, baterai pun tetap dapat terisi dengan waktu 6 jam.

Dalam mengelola PLTS tersebut, setiap warga secara swadaya dikenakan iuran 50.000 per bulan untuk membiayai operasional PLTS, yang operatornya mengandalkan tenaga-tenaga dari warga setempat.

Biaya tersebut tentu jauh lebih murah dari generator diesel yang sebelumnya diandalkan warga. Bahkan, demi peningkatan kualitas, warga sedang mengusulkan untuk menaikkan iuran menjadi 100.000 per bulan.

Selain untuk penerangan, listrik yang dihasilkan PLTS tersebut juga bermanfaat bagi kegiatan produktif warga. Warga memanfaatkanya pula untuk kegiatan pemotongan kayu hutan. Hal tersebut menambah terang senyuman warga. Asa mereka untuk kualitas hidup yang lebih baik lagi juga kian menyala.

Mennn, menn, menn!“ (Dagh, sampai jumpa). Nyala senyuman itu tetap menyala bahkan setelah kami berpisah,” kata Nindito.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home