Loading...
SAINS
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 23:31 WIB | Kamis, 15 Oktober 2015

WWF: Kembangkan Industri Kelapa Sawit Ramah Lingkungan

Ilustrasi. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli (tengah) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil (kiri) dan Menteri Industri Pertanian dan Komoditas Malaysia Datuk Amar Douglas Unggah Embas (kanan) memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan bilateral dengan Pemerintah Malaysia di Jakarta, Sabtu (3/10). Pertemuan yang berlangsung tertutup ini menghasilkan beberapa kesepakatan antara kedua negara terkait pemanfaatan hasil bumi yakni minyak sawit untuk kedua negara. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - World Wide Fund for Nature (WWF) mengharapkan pengembangan industri kelapa sawit menggunakan cara-cara yang ramah lingkungan dan tidak melalui perluasan lahan yang mengakibatkan kebakaran hutan dan kabut asap di berbagai daerah.

Rilis WWF Indonesia, hari Kamis (15/10), menyebutkan analisa yang dilakukan WWF terhadap produk minyak kelapa sawit di Kalimantan mengungkapkan bahwa ada alternatif lain untuk pengembangan industri minyak kelapa sawit, yang tidak harus dilakukan dengan perluasan lahan. 

Hasil analisa menemukan bukti bahwa area lahan yang terdegradasi di Kalimantan dapat menjadi area perkebunan kelapa sawit yang produktif, melalui teknik penanaman yang tepat. 

WWF menyatakan, penanaman kelapa sawit dapat dilakukan di lahan-lahan yang dikenal kurang subur seperti padang rumput alang alang, area hutan terdegradasi yang tanahnya datar, area hutan terdegradasi yang tanahnya berbukit dan hutan kerangas yang tanahnya sangat kering, berpasir yang miskin nutrisi. 

Dengan metode penanaman yang tepat, lahan-lahan ini dapat menjadi lahan perkebunan kelapa sawit yang produktif, sehingga perluasan lahan dengan melakukan penggundulan hutan maupun perusakan lahan gambut tidak perlu dilakukan. 

Dengan demikian maka pengembangan industri minyak kelapa sawit di Tanah Air juga diharapkan menjadi ramah lingkungan karena tidak merusak keanekaragaman hayati yang ada.

Sebelumnya, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit menyatakan harus ada mekanisme dalam pembukaan lahan baru bagi perkebunan sawit agar tidak menimbulkan kebakaran hutan dan lahan.

"Dalam hal ini harus ada mekanisme agar kebakaran lahan tidak berulang kembali dimana efeknya sangat berat untuk dirasakan," kata Direktur Utama BPDP Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa (13/10).

Lebih lanjut, Bayu menilai kunci utama untuk membentuk mekanisme tersebut ada di masyarakat desa karena mereka yang paling dekat dengan lokasi lahan yang terbakar dan juga praktik pembakaran hutan atau pembersihan lahan dijalankan.

Untuk itu, Bayu mengaku akan melakukan penyuluhan dan disertai insentif agar masyarakat tidak melakukan tindakan tersebut dengan mengajak serta perusahaan sawit. Selain itu, untuk mencegah adanya kabut asap, Bayu juga mengatakan pihaknya akan melakukan program antisipasi bernama `Desa Sawit Tanggap Api` di sekitar 100 desa pada 2016.

"Dalam program desa sawit tanggap kebakaran ini, kita mereplikasi program serupa yang dikembangkan perkebunan sawit PT Asian Agri Grup di sembilan desa wilayahnya yang berhasil mencegah terjadinya kebakaran," katanya.

Secara terpisah, Ahli Teknik Tanah dan Air Universitas Andalas Eri Gas Ekaputra menyatakan, pembukaan lahan dan hutan dengan cara membakar sudah dilakukan dari masa lalu karena keterbatasan alat. Selain itu, karena dianggap membakar adalah cara murah dan efektif dalam membuka ladang.

Di sisi lain, lanjutnya, pengawasan juga lemah, izin murah dan tidak ada regulasi yang tegas. Terkait dengan pembakaran yang menyebabkan asap pekat saat ini, Eri menilai hal itu bukan dilakukan oleh masyarakat yang membuka lahan.

"Pengusaha tentunya mau untung besar sehingga mengesampingkan efeknya. Kalau rakyat membuka lahan tidak segini efeknya, ini jelas perkebunan," ujarnya. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home