Loading...
SAINS
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 12:16 WIB | Minggu, 08 Februari 2015

WWF: Larangan Penggunaan "Trawl" Tepat

World Wide Fund (WWF) menggelar aksi bertema “We Love Jakarta“ di Car Free Day (CFD) di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (8/2). Aksi WWF bertujuan mendukung Kota Jakarta menjadi kota ramah lingkungan terfavorit di dunia. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga pemerhati lingkungan World Wide Fund for Nature (WWF) menyatakan peraturan yang dibuat oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait dengan penghentian penggunaan alat tangkap "trawl" atau pukat harimau adalah tepat.

"Penerbitan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2/2015 untuk menghentikan total penggunaan alat penangkapan ikan jenis trawl di perairan Indonesia merupakan langkah yang tepat," kata Manajer Perbaikan Perikanan Tangkap dan Budidaya WWF-Indonesia Abdullah Habibi dalam rilisnya, Minggu (8/2).

Menurut Abdullah Habibi, tepatnya kebijakan Menteri Susi itu karena karena alat tangkap tersebut berkontribusi besar antara lain terhadap rusaknya habitat laut dan pemborosan sumber daya laut.

Selain itu, ujar dia, alat tangkap tersebut juga mempengaruhi siklus hidup biota laut, dan mengancam populasi biota kunci yang menjaga keseimbangan alam di kawasan perairan seperti penyu dan ikan hiu.

Kajian WWF-Indonesia juga menunjukkan bahwa persentase udang dan ikan sebagai target tangkapan trawls berkisar antara 18--40 persen dari total komposisi tangkapan, sementara sisanya adalah tangkapan sampingan yang tidak bernilai ekonomis tinggi dan akan dibuang. 

"Status eksploitasi sumber daya ikan dari Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 45/2011 menyatakan bahwa potensi untuk sumber daya ikan demersal sudah mencapai status `fully exploited` yang salah satunya disebabkan oleh pukat hela, dan potensi sumber daya udang dalam status `overfishing`," ucapnya.

Ia mengemukakan, guna memulihkan kembali daya dukung perikanan dibutuhkan pendekatan yang strategis dan implementatif kepada seluruh pemangku kepentingan.

Hal itu dinilai dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pengelolaan sektor perikanan harus dibangun berbasis ekosistem dengan memperkuat tata kelola perikanan yang efektif. Pengembangan kapasitas dan mengayomi nelayan juga sangat dibutuhkan agar produk perikanan yang dihasilkan memiliki daya saing dan nilai tambah.

Sebagaimana diberitakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan permintaan transisi atau masa peralihan terkait penerapan alat tangkap yang ramah lingkungan oleh nelayan akan dipenuhi dalam waktu beberapa bulan.

"Ada permintaan masa transisi akan kami penuhi 2-3 bulan," kata Susi Pudjiastuti di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Senin (2/2).

Menteri Susi menyadari bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2 Tahun 2015 yang berisi tentang penertiban alat tangkap ternyata menimbulkan riak seperti di kawasan Pantura, Lampung, dan Sibolga.

Menteri Kelautan dan Perikanan juga menegaskan, pihaknya membuat regulasi adalah untuk kepedulian dan keberlanjutan lingkungan dan bukan karena kepentingan politik. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home