Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 14:39 WIB | Selasa, 11 November 2014

YLKI: Jangan Beri Perokok "Kartu Sakti Jokowi"

Ilustrasi YLKI: jangan beri perokok Kartu Sakti Jokowi. (Foto: satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak pemerintah untuk tidak memberikan "Kartu Sakti Jokowi" karena akan menghamburkan anggaran negara.

"Jangan sampai biaya Kartu Indonesia Sehat (KIS) justru habis untuk membiayai perokok. Untuk itu, upaya pengendalian tembakau seharusnya menjadi salah satu agenda utama," kata Tulus di Kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Menteng, Jakarta, Selasa (11/11).

Tulus mengatakan, pemerintah harus menekan jumlah perokok agar berkurang, bukan memberikan kesempatan jumlahnya terus tumbuh dengan menjamin kesehatannya. Semakin sedikit jumlah perokok di Indonesia, akan memperkecil jumlah orang yang sakit. Selanjutnya, anggaran negara untuk membiayai kesehatan masyarakat akan lebih sedikit.

Dia berpendapat ada catatan terkait Jokowi yang mengeluarkan kebijakan KIS, berikut Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Catatan itu adalah kebijakan Pemerintahan Jokowi-JK untuk KIS yang lebih bersifat pengobatan (kuratif) daripada pencegahan (preventif).

Kebijakan tersebut hanya membuat negara berupaya mengobati orang sakit tanpa berupaya untuk mencegah munculnya orang sakit.

"Kebijakan kartu dari Jokowi ini berbasis paradigma kuratif, bukan preventif. Padahal masyarakat membutuhkan kebijakan preventif. Sejauh ini kebijakan kuratif itu hanya menyelesaikan sisi hilir kesehatan, bukan hulunya," katanya.

Tulus mengatakan, dengan basis kuratif itu membuat negara harus menanggung pengobatan para penderita penyakit. Dengan begitu, tidak ada upaya untuk mencegah datangnya penyakit di tengah masyarakat. Meski begitu, dia tetap memosisikan masyarakat yang sakit untuk diobati. Tetapi, ke depan, jaminan kesehatan berbasis preventif perlu lebih didorong.

"Perokok adalah mereka yang rentan terkena penyakit karena asap rokok. Jika pencegahan munculnya perokok baru terus didorong dan jumlahnya terus ditekan maka peluang masyarakat sakit akan lebih kecil. Beban anggaran negara untuk menyehatkan masyarakatnya pun berkurang," kata dia.

UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan, setiap peserta akan memperoleh jaminan pelayanan kesehatan perorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, sesuai dengan kebutuhan medis tanpa membedakan besaran iuran/premi yang dibayar.

Pelayanan kesehatan SJSN itu mencakup pelayanan kesehatan berbiaya tinggi seperti cuci darah, operasi jantung, dan kanker, atau sesuai asas kemanusiaan SJSN. (Ant) 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home