Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 12:50 WIB | Senin, 04 Mei 2020

Afghanistan: Sepertiga dari 500 Yang Dites Positif COVID-19

Pemerintah Afghanistan Dinilai Tidak Siap, karena Perang dan Konflik Politik.
Seorang penumpang mobil diperiksa suhu badannya oleh petugas kesehatan dalam upaya membantu menghentikan penyebaran virus corona, ketika mereka memasuki distrik Paghman, di kota Kabul, Afghanistan, hari Minggu (3/5). (AP

KABUL, SATUHARAPAN.COM-Sepertiga dari 500 orang yang dites virus corona secara acak di ibu kota Afghanistan, Kabul, hasilnya positif, kata para pejabat kesehatan hari Minggu (3/5). Hal itu meningkatkan kekhawatiran akan infeksi yang tidak terdeteksi secara luas di salah satu negara paling rapuh di dunia.

Sementara itu, negara tetangganya, Iran, mengatakan akan membuka kembali sekolah dan masjid di beberapa lokasi, meskipun negara itu telah menjadi pusat regional pandemi COVID-19 sejak pertengahan Februari.

Hasil tes acak di Kabul “memprihatinkan,'' kata juru bicara Kementerian Kesehatan Masyarakat, Wahid Mayar. Afghanistan hanya melakukan tes terbatas sejauh ini, sekitar 12.000, dengan lebih dari 2.700 orang terinfeksi yang dikonfirmasi, di negara dengan penduduk 36,6 juta jiwa.

Jika semakin banyak pengujian tersedia, jumlah infeksi yang dikonfirmasi di negara itu kemungkinan akan meningkat tajam, kata Mayar. Dia mendesak warga untuk tinggal di rumah. Kabul dan sebagian besar kota lainnya terkunci, tetapi kepatuhan belum terlihat luas.

Sangat Tidak Siap

Korban tewas, secara resmi adalah 85 orang, tetapi realitanya bisa jauh lebih tinggi. Lebih dari 250.000 warga Afghanistan pulang dari Iran sejak awal tahun, menyebar ke seluruh negara tanpa diuji atau dikarantina. Laporan anekdotal telah muncul dan menyebutkan lusinan yang kembali itu meninggal karena COVID-19.

Pada briefing baru-baru ini, seorang pejabat senior pemerintah mengatakan 40 orang meninggal karena virus itu di distrik Sarobi, sekitar 50 kilometer timur Kabul. Kementerian Kesehatan mengatakan tidak dapat mengkonfirmasi klaim tersebut.

Sistem perawatan kesehatan negara itu hancur oleh perang selama empat dekade, sangat tidak siap untuk mengatasi wabah besar. Negara itu hanya memiliki 400 ventilator.

Pengujian di Afghanistan bersifat sporadis dan beberapa dari mereka yang terinfeksi menyembunyikan gejalanya, karena stigma lokal. Di beberapa bagian negara, ada laporan pasien COVID-19 dijauhi oleh tetangga mereka dan bahkan menolak makanan dari pasar lokal.

Kekacauan Politik

Pemerintah, yang dilanda kekacauan politik, juga menghadapi kritik karena terlalu lambat menanggapi krisis. Baru-baru ini, pemerintah mulai menguji di Provinsi Herat barat di mana ada ratusan ribu orang yang kembali dari Iran.

Afghanistan memiliki dua presiden, yang keduanya mengklaim telah memenangkan pemilihan tahun lalu. Upaya Amerika Serikat untuk menemukan kompromi telah gagal, menyebabkan Menlu Mike Pompeo mengancam akan memotong bantuan sebesar satu miliar dolar AS.

Pertikaian itu juga telah menunda implementasi kesepakatan perdamaian AS-Taliban yang ditandatangani pada Februari untuk memungkinkan Washington mengakhiri keterlibatan militernya, mengakhiri perang Afghanistan selama puluhan tahun dan membawa pulang lebih dari 12.000 tentara AS.

Di Iran, pihak berwenang mengatakan pada hari Minggu bahwa 47 orang telah tewas dalam 24 jam terakhir, korban harian terendah dalam dua bulan. Namun, Iran tetap menjadi negara yang paling terpukul di Timur Tengah, dengan lebih dari 97.000 kasus terinfeksi dan lebih dari 6.200 kematian.

Presiden Iran, Hassan Rouhani mengumumkan pada Minggu (3/5) bahwa sekolah dan masjid akan dibuka kembali di beberapa lokasi berisiko rendah. Sekolah dan universitas telah ditutup sejak akhir Februari.

Vaksinasi Polio

Pada hari Minggu (3/4), badan anak-anak PBB juga mendesak enam negara di Timur Tengah untuk melakukan kampanye vaksinasi polio dan campak yang ditunda karena pandemi virus corona.

Saat ini, hampir 10,5 juta anak di bawah usia lima tahun berisiko kehilangan vaksinasi polio, kata UNICEF. Hampir 4,5 juta anak di bawah usia 15 tahun dapat kehilangan vaksinasi campak mereka.

Vaksinasi rutin untuk penyakit lain seperti rubella dan difteri terus berlanjut, tetapi kampanye khusus untuk polio dan campak ditahan di beberapa negara karena sistem kesehatan kewalahan menghadapi pandemi virus corona atau pemerintah ingin menghindari berkerumun di klinik.

Vaksinasi polio ditahan di Suriah, Sudan, Yaman dan Irak, sementara vaksinasi campak ditangguhkan di Irak, Lebanon, Yaman dan Djibouti, kata badan itu. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home