Loading...
EDITORIAL
Penulis: Sabar Subekti 13:21 WIB | Senin, 22 Januari 2024

Debat Cawapres: Lagi, Sekadar Jargon dan Saling Ejek

Debat Cawapres, hari Minggu (21/1). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Para kandidat wakil presiden pada pemilihan umum 2024 masih lebih menyukai jargon dan janji dalam debat, bahkan cenderung saling serang dan mengejek pada kandidat lain.

Sementara gagasan yang dilontarkan tidak cukup konkret tentang apa yang akan mereka lakukan jika terpilih, terutama pada masalah-masalah serius dan kronis yang dihadapi bangsa Indonesia ketika mereka dipilih untuk jadi pemimpin. Ini menjadikannya debat terlihat miskin dalam memberikan wawasan cerdas bagi rakyat pemilih.

Debat keempat calon presiden dan calon wakil presiden yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada hari Minggu (21/1), dan ini menampilkan tiga calon wakil presiden: Muhaimin Iskandat, Gibran Raka Buming Raka, dan Mahfud DM.

Debat kali ini mengangkat tema: Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup (tema pertama), Sumberdaya Alam dan Energi (tema kedua), Pangan (tema ketiga), Agraria (tema keempat), Masyarakat Adat (tema kelima), dan desa (tema keenam). Tema ini justru sangat erat kaitannya dengan kesejahteraan rakyat. Sayangnya luput untuk digali lebih dalam.

Muhamin misalnya telihat memberi tekanan pada masalah etik pada Gibran, dan Gibran kembali melontarkan istilah-istilah yang tampaknya diyakini akan menyulitkan lawan debat. Hanya karena kecenderungan menyerang lawan melontarkan istilah, green Inflation, bahkan dia sendiri memberikan keterangan tentang hal itu dengan tidak konkret. Lagipula masalah tersebut bukan hal yang mendesak dibadingkan tema lain yang dibahas.

Pada bagian akhir di mana kandidat saling menanggapi dan melontarkan pertanyaan, banyak hal yang tidak mendalam respons mengenai isu-isu yang riil dihadapi bangsa Indonesia. Masalah pangan misalnya, yang dilontarkan hanya soal intensifikasi dan ekstrensifikasi pertanian yang terdengar klise, juga pemberian subsidi pupuk, dan mekanisasi pertanian.

Masalah agraria, khususnya reforma agraria, yang terungkap lebih pada soal sertifikat tanah, penguasaan lahan yang timpang. Tapi bagaimana redistribusi lahan yang sangat mendasar bagi  perekonomian secara keseluruhan, terutama kesejahteraan rakyat, tidak secara konkret disampaikan, juga tidak ada gagasan yang sifatnya “terobosan” untuk masalah kronis ini.

Pembangunan desa, di mana makin banyak orang desa pergi ke kota dan jumlah petani makin berkurang, yang muncul adalah janji dana desa akan dinaikkan. Padahal selama ini belum cukup signifikan perubahannnya ketika anggaran dinaikkan, lalu performa kerja dan kualitas pembangunan juga naik siginifikan.

Bandingkan ini dengan menaikkan gaji pada ASN dan pegawai lembaga pemerintah atau negara yang terus dilakukan, tetapi tingkat korupsi juga terus naik. Bahkan kasus pemerasan dan pungli terjadi di lembaga yang bertugas memberantas korupsi.

Sampai hari keempat, para kandidat presiden dan wakil presiden belum menunjukkan gagasan yang menjawab tantangan bangsa ke depan, apalagi member pondasi kuat untuk meraih Indonesia emas 2045. Belum ada hal yang bisa dengan kuat menyakinkan pemilih tentang berbagai hal yang merupakan masalah kronis bagi bangsa ini diatasi.

Mungkin hal itu akan dimunculkan pada kesempatan terakhir, debat kelima mendatang, yang menghadirkan secara bersama calon presiden dan calon wakil presiden. Mungkin.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home