Ahli Peringatkan Penambahan Masif Limbah Medis Akibat COVID-19
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Jenderal Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA) Dr Lina Tri Mugi Astuti, memperingatkan akan terjadi penambahan limbah infeksius di tengah pandemi COVID-19, sehingga perlu upaya cepat untuk menanganinya.
Studi kasus berdasarkan data dari China, yang lebih dahulu menghadapi wabah yang disebabkan virus corona jenis baru itu, memperlihatkan terjadi penambahan limbah medis dari 4.902,8 ton per hari menjadi 6.066 ton per hari. Hal yang sama bisa terjadi di Indonesia seiring dengan bertambahnya kasus positif COVID-19.
"Kalau kita konversikan limbah di China dengan pasien yang terinfeksi, memang bukan semuanya berasal dari pasien tapi juga tentunya dari para tenaga medis, wabah COVID-19 ini menyumbang penambahan bahan medis 14,3 kg per hari per pasien. Kita bisa bayangkan bagaimana di Indonesia," kata Lina dalam paparan via daring, yang diselenggarakan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta pada Rabu (1/4).
Jika menggunakan angka pemodelan kasus COVID-19 di Indonesia dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, katanya, maka yang membutuhkan perawatan intensif mencapai 600.000 orang ketika dilakukan intervensi tinggi seperti karantina wilayah dan tes massal.
Berdasarkan hal tersebut jika digabung dengan fakta rata-rata pasien menyumbang 14,3 kg limbah medis per hari, di Indonesia bisa terjadi skenario penambahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sebesar 8.580 ton per hari.
Pemerintah sudah melakukan upaya untuk menangani hal tersebut dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dengan mengeluarkan surat edaran pengelolaan limbah B3 untuk penanganan COVID-19.
Yang diatur di dalamnya adalah limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, rumah tangga dengan orang dalam pemantauan (ODP), dan sampah rumah tangga serta sampah sejenis sampah rumah tangga.
Limbah infeksius akibat perawatan ODP adalah masker, sarung tangan, dan baju pelindung diri yang harus dikumpulkan dan dikemas menggunakan wadah tertutup yang kemudian diangkut dan dimusnahkan di tempat pengelolaan limbah B3.
Untuk itu, menurut Lina, harus ada upaya lokalisasi penanganan limbah medis infeksius tersebut, agar edaran yang dikeluarkan pemerintah itu bisa berjalan dengan baik.
Selain itu, perlu juga sosialisasi penanganan limbah medis kepada masyarakat, khususnya pada rumah yang memiliki ODP, untuk menangani limbah medis COVID-19.
"Memang kita harus melokalisasi limbah medis ini, jangan semuanya kita coba larikan ke pengelola limbah yang mungkin saat ini mengirim limbahnya ke tempat yang cukup jauh," demikian Lina Tri Mugi Astuti. (Ant)
Faktor Penyebab Telat Bicara pada Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Ikatan ...