Loading...
OPINI
Penulis: Weinata Sairin 07:21 WIB | Sabtu, 06 November 2021

Berdoa di Depan Publik dalam Semangat Pancasila

Berdoa. (Foto ilustrasi: dok. Ist)

SATUHARAPAN.COM-Kita semua sebagai warga bangsa telah sepakat bahwa Pancasila harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai aspek, termasuk tatkala kita melaksanakan doa dalam sebuah acara yang pesertanya, atau undangan yang hadir itu multi agama.

Ada sebuah contoh praktis bagaimana melaksanakan Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Doa di level manapun di depan publik sebaiknya dimulai dengan kata-kata "saya berdoa sesuai dengan agama saya (misalnya Islam, Kristen atau Hindu), saudara-saudara yang hadir mohon berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing."

Dengan cara itu, maka kita, pemimpin doa,menghargai setiap agama dan kepercayaan yang dianut warga bangsa, yang hadir dalam pertemuan itu. Semangat Pancasila adalah semangat yang mengapresiasi agama-agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bukan spirit atau semangat yang menafikan/meniadakan dan atau tidak menghormati agama lain.

Oleh karena itu, tatkala kita berdoa di depan publik di level manapun (instansi pemerintah, swasta, DPR, MPR, DPD, di Pusat atau Daerah) ingatlah selalu bahwa publik yang kita hadapi tidak semua seagama dengan kita.

Doa yang dipimpin oleh Prof. Nasaruddin Umar-Imam Besar Masjid Istiqlal, misalnya, pada acara Debat Capres yang lalu, sangat bagus, karena berada dalam spirit Pancasila. Beliau menyatakan akan memimpin doa secara agama Islam, dan saudara-saudara yang lain dipersilakan berdoa menurut agamanya masing-masing. Doa para pejabat pemerintah pada hari-hari raya nasional sangat baik jika berpola seperti yang diteladankan dengan baik oleh Prof Nasaruddin Umar. Dengan cara itu kita telah mengimplementasikan Pancasila dengan konsisten.

Sebagai warga bangsa kita semua terpanggil untuk melaksanakan Pancasila secara kontinyu dan konsisten dalam kehidupan praktis, dan tidak berhenti pada seremoni dan selebrasi. Kita juga harus bangga bahwa kita memiliki Pancasila sebagai dasar negara.

Jika kita sendiri sebagai bangsa Indonesia tidak bangga kepada Pancasila, dan tidak konsisten melaksanakan Pancasila, bagaimana kita bisa mrmberi teladan kepada generasi milenial.

Pada saat saya menghadiri peringatan 100 tahun parlemen agama di Yogyakarta sekitar 15 tahun yang lalu ada "model" doa yang cukup menarik diperkenalkan.

Pembawa Acara (MC) saat itu mengundang salah seorang peserta ke depan untuk memimpin doa. Sesudah peserta itu berada di mimbar, ia berkata: "Silakan Saudara -saudara berdoa di dalam hati sesuai dengan agama masing-masing, dan saya memimpin dari mimbar ini."

Pernah saya mewakili PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) pada acara ulang tahun Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) di Ciganjur, Jakarta. Pada acara Doa maka semua wakil lembaga agama yang hadir diundang tampil ke atas panggung yang ada didepan lalu wakil setiap agama secara berganti-ganti berdoa sesuai dengan agamanya masing-masing.

Varian-varian doa di depan publik sebagaimana yang diuraikan di atas sangat menarik untuk dicermati dalam upaya kita bersama mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan praktis. Narasi doa di depan publik pada acara kegiatan apapun sangat penting dalam konteks Pancasila, oleh karena peserta dan tamu pada kegiatan itu biasanya multi agama.*

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home