Loading...
EKONOMI
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 13:17 WIB | Rabu, 09 Oktober 2019

Candi, Musik, Batik, dan Diplomasi Budaya

Batik Music Festival 2019 Dihadiri 9.000-an Pengunjung Berbatik
Candi, Musik, Batik, dan Diplomasi Budaya
David Foster mengiringi penampilan Pia Toscano dalam Batik Music Festival 2019 di pelataran Candi Prambanan, Sabtu (5/10) malam. (Foto-foto: official doc. Rajawali Indonesia)
Candi, Musik, Batik, dan Diplomasi Budaya
Salah satu pengunjung BMF 2019 Elisa Mardiana yang datang langsung dari Bogor. (Foto: doc. Agus Subekti)
Candi, Musik, Batik, dan Diplomasi Budaya
Salah satu sesi perbincangan David Foster dengan pengunjung pada BMF 2019.
Candi, Musik, Batik, dan Diplomasi Budaya
Raisa dan batik yang tampil di panggung festival show BMF 2019.
Candi, Musik, Batik, dan Diplomasi Budaya
David Foster berduet dengan istrinya Katharine McPhee di BMF 2019.
Candi, Musik, Batik, dan Diplomasi Budaya
Penampilan David Foster dan Pia Toscano jamming dengan seorang pengunjung.
Candi, Musik, Batik, dan Diplomasi Budaya
Batik juga dikenakan oleh vokalis dan musisi pengunjung dalam BMF 2019.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – "Music festival dengan ambience yang unik. Semua yang datang memakai batik. Pada datang berjam-jam sebelum konser dimulai. Kayak kondangan berjamaah. Baru sekali ini nonton konser pakai kemeja batik." Kalimat tersebut disampaikan Agus Subekti, salah satu pengunjung Batik Music Festival 2019 kepada satuharapan.com, Minggu (6/10).

Bersama Elisa Mardiana istrinya, Agus Subekti datang langsung dari Bogor untuk menyaksikan penampilan David Foster and Friends dan juga Yovie and His Friends. Pasangan itu merupakan generasi yang dibesarkan pada masa David Foster berada pada puncak kariernya. Tidak mengherankan jika mereka kerap menghadiri konser musik yang menghadirkan musisi yang populer pada rentang masa itu. Bulan Juli lalu Agus Subekti bersama istrinya selama dua hari menyaksikan penampilan Yanni, Anggun, dan Brian McKnight di Prambanan Jazz Festival 2019.

Batik Musik Festival (BMF), sebuah gelaran musik bertaraf internasional dengan mengangkat tema batik untuk pertama kali diselenggarakan pada tahun 2019 di Kompleks Candi Prambanan digelar dengan menghadirkan dua musisi ternama yaitu David Foster dan Yovie Widianto.

Festival yang dipromotori oleh Rajawali Indonesia dan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko itu dihelat pada Sabtu, (5/10/2019) malam. Penyelenggaraan BMF 2019 di kompleks Candi Prambanan terbagi menjadi dua arena panggung, yakni panggung special show menampilkan artis-musisi internasional David Foster and Friends sementara panggung festival show menampilkan artis-artis nasional Yovie and His Friends.

BMF 2019 digelar untuk turut merayakan Hari Batik Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Oktober. Sebagaimana diketahui pada tahun 2008 Pemerintah Indonesia mengusulkan batik untuk masuk dalam daftar warisan tak benda dunia UNESCO sebagai upaya pemerintah untuk melindungi dan mengembangkan batik. Melalui sidang tahunan ICH UNESCO keempat tanggal 2 Oktober 2009 Sekretariat Budaya Tak Benda ICH-UNESCO telah mengukuhkan batik dalam kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity. Selanjutnya tanggal 2 Oktober ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai Hari Batik Nasional.

Dengan memperhatikan nilai sejarah, keaslian, regenerasi, nilai ekonomi, ramah lingkungan, reputasi internasional, serta tersebar luas, pada 18 Oktober 2014 Yogyakarta ditetapkan sebagai "Kota Batik Dunia" oleh World Craft Council.

Dalam BMF 2019 David Foster yang tampil di panggung special show dengan format David Foster and Friends, di mana composer asal Kanada ini menggelar konsernya bersama Kenny “Babyface” Edmonds, Katharine McPhee, Pia Toscano, Yuna dan Nick Zavior. Sementara Yovie Widianto yang tampil di panggung festival show bermain dengan format Yovie and His Friends dan melakukan kolaborasi bersama Kahitna, Bunga Citra Letari, Raisa, Rio Febrian, Marcell, 5 Romeo dan Arsy Widianto.

“Target kita semula sekitar 6.000-an penonton yang akan hadir di sini, tapi ternyata lebih. Dari penonton yang menyaksikan pertunjukan di panggung Festival Show dan Spesial Show, total seluruhnya berjumlah 9.100 orang. Ini di luar dugaan dan sangat mengejutkan. Saya kira ketika kita menetapkan dresscode batik orang tidak akan peduli. Ternyata tadi kita lihat lebih dari 90 persen penonton yang hadir di sini menggunakan batik,” jelas CEO Rajawali Indonesia Anas Syahrul Alimi, Sabtu (5/10) malam.

Ribuan pengunjung menyaksikan festival musik dengan mengenakan batik menjadi pemandangan menarik terlebih ketika musisi dunia yang tampil pun mengenakan kustom batik. Ini tentu menjadi promosi strategis bagi pengembangan batik di masa datang di tingkat internasional saat menyaksikan musisi-komposer kenamaan David Foster yang memainkan grand piano-nya berselendangkan batik mengiringi Kenny “Babyface” Edmonds, Katharine McPhee, Pia Toscano, Yuna dan Nick Zavior, yang kesemuanya pun mengenakan batik.

Batik, Potensi Ekonomi dalam Diplomasi Budaya

Penampilan artis-musisi dunia dalam balutan batik di sebuah tempat heritage candi tentu semakin memperkuat ambience sebuah festival musik dan menarik mata dunia untuk lebih mengenal batik sebagai salah satu warisan budaya dunia.

Hal tersebut ditegaskan oleh David Foster saat tampil pada private concert yang digelar sehari sebelum BMF 2019 di D’Monaco artisan of culinary, Jumat (4/10) malam..

“Indonesia is so special, because the people in Indonesia love music so much. We always love mix big culture with part music. So in Batik Music Festival mixing culture, fashion, and music in such nation,” papar David Foster saat sesi jumpa media tentang konsep BMF 2019, Jumat (4/10) malam.

Bisa dibayangkan lagu-lagu I Swear, All By My Self, To Love You More, When Can I See You, Change The World, That’s Life, Power of Love, dan lainnya, dinyanyikan oleh Kenny “Babyface” Edmonds, Katharine McPhee, Pia Toscano, Yuna dan Nick Zavior, yang kesemuanya mengenakan batik dengan desain sesuai pilihan masing-masing, diiringi David Foster dan musisi pendukungnya yang juga mengenakan batik dalam latar belakang Candi Prambanan. Alunan musik dan suara vokalis berpadu dengan sorotan mata ribuan pengunjung yang juga mengenakan batik. Sebuah pemandangan yang cukup langka mengingat pengunjung yang hadir dari berbagai usia.

Di titik inilah BMF menemukan relevansi dan momentumnya sebagai gelaran musik sekaligus diplomasi budaya Indonesia mengingat ragam kekayaan batik di Indonesia sangatlah banyak. Hampir setiap daerah memiliki batik dengan ciri khas. Dalam BMF 2019, batik sebagai salah satu kekayaan wastra nusantara telah menembus batas psikologis budaya adiluhung vis a vis budaya profan sehingga lebih dari 90 persen yang hadir seolah bergerak secara organis untuk hadir dalam sebuah acara musik yang fun di tempat heritage candi dan membalut dirinya dalam salah satu khasanah wastra nusantara: batik.

Tidak kalah serunya di panggung festival show yang menghadirkan Yovie and His Friends. Sebanyak 16 buah karya dari Yovie Widianto yang dibawakan dengan penuh kemeriahan. Beberapa di antaranya Ada Cinta, Peri Cintaku, Katakan Saja, Suratku, Cerita Cinta, Soulmate, Kasih Putih, Takkan Terganti, Adu Rayu, dan lainnya dinyanyikan secara bergantian oleh Kahitna, Bunga Citra Letari, Raisa, Rio Febrian, Marcell, 5 Romeo dan Arsy Widianto yang semuanya mengenakan batik begitupun musisi pendukungnya.

“Biasanya batik kan dipakai buat kondangan doang dan acara-acara resmi. Ini momen yang sangat menyenangkan buatku,” ungkap Raisa.

Hal senada disampaikan Yovie Widianto yang tampil bersama musisi-vokalis lain di BMF 2019 saat didaulat menjadi salah satu bagian dari Batik Music Festival untuk yang pertama kalinya bersama David Foster and friends.

“Untuk pertama kalinya dalam sejarah perjalanan bermain musik saya yang sudah lebih dari 30 tahun, saya bisa melihat banyak sekali penonton menggunakan batik. Ada kebanggaan dan keterharuan untuk diri saya pribadi bisa menyaksikan momen ini. Dan tadi saya sampai sempat salah menyebut Prambanan jadi Borobudur, itu karena saya gugup. Ini luar biasa sekali. Kita harus melakukan hal seperti ini terus untuk membuktikan bahwa kita sangat mencintai Indonesia,” tutur Yovie.

Dengan desain yang menarik, eye catching, dan warna yang beragam mulai yang soft hingga cerah, kain batik maupun desain/motif batik sering digunakan sebagai properti bahkan kostum dalam penyelenggaraan karnaval di berbagai kota di Indonesia. Namun untuk gelaran sebuah festival musik, bisa jadi BMF 2019 adalah yang pertama kali.

Craftmanship

Sebagai karya seni, penerimaan pasar pada lukisan batik pun cukup menjanjikan mengingat selain unik, proses batik lebih banyak menggunakan pendekatan craftmanship (kekuatan tangan) dalam menghasilkan karya dua matra baik batik maupun lukisan.

Terkait pasar batik di pasar regional-global, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendi pada sebuah kunjungan Festival Budaya Indonesia di Azerbaijan tahun lalu mengungkapkan potensi pasar batik yang cukup menjanjikan.

"Di luar dugaan, stand batik menjadi salah satu stand yang paling diminati masyarakat Azerbaijan dan para turis yang kebetulan datang berkunjung ke sana. Rasa penasaran mereka luar biasa sehingga yang ingin mencoba belajar membatik harus antre.  Saya sampai berkelakar pada Duta Besar (Indonesia untuk Azerbaijan), kalau kayak gini kita bisa buka sepuluh stand untuk batik. Karena ada dua stand yang paling diminati yakni stand batik dan stand kopi Indonesia. Ini suatu hal yang sangat bagus saya kira untuk kita promosikan bagaimana batik setelah menjadi warisan budaya dunia betul-betul bisa memperkuat citra, harga diri bangsa Indonesia di mata internasional," papar Muhadjir Effendi saat pembukaan Jogja International Batik Biennale #2-2018, Rabu (3/10) tahun lalu.

Silakan Anda berhitung sendiri, ribuan orang berkumpul dalam satu tempat menyaksikan festival musik dan lebih dari 90 persen mengenakan batik. Sebuah nilai ekonomi yang cukup tinggi di tengah diplomasi budaya yang coba dilakukan di panggung pertunjukan pada sebuah kawasan heritage.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home