Deteksi Dini Kanker dapat Turunkan Beban Pembiayaan Kesehatan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular Kementerian Kesehatan Dr. Eva Susanti, S. Kp, M.Kes mengatakan skrining dan deteksi dini dapat menurunkan beban pembiayaan kesehatan akibat kanker.
Eva yang ditemui di sela acara soal skrining kanker paru di Jakarta pada Rabu (23/8) mengatakan, pada 2021 pembiayaan yang diakibatkan oleh kanker paru menduduki peringkat kedua terbesar yang memakan biaya sekitar Rp3,5 triliun.
"Upaya penanggulangan khususnya skrining dan deteksi dini ini perlu dilakukan untuk bisa menemukan kasus sedini mungkin sehingga angka penyintasan dan keberhasilan pengobatan meningkat serta beban pembiayaan kesehatan berkurang," jelas Eva.
Di Indonesia, selama bertahun-tahun kanker paru tetap menjadi penyebab kematian nomor satu dan jumlah kasusnya terus meningkat setiap tahun.
Data Globocan 2020 mencatat tiap tahunnya ada 34.783 kasus baru di Indonesia yang terdiagnosis, dan mengakibatkan 30.843 kematian per tahun akibat kanker paru.
Maka dari itu, Kementerian Kesehatan saat ini menerapkan sistem transformasi kesehatan pada salah satu dari empat pilar yaitu layanan kesehatan primer dan layanan kesehatan lanjutan yang merupakan prioritas utama.
"Tentunya empat pilar yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik, dan deteksi dini, serta penanganan kasus termasuk untuk kanker paru ini sudah sejalan dengan transformasi yang kita jalankan," katanya.
Saat ini skrining kanker paru telah masuk ke dalam kebutuhan dasar kesehatan yang menjadi salah satu manfaat dari jaminan kesehatan nasional.
Skrining bisa dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan primer atau FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama). Ia berharap dokter di FKTP dapat menjaring masyarakat yang berisiko terkena kanker paru melalui konsensus metode skrining terbaru.
Eva pun mengapresiasi upaya Yayasan Kanker Indonesia, AstraZeneca, Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO), dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) yang secara bersama meningkatkan program skrining nasional untuk kanker paru.
Identifikasi populasi berisiko tinggi juga dilakukan melalui adopsi Kuesioner Profil Risiko Kanker Paru dan eksplorasi potensi penggunaan teknologi inovatif seperti CT scan berdosis rendah dan kecerdasan buatan.
Deteksi tersebut dapat membantu radiolog dalam mengidentifikasi pertumbuhan yang berpotensi kanker pada tahap awal, sehingga pasien kanker paru dapat dideteksi dan diobati lebih awal.
KPK OTT Penyelenggara Negara di Kalsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (6/10) malam ...