Loading...
EKONOMI
Penulis: Reporter Satuharapan 18:25 WIB | Kamis, 12 Maret 2020

Industri Mode Timur Tengah pun Terdampak Virus Corona

Produk AzraDubai. Bagi Azra Khamissa, pendiri label aksesoris kulit yang berbasis di Uni Emirat Arab, Azra Dubai, penutupan perusahaan terkait mode di China mendorong desainer lokal untuk memproduksi secara regional, sehingga meningkatkan ekonomi di dalam Timur Tengah dan Afrika Utara. (Foto: arabnews.com/Instagram/@azradubai)

DUBAI, SATUHARAPAN.COM – Sejak virus corona baru teridentifikasi pada 7 Januari di kota pelabuhan China, Wuhan, lebih dari 127.769 orang dinyatakan positif tertular, di antaranya lebih dari 4.716 orang – data pada saat tulisan ini diturunkan menurut worldometers.info – meninggal dunia.

Tak terkecuali, industri mode pun terkena dampaknya. Khaoula Ghanem menuliskan laporan untuk Arab News, tentang dampak pandemi tersebut melalui lensa mode, yang memberikan wawasan tentang seberapa besar industri mode bergantung pada China, termasuk industri mode di Timur Tengah.

Ketika virus terus menyebar, demikian juga dampaknya pada mode.

Tidak hanya penyakit menularnya yang memicu perubahan besar dalam kalender acara industri - Giorgio Armani, contohnya, baru-baru ini menunda acara penampilan koleksi musim gugur 2021 yang sedianya diadakan di Dubai pada bulan April -, konsekuensinya juga mempengaruhi cara bisnis lokal beroperasi.

Menurut Tinjauan Statistik Perdagangan Dunia, laporan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyebutkan, China menjadi produsen dan pengekspor tekstil terbesar di dunia, meraup $119 miliar dalam ekspor tekstil pada tahun 2018, atau 37,6 persen dari pangsa pasar global. Ini juga menghasilkan banyak elemen lain yang masuk ke produk pakaian, mulai dari kancing, ritsleting, hingga ke benang.

Namun, sehubungan dengan wabah tersebut, Pemerintah China memutuskan menutup pabrik-pabrik dan merumahkan pekerja di tengah-tengah kekhawatiran penyebaran virus corona baru, yang pada gilirannya menghentikan produksi dan mengganggu rantai pasokan.

“Saya tidak bisa mendapatkan kain yang saya butuhkan untuk memenuhi pesanan. Pemasok saya mendapatkan kain dari China, dan semua pabrik kain telah tutup. Saya diberi tahu harus menunggu sampai Juni,” kata Tala Nehlawi, pendiri label pakaian wanita Eponymous yang berpusat di Toronto, yang mengambil bahan dari Dubai.

Konsumen Fobia Kuman

Nehlawi tidak sendirian. Sejumlah besar merek yang berbasis di wilayah Timur Tengah bergantung pada China untuk pembuatan dan sumber bahan baku. Namun, China saat ini sedang berkutat mengatasi mewabahnya virus itu, sehingga banyak merek dan perancang lokal Timur Tengah menghadapi penundaan operasional berbulan-bulan.

Bagi Azra Khamissa, pendiri label aksesoris kulit yang berbasis di Uni Emirat Arab, Azra Dubai, penutupan perusahaan China itu akan mendorong desainer lokal untuk memproduksi secara regional, sehingga meningkatkan ekonomi di dalam Timur Tengah dan Afrika Utara. Tunisia contohnya, memiliki industri tekstil mapan di dunia, selain China.

“Sebagian besar produk saya buatan lokal, sehingga merebaknya virus corona belum mempengaruhi saya sejauh ini,” katanya.

Namun, sementara label dan merek mewah dengan banyak basis manufaktur lebih siap menghadapi situasi dengan mengalokasikan kembali pesanan sementara untuk daerah lain, merek berskala kecil lebih rentan. Memindahkan pasar, itu mahal.

“Stok macet dengan produsen di China, dan kami harus memindahkan manufaktur secara lokal di Uni Emirat Arab. Harga yang harus kami bayarkan sangat mahal,” kata Ola Farahat yang berbasis di Dubai, pendiri platform belanja online Ownthelooks.com.

Pengiriman barang juga terpengaruh. Pengusaha Kuwait, Nouriah Al-Shatti, mengatakan, “Saya harus menghentikan sementara salah satu produk saya karena kelangkaan kemasan dari pemasok. Ada pembatasan pengiriman dari China.”

Selain itu, dengan ketidakpastian seperti itu, banyak orang tentu ragu-ragu untuk berkumpul di ruang publik yang ramai, dan itu mengganggu lalu lintas ke pengecer. Yang berarti, merek yang mengandalkan butik, gerai khusus, toko untuk menggerakkan penjualan, juga diperkirakan terkena dampaknya.

Reseller mewah juga dapat menderita, mengingat konsumen yang dihadapi lebih banyak fobia-kuman. Pendiri dari platform vintage mewah yang berbasis di Uni Emirat Arab, Reeborn Vintage, Lina Sabry, berbagi cerita, semua produknya melalui proses pembersihan yang teliti, mencakup mencuci dan menggosok dengan disinfektan sebelum siap dijual.

Dan bukan hanya merek dan perancang busana yang merasakan konsekuensi dari pandemik ini, tetapi juga agen lokal.

“Ketika virus itu terbatas di China, beberapa merek internasional berbagi dengan kami perlunya fokus pada klien Arab. Sebagaimana diketahui, pelanggan China merupakan bagian besar dari bisnis ritel dan pariwisata. Sekarang, karena ancamannya bersifat global, beberapa merek telah membatalkan acara lokal mereka atau menundanya,” kata Sofiane Si Merabet, dari agensi pemasaran budaya Karta.

Memang, untuk beberapa bulan ke depan, materi iklan lokal pasti harus memikirkan kembali cara mereka beroperasi.

“Online sepertinya bagus. Jadi, dengan lebih sedikit acara, kami harus memikirkan untuk menyesuaikan pengalaman digital baru di samping pertemuan berskala lebih kecil,” kata Si Merabet. (arabnews.com)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home