Loading...
OLAHRAGA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 18:37 WIB | Jumat, 06 Juli 2018

Inggris dan Sepakbola yang Bergembira

Jelang Pertandingan 8-Besar : Inggris vs Swedia
Pertandingan Piala Eropa U-21 2017 antara Swedia melawan Inggris yang berakhir imbang 0-0. (Foto: Skysports.com)

SATUHARAPAN.COM - Drama adu tendangan penalti terjadi lagi pada laga terakhir babak 16-besar mempertemukan Inggris melawan kesebelasan Kolombia. Pertandingan yang berlangsung keras dan dalam tempo tinggi. Delapan kartu kuning yang diterima pemain Kolombia dan pemain Inggris menjadi bukti bagaimana kerasnya pertandingan yang berlangsung dalam waktu 2x45 menit ditambah babak perpanjangan waktu 2x15 menit. Jika sebelumnya adu tendangan penalti terjadi pada kesebelasan dimana salah satu bermain defensif, pada pertemuan Inggris-Kolombia dimana keduanya tampil ofensif pun harus diselesaikan adu tendangan penalti. Artinya kedua kesebelasan yang bermain terbuka ternayat memiliki pertahanan yang sama bagusnya.

Keberhasilan Inggris menyingkirkan kesebelasan Kolombia mengantarkan mereka ke babak 8-besar untuk bertemu dengan Swedia yang selama penyelenggaraan PD 2018 terkenal dengan serangan baliknya yang cepat dan kokohnya pertahanan. Satu-satunya pertandingan dimana Swedia mendominasi permainan (possession ball) terjadi saat menghadapi Korea Selatan. Menariknya dengan gaya bermain bertahan dan serangan balik mereka mampu melaju hingga babak 8-besar. Kesebelasan Meksiko yang mendominasi pertandingan fase grup F pun dipaksa kebobolan 3 gol tanpa balas melalui serangan balik yang cepat.

Gaya pemainan ini akan menjadi pekerjaan yang berat bagi pelatih Inggris Southgate untuk membongkar pertahanan Granqvist-Jansson- Durmaz-Ekdal. Meskipun sering menang menghadapi kesebelasan Skandinavia, Inggris selalu kerepotan untuk meraih kemenangan tersebut. Pola 4-5-1 dengan menempatkan lima gelandang di tengah yang kerap dimainkan oleh kesebelasan Skandinavia selalu diawali dengan memperkuat pertahanan dan akan melakukan serangan balik yang cepat saat memungkinkan. Efektivitas permaianan inilah yang saat ini terbukti mewarnai PD 2018. Tidak penting bagaimana penguasaan bola dan indahnya permainan yang ditampilkan karena tujuan permainan pada akhirnya adalah mencetak gol dan meraih kemenangan.

Inggris-Swedia sudah bertemu sebanyak 24 laga dengan hasil saling mengalahkan. Inggris memenangi 8 laga sementara kesebelasan Swedia memenangi 7 pertandingan. Melihat statistik tersebut kekuatan kedua kesebelasan relatif berimbang. Diantara negara-negara Skandinavia, Swedia adalah kesebelasan yang kerap merepotkan Inggris. Pada PD 2002 dan 2006 kedua kesebelasan tergabung dalam grup yang sama. Pertemuan keduanya berakhir imbang. 

Sementara pada Piala Eropa 2012 Inggris memenangi laga dengan skor 3-2. Gelandang serang Danny Welbeck yang menjadi skuaq utama Inggris saat ini mencetak satu gol. Pertemuan terakhir terjadi pada laga persahabatan tahun 2012 saat Swedia masih diperkuat penyerang Zlatan Ibrahimovich yang mencetak 4 gol. Inggris membalas 2 gol dan lagi-lagi Welbeck mencetak satu gol.

Swedia tanpa Pemain Bintang

Setelah tidak lolos pada dua Piala Dunia terakhir, Swedia lolos ke PD 2018 Rusia dengan menyingkirkan langganan PD, Italia pada babak play-off zona Eropa. Tertatih-tatih lolos ke babak final PD 2018, Swedia justru mampu bertahan hingga babak 8-besar. Pencapaian ini mendekati prestasi terbaik mereka pada PD 1994 saat mereka finish di peringkat ketiga. Tinggal selangkah lagi mereka akan bisa merealisakan impiannya dengan skuad yang bisa dibilang paling murah tanpa bintang.

Berdasarkan situs web Transfermarkt, diantara delapan kesebelasan yang masih bertahan, timnas Swedia memiliki nilai pasar sebesar 119,75 juta euro atau setara Rp 2 triliun. Dengan total tersebut, setiap pemain memiliki nilai pasar rata-rata 5,21 juta euro atau sekitar Rp 87 miliar. Pemain termahal yang ada di dalam skuad timnas Swedia saat ini adalah Emil Forsberg (RB Leipzig) dan Victor Lindelof (Manchester United) dengan harga 25 juta euro (sekitar Rp 418 miliar). Bahkan di antara tiga puluh dua timnas, nilai kesebelasan Swedia hanya bertengger di urutan ke-22 di bawah Maroko dan Nigeria.

Prancis memiliki nilai pasar tertinggi dengan angka 1,08 miliar euro (sekitar Rp 18 triliun). Keberadaan para pemain seperti Kylian Mbappe (120 juta euro), Antoine Griezmann (100), Paul Pogba (90), dan Ousmane Dembele (80) sebagai pemain termahal yang ada di dalam skuad Les Bleus. Di bawah Perancis, ada timnas Brasil dengan nilai 981 juta euro. Kemudian berturut-turut di bawah mereka adalah Inggris (874 euro), Belgia (754 juta euro), Uruguay (373 juta euro), Kroasia (364 juta euro), Rusia (161,8 juta euro), dan Swedia.

Tanpa pemain bintang Swedia justru bertransformasi menjadi kesebelasan yang mengandalkan kolektivitas permainan tim. Perjalanan sejak kualifikasi zona Eropa, play off, fase grup hingga babak 16-besar adalah gambaran bagaimana pelatih Janne Andersson meramu tim dengan menurunkan ego masing-masing pemain. Pensiunnya bintang Swedia Zlatan Ibrahimovic, gelandang kreatif Kim Kallström dan kiper syarat pengalaman Andreas Isaksson telah membuka pintu bagi Emil Forsberg,  John Guidetti, Ekdal, serta  Thelin untuk menunjukkan permainannya dalam skema kolektivitas tim Viking Biru-Kuning.

Kondisi ini sangat berbeda dengan kesebelasan Inggris yang dipenuhi dengan bakat-bakat muda yang sedang naik daun. Henderson, Lingard, Young menjadi barisan gelandang mampu menyuplai bola-bola ke lini kedua Inggris yang diisi oleh Sterling dan Delle Ali. Melengkapi barisan gelandangnya, pemain muda Trippier dan Danny Rose sejauh ini mampu mem-back up Walker-Stones-Maguire ketika dimainkan sebagai pengganti.

Barisan pemain depan Inggris sejauh ini sudah menemukan klik-nya. Dipasangkan dengan siapapun Harry Kane tetap menjadi pemain kunci di depan. Pada babak 8-besar PD 2018 Lindelof dan kawan-kawan akan menguji mental juara kesebelasan Inggris. Setelah Piala Dunia 1990 Inggris tidak pernah mampu lolos dari babak 8-besar meskipun kerap menjadi tim unggulan karena materi pemainnya yang selalu lengkap di semua lini.

Skuad PD 1990 dan 1998 bisa menjadi pembanding kesebelasan Inggris saat ini. Pada PD 1990 kombinasi pemain muda Paul "Gazza" Gascoigne, David Platt, Des Walker, bersama pemain senior Bryan Robson, Gary Lineker, Peter Beardsley, dan penjaga gawang kenyang pengalaman Peter Shilton menyajikan permainan yang menghibur. Gazza dengan permainannya yang lepas sebagaimana anak-anak yang bermain sepakbola dengan gembira mencuri panggung PD 1990.

Pada PD 1998, generasi emas David Beckham Garry Neville, Soll Campbell, Paul Scholes, bersama dua pemain muda Michael Owen dan Rio Ferdinand seolah meneruskan keemasan Gazza dan digadang-gadang mampu berprestasi lebih baik lagi. Ketika itu Gareth Southgate menjadi salah satu gelandang bertahan Inggris. Tampil atraktif dan ofensif, mereka harus mengubur mimpinya saat dikalahkan Argentina lewat drama adu penalti di babak 16-besar.

Pada kedua momen Piala Dunia tersebut Inggris menampilkan permainan yang menghibur. Pemain muda Gazza, Platt, Beckham, Owen, bermain berlari mengejar bola tanpa harus dibebani perasaan takut kalah. Momen Paul Gascoigne yang menangis pada pertandingan semi final PD 1990 saat menerima kartu kuning kedua yang artinya dia tidak bisa bermain pada laga berikutnya. Kalah-menang adalah sebuah resiko yang harus diterima kesebelasan manapun pada babak gugur, namun tidak bisa bermain pada laga berikut adalah pukulan berat bagi pemain dan menjadi kekalahan yang harus diterima sebelum peluit akhir dibunyikan.

Drama adu penalti menjadi mimpi buruk bagi kesebelasan Inggris dan juga Gareth Southgate. Babak semi final Piala Eropa 1996 yang dihelat di Inggris, kesebelasan harus menelan kesedihan saat mereka dikahalahkan Jerman yang akhirnya menjadi juara melalu drama tersebut. Southgate menjadi penendang terakhir yang gagal menceploskan ke gawang Jerman. Meskipun saat menghadapi Kolombia dalam drama adu penalti mereka membuat "sejarah", adu tendangan penalti selalu menjadi salah satu moment mental block bagi kesebelasan Inggris.

Pilihan terbaik bagi Inggris untuk melangkah lebih jauh di PD 2018  adalah memenangi pertandingan dalam waktu normal 2 x 45 menit. Toh mereka saat ini memiliki semua modal materi pemain: muda, energik, memiliki kemampuan bertahan-menyerang sama baiknya. Mental block berikutnya bagi Inggris adalah belum mampu bermain bebas. Fase grup saat menghadapi Belgia adalah gambaran bagaimana mereka begitu berhati-hati bermain sehingga permainan tidak berkembang. 

Menghadapi Swedia di babak 8-besar, jika (bermain terlalu berhati-hati) itu terjadi lagi akan menjadi kerugian bagi Southgate. Mengikuti gaya permainan Lindelof dan kawan-kawan justru akan menurunkan performa Kane dan kawan-kawan. Terpancing mengikuti permainan Swedia yang relatif tertutup dan mengandalkan serangan balik, Inggris justru akan membuka lubang-lubang pertahanannya yang bisa diterobos Ekdal dan Hiljemark.

Dan jika Inggris tidak bisa menyelesaikan dalam waktu normal, Swedia yang datang hampir-hampir tanpa bintang sejauh ini telah mampu menyingkirkan Italia, Jerman, Swiss yang memiliki karakter bermain bertahan maupun menyerang yang kuat justru memiliki mental yang lebih siap untuk memulangkan Inggris.

Pertandingan babak 8-besar antara Swedia melawan kesebelasan Inggris akan berlangsung pada Sabtu (7/7) di Cosmos Arena, Samara.

Perkiraan susunan pemain:

Inggris (3-4-2-1) : Pickford (gk), Walker, Stones, Maguire, Rose, Henderson, Lingard, Young, Sterling, Dele Ali/Vardy, Kane. | pelatih: Gareth Southgate

Swedia (4-4-2): Karl-Johan Johnsson (gk) Victor Lindelof, Granqvist, Pontus Jansson, Martin Olsson, Durmaz, Larsson, Ekdal, Hiljemark, Guidetti, Thelin. | pelatih: Janne Andersson

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home