ITS Selidiki Alumni Diduga Terlibat Teror dan Dosen Berafiliasi HTI
SURABAYA, SATUHARAPAN.COM – Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Joni Hermana, membenarkan bahwa dua orang yang terlibat aksi teror, pernah mengenyam pendidikan di ITS.
Satu orang pernah kuliah selama satu tahun, sementara lainnya lulus dan mendapatkan gelar dari ITS. Namun, Joni memastikan keduanya tidak lagi terlibat dalam aktivitas di dalam kampus, baik di kalangan alumni maupun organisasi intra kampus.
“Sejauh ini sepertinya tidak pernah diundang karena sudah tidak aktif. Sudah lama sekali ini sejak beliaunya lulusan dan tidak aktif di dalam IKA juga, jadi kita tidak mengetahui,” kata Joni Hermana kepada VOA, Rabu (16/5).
“Selama ini kalau kami melakukan kegiatan yang melibatkan alumni, biasanya kita bekerja sama dengan IKA (ikatan alumni), ya jadi, artinya bahwa IKA-lah yang memilih kira-kira siapa yang menurut mereka layak untuk dijadikan pembicara,” kata Joni.
Selain keterlibatan bekas mahasiswa ITS dalam aksi teror di Surabaya, ITS juga sedang melakukan pemeriksaan intensif terhadap tiga dosen yang diduga terkait organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hal ini dilakukan setelah muncul kutipan pernyataan ketiganya di sosial media, yang secara jelas mendukung HTI.
Proses pemeriksaan dan penyelidikan yang dilakukan tim khusus, berupaya memastikan apakah ketiganya bersalah atau tidak. Sambil menunggu proses penyelidikan itu, ketiganya dicopot dari jabatan masing-masing, meski masih berstatus sebagai dosen negeri.
“Sekarang kita melakukan upaya pemeriksaan lebih lanjut tentang keterlibatan itu sebetulnya by design atau sesuatu yang kebetulan, atau dimanfaatkan lah dalam kata lain, kan bisa iya bisa tidak,” kata Joni.
Joni menambahkan, ITS sedang memeriksa seberapa jauh keterlibatan mereka dalam aktivitas yang mendukung HTI tersebut.
“Untuk memperlancar pemeriksaan, sementara memberhentikan mereka dari jabatannya. Karena, seperti kita ketahui yang satu adalah dekan, yang kedua itu adalah ketua program pasca sarjana di jurusannya, yang ketiga adalah Kepala Laboratorium,” kata Joni.
Joni mengatakan, telah membentuk tim guna memastikan agar ITS tidak dimasuki paham yang bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, serta Bhinneka Tunggal Ika. Tim ini akan memantau aktivitas mahasiswa dan juga di tingkat tenaga pendidik atau dosen.
“Mengantisipasi ke depan, ITS itu sekarang membentuk tim untuk memeriksa seberapa jauh adanya gerakan ideologi yang bertentangan ini di ITS. Jadi sekarang itu, kami sedang berupaya untuk melakukan kajian, siapa-siapa saja,” kata Joni.
“Jadi tugasnya itu kami mendapat informasi dari teman-teman di sekitar kami, siapa-siapa saja yang menurut kami, misalnya ini, dalam hal ini terlibat HTI, misalnya di ITS. Nah, kami sekarang sedang melakukan upaya penelusuran jika ada mahasiswa, tendik (tenaga pendidik), maupun dosen yang secara aktif terlibat di HTI,” kata Joni.
Selain ITS, Universitas Airlangga Surabaya juga sedang memeriksa seorang dosen yang diduga terkait HTI.
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Mohammad Nasih, mengatakan tidak akan mentolerir organisasi terlarang apapun, termasuk HTI, untuk melakukan aktivitas di kampus Unair. Dosen maupun mahasiswa yang terlibat, dipastikan akan mendapat sanksi dari Univeristas.
“Kalau yang bersangkutan menjadi anggota organisasi terlarang, tentu saja, otomatis saja sudah tidak akan ada toleransi. Sama dengan kalau misalnya PKI masih ada, ya kalau menjadi anggota PKI ya kita keluarkan,’’ kata Mohammad Nasih saat diwawancarai VOA pekan lalu, sebelum serangan teror pada Minggu (13/5).
“Menjadi anggota organisasi terlarang apapun, kalau dinyatakan sebagai organsisasi terlarang, ya kami keluarkan, karena kesepakatan awalnya memang begitu, nah, tinggal ini masih nunggu proses,” kata Mohammad Nasih. (Voaindonesia.com)
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...