Novel Laris Dunia The Shack Diinspirasi Masa Kecil di Papua
ALBERTA, KANADA, SATUHARAPAN.COM - Sebuah pengakuan yang mengejutkan datang dari William Paul Young, penulis salah satu novel bestseller dunia, The Shack, yang sudah difilmkan dan tayang di bioskop-bioskop Amerika Serikat sejak Maret lalu. Ia mengatakan inspirasinya untuk menulis buku ini tidak terlepas dari masa kecilnya yang suram dan menimbulkan trauma ketika berada di Papua, mengikuti ayahnya yang bekerja sebagai misionaris.
The Shack adalah sebuah novel yang terbit tahun 2007, bercerita tentang seorang ayah yang berkabung atas kematian putrinya dan meminta lawatan Tuhan. Novel tersebut telah terjual 20 juta eksemplar, membuatnya menjadi salah satu buku terlaris sepanjang masa. Ia pun sudah difilmkan dan tayang di Amerika Serikat dengan judul yang sama, dibintangi oleh Sam Worthington dan Octavia Spencer.
Selain isi novelnya yang dianggap mengejutkan karena menggambarkan percakapan manusia dengan Tuhan, riwayat hidup penulisnya juga tak kalah menarik. Sebab, riwayat hidup itu pula yang menjadi sumber inspirasi penulisnya.
William Paul Young, 61, hidup bekerja serabutan ketika pada tahun 2005 mengalami kebangkrutan. Ia tidak tahu bagaimana lagi untuk menghidupi istri dan empat orang anaknya.
Dalam kekalutan itu, ia menerima nasihat istrinya agar ia menulis, sebuah talenta yang sedari dulu ingin ia geluti. Ia pun menerima saran itu dan jadilah novel ini.
Lahir di Grand Prairie, Alberta, Kanada, di masa kecilnya Paul Young mengikuti orang tuanya yang hijrah ke Papua dalam pekerjaan misi. Ayahnya penganut Kristen Injili.
Paul Young tidak secara jelas menggambarkan dimana mereka di Papua saat itu. Umurnya ketika itu baru satu tahun. Sambil ayahnya bekerja, kata dia, ia diasuh oleh suku Dani. Ia sendiri menamakan tempat mereka bermukim kala itu sebagai Lembah Kanibal.
Ia menyebutnya demikian, karena di Papua saat itu, menurut dia, praktik ritual kanibal masih dijalankan. Dan pada saat itu lah ia mengatakan pernah mengalami pelecehan oleh mereka yang mengasuhnya.
Setahun berikutnya, ia pindah ke sebuah asrama di Papua untuk melanjutkan sekolah. Di tempat ini pun ia mengalami pelecehan dari beberapa pria di asrama itu.
Pengalaman traumatis selama bertahun-tahun di Papua tersebut di kemudian hari menyisakan berbagai persoalan dalam hidupnya. Dan Paul Young mengatakan, hal itu ikut mempengaruhi penulisan novel The Shack.
"Pelecehan seksual menjadi bagian yang merobek-robek jiwa kita," kata dia. "Bagi saya, The Shack adalah metafora mengenai tempat bagi kita menyimpan penderitaan," kata dia, sebagaimana dikisahkan oleh news.com.au.
Paul Young berusia 10 tahun ketika seluruh keluarganya meninggalkan Papua dan kembali ke Kanada. Pekerjaan ayahnya sebagai pendeta menyebabkan ia harus berpindah-pindah sekolah. Paul Young bersekolah di 13 sekolah yang berbeda sebelum ia lulus SMA.
Namun, hidupnya yang rumit tak hanya di masa remaja. Ketika sudah berkeluarga, ia pun dirudung masalah ketika ia berselingkuh dengan sahabat istrinya. Rumah tangga mereka nyaris hancur. Namun dengan bantuan seorang penasihat, perkawinan itu berhasil diselamatkan.
Masalah belum selesai. Pada tahun 2004, kombinasi dari ketidakberuntungan dan kesalahan memilih nasihat menyebabkan usaha yang dijalankannya bangkrut. Mereka terpaksa menjual rumah dan tinggal di tempat yang lebih kecil.
Pada saat itulah istrinya menyarankannya untuk menulis buku, sebagai warisan bagi anak-anaknya. Ia menyambut saran itu.
Dalam proses penulisan, ia mencoba mengangkat isu-isu dan mengajukan pertanyaan di seputar kehidupan. "Ada percakapan tentang rasa sakit, kehilangan, penderitaan dan soal kemanusiaan. Ada dialog. Saya mulai mencatat, di punggung serbet, di tas kertas toko, dan saya mengumpulkan itu semua. Lalu saya berpikir bagaimana jika saya menulis sebuah cerita tentang seseorang yang mengajukan pertanyaan."
Maka ia menulis sebuah novel, yang tokoh utamanya bermana Mackenzie Allen Philips, yang merupakan personifikasi dari dirinya sendiri. Dalam kisah yang ia tuliskan, digambarkan suatu hari Mack berkemah dengan tiga orang anaknya, ketika sebuah tragedi terjadi: ketiga anaknya itu meninggal.
Lalu empat tahun kemudian, Mack menerima surat dari 'Papa' yang tak lain dari Tuhan yang memanggilnya ke sebuah tempat yang ia sebut The Shack atau gubuk. Di sana lah ia bertemu dengan tiga sosok, yaitu Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Terjadilah dialog yang menjadi isi novelnya.
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...