Partai Komunis Kuba Tidak Lagi Larang Orang Percaya Tuhan
VATICAN CITY, SATUHARAPAN.COM – Presiden Kuba, Raul Castro, memastikan bahwa Partai Komunis Kuba tidak lagi melarang orang menjalankan agamanya seperti yang sudah-sudah. Pernyataan itu ia sampaikan di kantor Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi, setelah sebelumnya ia bertemu dengan Paus Fransiskus pada hari Minggu (10/4).
"Saya dari Partai Komunis Kuba, yang tidak memperbolehkan orang beriman, tapi sekarang kita memperbolehkannya, dan ini merupakan langkah penting," kata Castro, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita AP.
Kedatangan Raul Castro ke Vatikan bertujuan untuk mengucapkan terimakasih kepada Paus yang telah membantu menjembatani cairnya hubungan Amerika Serikat dengan Kuba. Ia mengatakan sangat terkesan akan kebijaksanaan Paus dan mempertimbangkan kembali menjadi seorang Katolik, sebagaimana dulu ia dibaptis semasa anak-anak.
Raul Castro mendapat sambutan hangat dari Paus yang menyapanya dengan "Bienvenido!" atau "Selamat datang," dalam Bahasa Spanyol. Presiden Kuba menundukkan kepala, menjabat tangan Paus dengan kedua tangannya dan mereka melakukan pembicaraan secara pribadi.
Pertemuan berlangsung hampir satu jam dan mereka menggunakan bahasa Spanyol ketika berbicara satu sama lain.
Setelah meninggalkan Vatikan, Castro, adik Fidel Castro, yang memimpin revolusi yang membawa Komunis berkuasa di Kuba, melontarkan banyak pujian kepada Paus.
Dalam konferensi pers, Castro menekankan bahwa dirinya dulu dididik di sekolah Jesuit. Dan ia mengatakan bahwa Paus juga adalah seorang Jesuit.
"Saya membaca semua pidato dan komentar-komentar Paus, dan jika Paus terus seperti ini, saya akan kembali berdoa dan kembali ke gereja, dan saya tidak bercanda," katanya.
Ini dapat dianggap sebagai sebuah pernyataan mengejutkan dari seorang pemimpin negara komunis, yang di masa lalu melancarkan tindakan keras terhadap para pembangkang, yang menuai kritik tajam dari Vatikan.
Paus Fransiskus dijadwalkan mengunjungi Kuba September mendatang. Oleh kalangan Gereja Katolik, kedatangannya diharapkan menjadi kesempatan baik untuk memainkan peran yang lebih besar dalam transformasi dan reformasi yang sedang berlangsung di negara tersebut.
Uskup Agung Tlalnepantla, Meksiko, Carlos Aquiar Retes, yang juga presiden Konferensi Uskup Agung Amerika Latin, termasuk salah satu yang mendorong agar Paus melakukan kunjungan ke Kuba. "Apakah kita mau menerimanya atau tidak, Kuba mengalami transformasi. Dalam transformasi ini, lembaga yang paling diharapkan oleh masyarakat Kuba untuk memberikan respon adalah Gereja Katolik," kata Retes, dikutip dari Catholic News Services, 24 April 2015.
"Gereja terus menjadi sebuah entitas dengan kehadiran di seluruh pulau, dalam bentuk kelompok-kelompok kecil, tapi tetap ada," kata dia.
"Tidak ada lembaga lain dari jenis ini yang dapat memberikan respon seperti ini kepada orang-orang sehingga mereka dapat mengekspresikan iman mereka dalam masyarakat."
Pastor Federico Lombardi, juru bicara Vatikan, telah mengonfirmasi bahwa Paus Fransiskus akan melakukan perjalanan ke Kuba pada bulan September, yang menandai kedua kalinya dalam waktu kurang dari empat tahun yang Paus melakukan perjalanan ke negara di kepulauan Karibia itu. Paus Benediktus XVI mengunjunginya pada tahun 2012.
Kuba dianggap salah satu negara yang paling sedikit umat Katoliknya di di Amerika Latin -- hanya 27 persen dari populasi -- menurut survei Univision dan Fusion. Sedikitnya umat Katolik negara ini merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah Komunis yang menjalankan sekularisme setelah revolusi tahun 1959.
Walau kecil, Gereja Katolik Kuba telah mendapatkan kembali kehadirannya di sana setelah Paus Yohanes Paulus II mengunjungi negara itu pada tahun 1998. Sejak itu pembatasan agama dikendurkan.
BKSDA Titipkan 80 Buaya di Penangkaran Cianjur
CIANJUR, SATUHARAPAN.COM - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah I Bogor, mengakui 80 ek...