Loading...
INDONESIA
Penulis: Eben E. Siadari 00:18 WIB | Senin, 07 November 2016

Profesor Australia: Jokowi Hadapi Krisis Politik Serius

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan sambutan pengantar pada Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Selasa, 2 November 2016. (Foto: BPMI Setpres)

CANBERRA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo dinilai sedang menghadapi krisis politik paling serius selama masa kepresidenannya, menyusul terjadinya aksi unjuk rasa 4 November yang oleh sebagian media disebut dihadiri 100.000 peserta.

Keadaan dapat berubah dan bergerak dengan cepat secara tak terduga. Dan ancaman terhadap kerukunan agama dan etnis di Indonesia, negara yang selama ini dikenal toleran, dapat muncul jika ia salah langkah.

Analisis ini dikemukakan oleh Profesor Emeritus Perekonomian Asia Tenggara di Australian National University (ANU), Hal Hill, melalui sebuah tulisannya yang dimuat oleh Australian Financial Review, 6 November 2016.

Menurut Hal Hill, sampai beberapa bulan terakhir, Presiden Joko Widodo telah berhasil melakukan manuver terhadap semua lawan politiknya dan mengkonsolidasikan kekuasaan di bawah kendalinya.

Agenda prioritasnya, kata Hal Hill, juga semakin terlihat jelas pada dua tahun terakhir. Kepribadiannya yang sangat sederhana, menurut dia, membungkus kecekatan dan ketrampilannya sebagai politisi, yang bangkit secara cepat dari lingkungan politik lokal ke panggung nasional tanpa didukung oleh jalur kepresidenan tradisional -- dinasti keluarga, militer atau uang.

Hill juga menilai agenda kebijakan ekonomi Jokowi pragmatis dan berorientasi pembangunan. Setelah dua kali melakukan reshuffle kabinet, agenda kebijakan ekonominya terefleksi dari penunjukan menteri-menteri di kabinetnya. Hill menilai, menteri-menteri ekonomi Jokowi sangat kuat, terutama dengan kembalinya Sri Mulyani ke Indonesia dan dilantik menjadi menteri keuangan.

Lalu datanglah unjuk rasa 4 November. Di mata Hal Hill, pemicu unjuk rasa ini tidak lebih dari riwayat lama tentang perangai elemen Muslim fundamentalis yang "selalu tidak suka dengan gagasan seorang Kristen dan etnis Tionghoa menjadi gubernur." Dan mereka, kata Hill, mendapat momentum ketika beberapa pekan sebelumnya, Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengucapkan perkataan yang dinilai menyerang Islam.

Seiring dengan kampanye pilkada, elemen Muslim fundamentalis tersebut, menurut Hill, mengumpulkan momentum dan mereka mampu memobilisasi koalisi yang luas dengan kelompok Muslim yang lebih moderat. Lalu dengan bantuan intervensi tak langsung dari seorang mantan presiden, aksi unjuk rasa digelar pada 4 November.

"Apa yang terjadi pada hari Jumat -- yang saya amati dalam perjalanan ke sebuah rapat di Jakarta Pusat - adalah ekspresi perbedaan pendapat secara damai dan demokratis, dikelola dengan baik oleh polisi, sebelum berubah menjadi jahat setelah sore, dan melewati batas waktu 12 jam yang ditetapkan," tulis Hill.

"Kelompok yang belum sepenuhnya teridentifikasi mengambil kendali protes dan memicu penjarahan signifikan, meskipun terbatas, dengan fokus  komunitas bisnis etnis Tionghoa," tulis Hill.

Hill belum dapat menebak bagaimana arah krisis politik ini. Di satu sisi, ia melihat Jokowi telah berkali-kali membantu Ahok dari kesulitan. Namun, di sisi lain, Jokowi juga telah mengumumkan bahwa dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok akan diselidiki oleh polisi.

Sampai sejauh ini, kata Hill, Jokowi telah secara luar biasa menjadi politisi sukses, yang secara terus-menerus diremehkan oleh lawannya. Ia juga sangat populer.

Dengan rekam jejak itu, Hal Hill memperkirakan Jokowi akan dapat mengelola episode ini secara efektif. Kendati demikian, satu hal yang pasti, menurut dia, Jokowi akan semakin lebih fokus pada prioritas domestik pada bulan-bulan mendatang. Dan karena itu, kebijakan luar negerinya masih harus menunggu untuk lebih agresif lagi.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home