Ridwan Hakim Ungkap Identitas Suami Bunda Putri
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Anak Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin, Ridwan Hakim mengungkap identitas suami Bunda Putri dalam sidang suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq
"Saya panggilnya Pak Hasanuddin," kata Ridwan saat bersaksi di pengadilan Tindak Pidana Koruspi Jakarta, Senin.
Pengakuan Ridwan tersebut terungkap setelah ketua majelis hakim Gusrizal Lubis mendesak Ridwan.
"Saudara kan sudah lama mengenal Bunda Putri, sudah sering datang ke rumahnya minimal tahu penghuni rumah siapa saja, kok ini tidak tahu? Jadi muridnya juga kok tidak tahu identitas?" desak Gusrizal.
Gusrizal terus mendesak Ridwan mengungkapkan pekerjaan Hasanuddin.
"Dia kerja di mana?" tanya Gusrizal.
"Saya tidak paham," jawab Ridwan.
"Kok ngomong sepotong-sepotong?" tanya Gusrizal.
"Kan urusan saya bukan dengan dia, saya menghormati privatisasi keluarga orang," ungkap Ridwan.
"Ini sidang terbuka, siapa?" tegas Gusrizal.
"Dia Pak Dirjen (Direktur Jenderal) Holtikultura Departemen Pertanian," jawab Ridwan.
Dirjen Holtikultura di Kementerian Pertanian saat ini memang dijabat Hasanuddin Ibrahim.
Ridwan pun mengaku bahwa Bunda Putri yang bernama Non Saputri tersebut adalah guru bisnisnya.
"Ada tiga syarat belajar di Bunda Putri, syarat pertama saya harus melupakan ayah saya, terus saya tidak boleh melakukan usaha berkaitan dengan kementerian-kementerian apapun, terutama kementerian yang berhubungan dengan PKS dan saya harus belajar mendengarkan dan duduk," ungkap Ridwan.
Bunda Putri menurut Ridwan adalah pengusaha bidang perkebunan, namun bukan kader PKS.
Selain berhubungan dengan Bunda Putri, Ridwan juga menjalin komunikasi dengan orang dekat Luthfi, Ahmad Fathanah.
"Saya tiga-empat kali bertemu Fathanah, tapi obrolan hanya ngalor-ngidul," ungkap Ridwan.
Pertemuan itu terjadi di Cilandak Town Square
"Di Citos, hanya bercanda-canda saja, tentang perempuan, tentang mobil, biasa laki-laki Pak, tidak ada bicara bisnis," ungkap Ridwan.
Namun saat digali apakah membicarakan mengenai kuota daging impor, Ridwan akhirnya mengakui pernah membicarakan hal itu.
"Tapi saya tidak paham pembicaraannya, saya berkali-kali bicara dengan dia, namun Fathanah itu tipe yang gigih," ungkap Ridwan.
Terkait kasus ini, Fathanah sudah divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan pidana karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Sedangkan Luthfi didakwa melakukan korupsi dan TPPU berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar.
Selanjutnya pasal 3 ayat (1) huruf a, b, dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan UU no 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Serta pasal 6 ayat (1) huruf b dan c UU No15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai orang yang menerima atau menguasai harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan Rp15 miliar. (Ant)
BKSDA Maluku Amankan Kakaktua Koki di Kapal
AMBON, SATUHARAPAN.COM - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku mengamankan satwa...