Loading...
RELIGI
Penulis: Dewasasri M Wardani 16:12 WIB | Jumat, 28 September 2018

Surat Keprihatinan PGI atas Aksi Pelarangan Ibadah di Jambi

Ilustrasi. Sejumlah warga mendadak menangis histeris di depan gereja Methodist Indonesia Kanaan Jambi ketika gereja yang dipakai mereka bakal disegel oleh Pemkot Jambi, Kamis (27/9/2018). (Foto: pgi.or.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Kota Jambi telah menyegel tiga gereja yakni Huria Kristen Indonesia (HKI), Gereja Methodist Indonesia (GMI), dan Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA), yang berada di Kelurahan Kenali Barat, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi pada Kamis (27/9/2018).

Penyegelan yang disertai dengan pelarangan ibadah di ketiga gedung gereja tersebut, merupakan tindak lanjut dari sebuah pertemuan antara Front Pembela Islam (FPI), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Adat Melayu, dan Pemerintah Kota Jambi, yang tidak melibatkan pihak gereja.

Peristiwa semacam itu menambah panjang daftar gereja yang ditutup/disegel.

Saat iklim demokrasi tengah dibangun oleh negara ini, aksi-aksi semacam ini justru terus terjadi, bahkan hanya karena alasan administratif menyangkut perizinan. Kebebasan menjalankan ibadah adalah hak konstitusional warga yang dijamin oleh UUD.

Dan dalam rangka menjalankan hak konstitusional warga tersebut, tentulah dibutuhkan tempat untuk beribadah, yang untuk umat Kristen berupa gedung gereja. Ketiga jemaat tersebut telah lama memiliki gedung gereja masing-masing.

Sebagai warga negara yang taat hukum, mereka sudah sejak lama mengupayakan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadah seturut dengan regulasi yang ada. Namun, oleh berbagai alasan yang tak masuk logika hukum, ketiganya, sama seperti ratusan gereja di tempat lain, tidak kunjung memperoleh IMB tersebut.

Ketiganya, juga bukannya mengabaikan izin lingkungan. Mereka berinteraksi baik dengan masyarakat di sekitar gedung gereja selama bertahun-tahun. Ketiga gereja tersebut sudah lama berdiri di sana, dan tidak pernah melakukan gangguan terhadap masyarakat sekitar, baik berupa suara yang melebihi kepatutan maupun kegaduhan lainnya.

Atas peristiwa tersebut, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyatakan beberapa hal, yaitu:

1. Menyatakan keprihatinan yang mendalam, karena pemerintah setempat yang seharusnya berfungsi untuk memfasilitasi umat beribadah, apa pun agamanya, malah terlibat dalam upaya penyegelan dan pelarangan ibadah di gedung gereja tersebut. Sekalipun mereka belum memiliki IMB, itu bukanlah karena faktor kesengajaan tetapi lebih karena faktor-faktor di luar kemampuan mereka, yang seharusnya difasilitasi dan diselesaikan oleh aparat pemerintah setempat.

2. Prihatin jika penyegelan dan pelarangan ibadah di gedung gereja seperti ini terus terjadi hanya karena tekanan dari massa yang dimobilisasi. Sebab itu, kami menuntut aparat negara di berbagai aras untuk aktif menjalankan tugasnya memfasilitasi dan melindungi hak-hak masyarakat untuk menjalankan kewajiban ibadahnya. Hal ini mendapat penentangan dari masyarakat lain, adalah tugas negara mendidik dan mencerdaskan masyarakat untuk dapat menerima dan menghargai keberadaan umat lain yang berbeda agamanya, termasuk menerima kehadiran ekspresi peribadahannya sepanjang tidak mengganggu ketertiban dan keamanan.

3. Kebebasan beribadah adalah bagian dari hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi oleh alasan apa pun (non derogable) sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 28 I ayat 1, dan olehnya, negara dituntut untuk sesegera mungkin mengimplementasikannya kepada ketiga gereja tersebut di atas berikut gereja-gereja lain yang mengalami nasib sama di berbagai tempat lainnya di Indonesia.

4. Menuntut para pemimpin umat beragama dan pemimpin lembaga masyarakat di berbagai aras, terutama yang berada di Kota Jambi untuk mendidik umatnya beragama dengan cerdas dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, dan tidak mengedepankan kehendak dengan mengandalkan kekuatan massa dan suara. Kenyataan kemajemukan Indonesia mengharuskan kita untuk dapat saling menerima dan menghargai di tengah perbedaan yang ada, termasuk menerima dan menghargai kehadiran gedung gereja, yang merupakan ekspresi dari kebebasan agama yang dijamin oleh undang-undang.

Kiranya dengan rasa takut kepada Tuhan, dan kesetiaan pada amanat konstitusi, kita semua dapat membangun Indonesia yang lebih beradab dan berkemajuan, melebihi kepentingan-kepentingan sektarian, dan apalagi kepentingan sesaat dalam rangka kontestasi pilkada, pileg maupun pilpres. (PR)

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home