Loading...
INDONESIA
Penulis: Wim Goissler 20:48 WIB | Kamis, 09 November 2017

"Ucapan Barnabas Suebu Picu Nasionalisme Papua"

Barnabas Suebu (Foto: Tabloid Jubi)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM – Ucapan Mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu, yang menyatakan menyesal bergabung dengan Indonesia, akan menjadi kampanye gerakan perlawanan Papua terhadap Jakarta. Ucapan Pak Bas, sapaan akrabnya, mendapat tanggapan serius dari sejumlah tokoh Papua dan banyak yang menilai hal itu bukan sekadar kekecewaan personal terkait kasus hukum yang dialami oleh Pak Bas.

“Ketidakadilan yang dialami oleh Pak Bas akan menyadarkan semua orang Papua bahwa kami menyesal bergabung dengan negara ini. Kami akan terus kampanye “Kami Papua Meyesal Bergabung dengan NKRI” untuk menghidupkan kembali semangat nasionalisme Papua yang lebih militan lagi dalam melawan Jakarta,” kata Pengajar Hukum Internasional Universitas Cendrawasih, Marinus Yaung, kepada satuharapan.com (08/11). Marinus Yaung adalah salah seorang tokoh muda Papua yang dekat dengan Barnabas Suebu dan membantu mantan gubernur itu dalam menghadapi persoalan hukum yang dihadapinya.
 
Dalam sebuah konferensi pers yang videonya telah menjadi viral, Barnabas Suebu mengaku kecewa menjadi warga negara Indonesia. Hal itu ia ungkapkan seusai mengikuti sidang putusan di Mahkamah Konstitusi pada Selasa (07/11), yang menolak uji materiil Undang-undang Pemasyarakatan. Barnabas Suebu merupakan salah seorang tokoh yang menggugat, bersama dengan mantan menteri agama Suryadharma Ali, advokat Otto Cornelis Kaligis, mantan ketua DPD Irman Gusman, dan mantan sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno.

“Saya sebagai orang Papua menyesal ikut bergabung ke NKRI. Di pengadilan saya juga tidak terbukti satu sen pun korupsi. Tapi saya masih dizolimi. Jadi saya menyesal.Tulis itu ya,” kata mantan Gubernur Papua 2009-2014 itu.

Menurut Barnabas, putusan majelis hakim tidak memiliki rasa keadilan dan bertentangan dengan nilai- nilai Pancasila. Menurut dia, sebagai warga binaan, dia melakukan pengajuan uji materiil sebagai upaya mencari keadilan dalam hal mendapatkan hak remisi. Barnabas dan kawan-kawan berpendapat bahwa terjadi diskriminasi dalam menerapkan pemberian remisi bagi warga binaan terhadap kasus tindak pidana korupsi. Karena itu mereka mengajukan uji materiil atas pelaksanaan UU Pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan nilai HAM.

Ucapan Barnabas yang menyiratkan dukungan pada pemisahan diri dari Indonesia, telah menjadi diskusi di kalangan Papua, melampaui alasan mengapa ia mengemukakan hal itu sekarang – bukan sejak dulu. Kendati ada yang menilai Barnabas Suebu mengatakan hal itu dikarenakan kekecewaan pribadi dan tidak ingin mendukung kemerdekaan Papua, tidak sedikit pihak yang menganggap ini adalah pernyataan serius dan dapat memiliki implikasi signifikan di masa mendatang.

Pendeta Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI), Phil Karel Erari, mengatakan apa yang disampaikan oleh Barnabas Suebu harus mendapat perhatian dari pemerintah dan rakyat Papua. Menurut dia, apa yang disuarakan oleh Barnabas Suebu memiliki benang merah dengan yang pernah dikatakan oleh mantan gubernur Papua lainnya, Freddy Numberi.

“Freddy Numberi dalam buku Quo Vadis Papua, 2015 (mengatakan), 1. Negara gagal mengIndonesiakan orang Papua; 2. Negara gagal memenangkan hati dan pikiran orang Papua. 3.  Telah lahir ketidakpercayaan, distrust rakyat Papua terhadap pemerintah. Sedangkan pada November 2017, Barnabas Suebu mengatakan “Akibat ketidak adilan hukum dan karena saya dizolimi, maka saya menyesal bergabung dengan Republik Indonesia. Sebagai pemerhati HAM di Papua, saya mohon suara kedua mantan gubernur Papua di atas, didengar oleh Presiden Jokowi,” kata Phil Erari. lewat akun FB-nya hari ini (09/11).

Marinus Yaung mengatakan sudah lama pleidoi Barnabas Suebu yang berjudul “Saya bukan Koruptor”  sampai di meja Presiden Joko Widodo karena diserahkan langsung ke tangan Jokowi. “Tetapi presiden sepertinya tidak menanggapi upaya pembelaan dan pencarian keadilan Pak Barnabas Suebu,” kata dia.

Marinus Yaung mengatakan dirinya terus ikut mendampingi Barnabas Suebu selama satu tahun terakhir dan telah membantu semaksimal mungkin dengan menyampaikan semua dokumen hukum yang dibutuhkan. Namun, kata Marinus, respons yang diharapkan mengecewakan. 

Marinus memperkirakan akan semakin banyak muncul resistensi terhadap pemerintah dalam bulan-bulan ke depan. Apalagi Barnabas Suebu adalah tokoh yang sangat dihormati di Papua.

“Dalam kasus Pak Bas Suebu, saya sampaikan (kepada Jokowi, Red), bahwa waktu Gus Dur jadi presiden, Papua sudah hampir lepas dan mengikuti jejak Timor Leste, tetapi presiden Gus Dur cepat merespons dan menjadikan Pak Bas Suebu –waktu itu menjabat Dubes di Meksiko dan Panama – sebagai special envoy untuk menjembatani komunikasi antara Gus Dur dengan Pak Theys Eluay dan tokoh-tokoh Presidium Dewan Papua. Lalu Pak Bas diutus ke beberapa negara untuk meredam internasionalisasi Papua,” lanjut Marinus.

Menurut Marinus, hanya Bas Suebu yang mampu melakukan lobi politik dan membangun komunikasi dengan kelompok yang sangat keras terhadap Jakarta, seperti United Liberation  Movement for West Papua (ULMWP). “Tetapi sepertinya presiden tidak mendengar masukan saya, jadi saya hanya bisa katakan, kasus ketidakadilan yang dialami Pak Bas semakin meyakinkan kami bahwa tidak ada masa depan yang baik bagi orang Papua di republik ini,” kata Marinus Yaung, salah seorang dari sejumlah tokoh yang diundang Jokowi ke Istana Negara pada Agustus lalu, untuk mendengarkan permasalahan Papua.

“Saya berharap pemikiran saya ini dapat diakomodir oleh Pak Jokowi,” tutur dia.

Tokoh-tokoh garis keras pro-penentuan nasib sendiri Papua, menilai pernyataan Barnabas Suebu dapat menjadi bagian dari upaya internasionalisasi masalah Papua. “Semoga pernyataan sang Tokoh bangsa Melanesia ini dipegang dan menjadi amunisi baru bagi pejuang keadilan dan perdamaian dimana saja, terutama ULMWP,” kata Socrates Sofyan Yoman, Ketua Badan Pelayan Gereja Baptis Papua.

Kendati demikian, reaksi netizen cukup beragam yang mencerminkan sikap pro dan kontra terhadap sosok Bas.  “Siapa saja pasti kecewa kalau dalam posisi seperti beliau. Kita berdoa kepada beliau agar Tuhan beri kekuatan dalam menghadapi masalah ini,” tulis seorang netizen.

Netizen yang lebih kritis, menilai reaksi Bas sebagai hal yang sia-sia. “Saat Anda jàdi orang no 01 tidak perah omong, sekarang baru menyesal. Apa itu tidak ada gunanya,” kata netizen lain.

Tetapi sambutan positif juga muncul. “Proses Tuhan baik sehingga membuka mata beliau bahwa itu uang kembali hasil kesetiaan beliau pada republik, so kita tunggu langkah beliau apakah akan kembali jadi poros kekuatan politik baru di Tanah Papua atau dihabisi seperti tuan Thom W.  dan Theys Eluay,” kata netizen berikutnya.

“Itu tandanya pro revolusi makin kuat. Ucapkan selamat bergabung saja...cintai mereka, sayangi mereka,” kata salah satu netizen memberikan sambutan positif kepada Bas.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home