UE: Anggota ISIS Asing Bisa Didakwa Kejahatan Perang Jika Kembali
BRUSSELS, SATUHARAPAN.COM-Pejuang asing anggota kelompok ekstrimis ISIS yang pulang dari konflik di Irak dan Suriah harus didakwa dengan kejahatan perang, kata sebuah badan yang didukung Uni Eropa pada hari Sabtu (23/5).
Banyak tersangka semacam itu saat ini hanya menghadapi dakwaan di bawah undang-undang terorisme domestik, kata Genocide Network, sebuah badan yang dibentuk pada 2002 oleh Uni Eropa untuk berkoordinasi antara penyelidik dan jaksa nasional.
Tetapi mereka dapat menghadapi dakwaan yang lebih luas di bawah hukum internasional yang mencakup beberapa kejahatan terburuk yang terjadi selama konflik, termasuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, kata jaringan yang berbasis di badan kerja sama peradilan Eropa, Eurojust.
"ISIS seharusnya tidak hanya dianggap sebagai organisasi teroris," katanya dalam sebuah laporan baru. Kelompok ekstremis itu dapat diperlakukan di bawah hukum humaniter internasional sebagai "pihak dalam konflik bersenjata non-internasional di Irak dan Suriah yang bertindak sebagai kelompok bersenjata non-negara yang terorganisir," katanya.
"Karena itu, para anggotanya dan pejuang teroris asing dapat bertanggung jawab karena melakukan kejahatan perang dan kejahatan inti internasional lainnya."
Keadilan untuk Korban
Contoh pejuang asing yang kembali dituntut dengan tuduhan kumulatif sudah ada di Prancis, Jerman dan Belanda, kata laporan jaringan itu.
Sebagai contoh, seorang ekstremis Jerman yang merekam video di telepon selulernya memotong telinga dan hidung seorang prajurit Suriah yang tewas di luar kota Aleppo di Suriah, dijatuhi hukuman delapan setengah tahun di balik jeruji besi. Dia dinyatakan bersalah atas kejahatan perang, karena "menghina martabat pribadi."
Di Belanda, seorang pejuang ekstremis Belanda dijatuhi hukuman tujuh setengah tahun, karena berpura-pura tertawa di sebelah seorang pria yang disalibkan di kayu salib dan berbagi gambar di Facebook.
Eurojust dan Genoside Network mengatakan bahwa penuntutan semacam itu juga dapat dilakukan dalam skala global untuk menuntut para pejuang asing lainnya yang kembali ke negara asal mereka.
“Menuntut pelanggaran terorisme yang dikombinasikan dengan tindakan inti kejahatan internasional memastikan tanggung jawab pidana penuh terhadap para pelaku, menghasilkan hukuman yang lebih tinggi dan memberikan lebih banyak keadilan bagi para korban, kata laporan itu.
"Dengan mengenali dan memberi nama kejahatan ini apa adanya, oleh karenanya keadilan dapat dibawa bagi korban," tambahnya.
Laporan tersebut mengutip sebuah studi yang dilakukan oleh Pusat Internasional untuk Studi Radikalisasi (International Centre for the Study of Radicalization) yang berbasis di London pada pertengahan 2018. Pusat itu mengatakan ada 7.252 orang di Eropa Timur dan 5.904 orang di Eropa Barat yang terkait dengan kelompok ISIS, termasuk mantan pejuang, wanita dan anak-anak.
Sekitar 2.000 pejuang masih ditahan oleh pasukan Suriah dan 1.000 lainnya ditahan di Irak. Banyak dari mereka sebelumnya adalah warga negara Eropa, terutama dari Perancis, Inggris dan Jerman. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...