Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:22 WIB | Rabu, 18 September 2019

WWF-Indonesia Usul Indonesia Darurat Karhutla Selamatkan Hutan Tersisa

Musim kemarau yang panjang terjadi di tahun 2019 mulai mempengaruhi lingkungan, salah satunya adalah kejadian Karhutla yang terjadi di kawasan Konservasi Cagar Alam Teluk Pamukan, Desa Mulyodadi, Kecamatan Pamukan Selatan, Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada Minggu (8/9). (Foto: ksdae.menlhk.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kebakaran hutan dan lahan meluas di Sumatera dan Kalimantan menimbulkan kabut asap pekat, membuat WWF-Indonesia mengusulkan Indonesia darurat karhutla guna menyelamatkan hutan yang tersisa.

Direktur Konservasi WWF-Indonesia Lukas Adhyakso, dalam diskusi Indonesia Darurat Karhutla dan Upaya Penyelamatan Hutan yang Tersisa di Jakarta, pada Selasa (17/9), mengajak kepedulian semua pihak untuk memadamkan api mengingat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) semakin parah. Berdasarkan data hasil monitoring Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sekitar 300.000 hektare hutan dan lahan sudah terbakar.

Penyebab kebakaran, menurut dia, sangat kompleks. Selain karena cuaca kering, kondisi alam yang buruk, kawasan yang begitu luas harus dijaga juga karena masih maraknya pembukaan lahan secara ilegal.

WWF-Indonesia, lanjutnya, sudah merasa kewalahan menangani kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sekitar fasilitas dan lokasi program konservasi yang dijalankan di Sumatera dan Kalimantan, contohnya seperti di Hutan Lindung Gambut Londerang di Jambi, sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Riau, sekitar Taman Nasional Tesso Nilo di Riau, sekitar Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah.

Kawasan-kawasan hutan tersebut, ia mengatakan selama ini mereka sudah mencoba pertahankan untuk tidak terbakar, namun pihaknya kewalahan. Masih banyak wilayah lain yang saat ini juga masih terbakar.

“Kita perlu tingkatkan upaya bersama, dan supaya ini menjadi darurat karhutla Indonesia. Kita butuh semua pihak padamkan api bersama, dan ke depan perlu ditingkatkan kepedulian semua pihak agar kejadian seperti ini tidak berlanjut,” kata Lukas.

Direktur Policy and Advocacy WWF-Indonesia Aditya Bayunanda mengatakan, berdasarkan data yang diperoleh Eyes of the Forest dalam tujuh hari terakhir, karhutla terlihat terjadi di wilayah konsesi maupun nonkonsesi. Kebakaran hutan dan lahan sejauh ini terjadi di wilayah Area Penggunaan Lain (APL) bahkan di wilayah yang notabene merupakan area konservasi.

Area-area yang juga banyak terbakar terpantau terjadi di sekitar atau bersebelahan dengan konsesi, lanjutnya.

Karhutla, menurut Aditya, terjadi di lahan mineral maupun gambut, dan sama-sama terbakar yang diduga untuk pembukaan lahan. Kondisi yang membedakan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dengan negara lain, yakni lahan dibakar dalam konteks kesengajaan untuk kemudian dikuasai lahannya.

“Tapi yang terjadi di Brasil sekarang ini mirip. Mereka membakar untuk dibuat ranch,” kata Aditya.

Namun demikian, ia menegaskan upaya untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di area gambut menjadi persoalan karena sangat sulit untuk dipadamkan. Jikapun lapisan atas padam, terkadang di bagian bawah masih menyala dan berpotensi menyebar semakin luas. (Antaranews.com)

 

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home