Loading...
EKONOMI
Penulis: Reporter Satuharapan 16:26 WIB | Kamis, 25 Januari 2018

Harga Premium Seharusnya Rp8.925 Per Liter Bukan Rp 6.550

Ilustrasi. Seorang petugas saat berjaga di panel Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium seharusnya dijual Rp8.925 per liter di tengah harga minyak dunia yang terus melambung.

Dalam diskusi di Kantor Indef, Jakarta, hari Kamis (25/1), Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto, memaparkan jika dihitung dengan harga minyak mentah Brent sebesar 70 dolar AS per barel dan kurs rupiah pada level Rp13.321, harga BBM jenis Premium seharusnya dijual Rp8.925/liter, minyak tanah Rp7.592/liter dan solar Rp9.058/liter.

"Harusnya harga keekonomian premium kita sudah Rp8.925. Secara keekonomian harganya sudah ditahan. Sementara harga BBM di SPBU berlaku sampai 31 Januari 2018, Premium dijual Rp6.550," kata Eko.

Ada pun berdasarkan harga yang berlaku pada 16-31 Januari 2018, Pertamina menetapkan harga jual BBM jenis Pertamax sebesar Rp8.600/liter, Pertalite Rp7.600/liter, dan penugasan untuk Premium sebesar premium Rp6.550/liter.

Eko menilai selisih "gap" harga yang sangat besar terhadap penjualan Premium tentunya berdampak pada penurunan keuntungan Pertamina sebagai operator mengingat BBM jenis Premium merupakan penugasan dari pemerintah (PSO).

Ia memprediksi tren harga minyak dunia akan terus naik sampai 2019. Kenaikan tersebut memang menguntungkan dari sisi hulu atau perusahaan minyak yang akan bertambah pendapatannya, namun dari sisi hilir akan berdampak pada meningkatnya harga BBM dan komoditas hilir lainnya terutama pangan.

"Ada kemungkinan besar harga minyak naik, produk olahannya, BBM, juga naik. Kalau melihat Pertamina yang terjadi adalah penurunan keuntungan. Masih untung, tapi ada beban PSO," ungkapnya.

Ia menambahkan jika semua selisih harga BBM ditanggung Pertamina, tentunya akan mengganggu kelancaran bisnis sehingga keuntungan akan semakin tergerus. Akibatnya, kemampuan investasi perseroan pasti semakin melemah di tengah kondisi saat ini yang membutuhkan banyak kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.

Dampak kenaikan harga minyak juga tentunya berpotensi semakin mengurangi daya beli masyarakat karena konsumsi BBM meningkat per tahun dan pendapatan masayarakat akan dialihkan pada beban energi tambahan.

Indef meminta pemerintah perlu segera menentukan langkah yang dipilih, antara lain 1) meneruskan sebagian atau keseluruhan kenaikan harga minyak global ke konsumen; 2) menugaskan Pertamina menanggung selisih harga dengan konsekuensi penutunan keuntungan serta setoran deviden; dan 3) menambah Penanaman Modal Negara (PNM) sebagai konsekuensi penugasan tersebut. (Antara)

 

 

Editor : Melki Pangaribuan


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home