Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 08:29 WIB | Jumat, 28 April 2017

Jaksa Cecar Keponakan Setnov Terkait Modal e-KTP

Sekjen Golkar Idrus Marham (kedua kiri) bersama pengurus DPP Partai Golkar lainnya mengacungkan tangan usai memberi keterangan pers menanggapi isu-isu terkini di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (25/4). Pengurus DPP Golkar menegaskan seluruh kader Golkar tetap solid untuk mendukung Setya Novanto meskipun ketua umum Golkar tersebut terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dan dicegah KPK ke luar negeri. (Foto: Antara)

Jaksa Penuntut Umum KPK mencecar keponakan Ketua DPR Setya Novanto bernama Irvanto Hendra Pambudi terkait kekuatan modal PT Murakabi Sejahtera miliknya yang memimpin konsorsium Murakabi untuk mengikuti lelang pengadaan KTP Elektronik (e-KTP).

"Berapa modal Murakabi saat mengikuti tender e-KTP? Tahu kan nilai proyek e-KTP Rp 5,9 triliun?" tanya Jaksa Irene di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (27/4).

"Waktu ikut tender saya cukup percaya diri dari kontrak di luar... kami punya sekitar Rp 600 miliar," jawab Irvan.

Irvan bersaksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Irvan mengaku PT Murakabi itu dibelinya pada 2006 dengan membeli saham adik Andi Narogong, Vidi Gunawan. Irvan sudah mengenal Vidi yang merupakan teman SMA-nya di Bogor. Sehingga Irvan pun menjabat sebagai Manager Business Development PT Murakabi Sejahtera pada 2007-2010 dan pada 2010 ia menjadi direktur pada perusahaan itu.

"Saat saya beli saham PT Murakabi sebesar 30 persen itu Rp 30 juta jadi total modal Rp 120 juta tapi itu tahun 2006 lalu kami dapat klien-klien besar ada yang sampai Rp 600 miliar" ungkap Irvan.

"Lalu dari proyek Rp 600 miliar dapat keuntungannya berapa ?" tanya jaksa Irene.

"Kami ada satu proyek yang Rp 600 miliar, di luar itu masih ada proyek lain," jawab Irvan.

"Apa Murakabi hanya ikut menambah-nambah saja dari dua perusahaan lain atau diinfokan perusahan pendamping saja?" tanya jaksa Irene.

"Tidak, tapi PT Stacopa memang modalnya lebih besar dari Murakabi. Murakabi jadi pemimpin karena di 4 perusahaan konsorsium murakabi yang punya izin botasupal hanya Murakabi," jelas Irvan. 

Konsorsium Murakabi Sejahtera terdiri dari PT Murakabi, PT Java Trade, PT Aria Multi Graphia (AMG) dan PT Stacopa.

"Kami menjadi `lead` karena kami punya `certified` pencetakan uang, kita punya botasupal, terus kita juga punya sertifikasi untuk pencetakan kartu telepon dan kartu isi ulangnya dibanding dua perusahaan lain yaitu Java Trade dan AMG tapi urusan jaringan kami tidak tahu apa-apa jadi kami ambil Sisindokom, dia itu untuk jaringan untuk komunikasi data," ungkap Irvan.

"Apakah saudara jadi `lead` karena tahu saudara keponakan Setnov?" tanya jaksa Irene.

"Tidak ada urusannya," jawab Irvan.

"Orang-orang tahu Anda keponakan Setnov?" tanya jaksa Irene.

"Sepertinya tidak dan tidak perlu tahu juga," jawab jaksa Irene.

Pada 2012 akhir, Irvan lalu menjual 15 persen sahamnya kepada salah satu staf Murakabi bernama Ipung. Murakabi pun kalah dalam tender e-KTP.

"Saat kalah kita langsung bubar dari konsorsium, kebetulan saya tidak bersentuhan lagi dengan e-KTP karena Murakabi sedang pegang 4 pekerjaan," tambah Irene.

Dalam dakwaan disebutkan Andi Narogong membentuk tiga konsorsium yaitu konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), konsorsium Astapraphia dan konsorsium Murakabi Sejahtera yang seluruhnya sudah dibentuk Andi Narogong sejak awal untuk memenangkan Konsorsium PNRI dengan total anggaran Rp5,95 triliun kemudian mengakibatkan kerugian negara Rp 2,314 triliun. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home