Loading...
INSPIRASI
Penulis: Widianto Nugroho 20:13 WIB | Sabtu, 02 Agustus 2014

Menggapai Keheningan

Elia di Gunung Horeb karya Daniele da Volterra (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Betapa riuhnya dunia kita saat ini? Ribuan orang berjubel di jalan setiap paginya diiringi bunyi klakson bersahut- sahutan bagai hasrat seorang joki mencambuk tunggangannya berharap melaju lebih cepat. Orang-orang memacu rasa, adrenalin, sambil bergumam keras di dalam hati semoga hari ini tidak lagi terlambat dan mendapat senyum masam dari bos. Secara berkala setiap 10 atau 15 menit mata menyempatkan diri untuk melihat layar smartphone sembari menggeserkan ibu jari ke atas dan ke bawah sekedar melihat kabar terkini orang-orang di berbagai media sosial yang kebanyakan tidak dikenal, melihat berita, melihat video terbaru dalam youtube, yang tak jarang menghasilkan generasi kaya info, namun miskin esensi.

Segala keriuhan itu menghasilkan kekosongan dalam hati manusia. Manusia tidak ada waktu lagi untuk dapat mendengarkan dirinya sendiri untuk mencari tahu apa yang dia inginkan, apalagi apa yang Tuhan inginkan. Pada titik inilah manusia membutuhkan keheningan.

Keheningan berabad- abad lamanya telah menjadi sebuah praktek spiritualitas dari berbagai macam aliran kepercayaan. Dalam tradisi Kristiani, para rahib memperkenalkan kontemplasi dalam disiplin spiritualitas mereka. Hening bukan sekadar diam atau tidak melakukan apa-apa. Keheningan berasal dari dalam batin dan memampukan manusia untuk memperhatikan karya Roh yang membimbing manusia. ”Dengarkanlah!” menjadi seruan, juga ajakan, dalam disiplin spiritualitas ini dengan meditasi yang tidak harus dilaksanakan di tempat yang sepi.

Dalam Kitab Suci, dikisahkan bagaimana Elia datang kepada Tuhan dan mengadukan segala persoalan yang dihadapinya. Tuhan menanggapinya. Tetapi, Tuhan tidak datang dalam angin besar yang membelah gunung, gempa, atau api. Dia datang dalam angin sepoi-sepoi basa; dan pada saat itu juga Elia belajar untuk masuk dalam keheningan (1Raj. 19: 11-13).

Sesudah kehadiran Tuhan dalam angin sepoi-sepoi basa itu, Elia pun kembali melanjutkan tugas perutusannya. Dia telah mendengarkan suara Tuhan yang berembus sejuk dalam hati selirih angin sepoi-sepoi basa. Dia menyadari Tuhan ada dan tetap menyertainya.

Selamat Hari Minggu!

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home