Loading...
INDONESIA
Penulis: Wim Goissler 18:25 WIB | Rabu, 08 November 2017

Pakar: Freeport Faktor Kunci Konflik TNI-OPM di Papua

Marinus Yaung dalam sebuah kesempatan berkunjung ke Timor Leste (Foto: akun FB Marinus Yaung)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM -  Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Cenderawasih, Jayapura, Marinus Yaung, mengingatkan bahwa konflik antara TNI/Polri dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) saat ini tak terlepas dari 'piring makan' dan perebutan rezeki yang terkait dengan keberadaan PT Freeport Indonesia.

Dalam tulisannya yang ia siarkan lewat akun FB-nya, Marinus Yaung meminta semua pihak membaca pergeseran lokasi perang terbuka saat ini, dari Tingginambut Puncak Jaya (yang merupakan markas OPM) ke Tembagapura, Mimika, yang merupakan areal pertambangan Freeport.

Pergeseran medan konflik, kata dia, terjadi karena OPM dan TNI/Polri ingin mengamankan "Piring makan " masing - masing. 
"Kalau Perang di Tingginambut, motifnya politik saya masih percaya, tapi kalau sudah bergeser ke areal Freeport, motifnya juga ikut bergeser ke ekonomi dan tuntutan perut," tutur dia. 

Sebelum ini pemerintah setempat telah berusaha melakukan mediasi untuk menciptakan dialog. Namun, Marinus Yaung menilai dialog itu gagal sebelum terlaksana karena tim mediasi tidak berhasil dibentuk.

"Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika telah membentuk tim negosiasi untuk menyelesaikan konflik perang terbuka antara OPM dengan TNI/Polri di areal operasi pertambangan Freeport McMorran di Tembagapura. Tim Negosiasi gagal terbentuk dan proses menuju negosiasi belum terealisasikan," kata Marinus. 

Gagalnya pembentukan tim negosiasi, menurut Marinus Yaung, sudah dapat diperkirakan karena Freeport tidak dilibatkan. Padahal, menurut dia, Freeport adalah faktor kunci konflik, bahkan dalam istilah Marinus Yaung, merupakan 'promotor' dari konflik.

"Perusahan multinasional ini adalah aktor utama di balik konflik bersenjata di Timika saat ini. Ibarat pertandingn tinju, Freeport adalah promotor, OPM dan TNI/POLRI adalah petinjunya. Tim lobi yang terbentuk, harus terlebih dahulu melobi Freeport sang promotor konflik agar mendukung proses negosiasi yang akan dilakukan. Ketika Promotor setuju, pasti negosiasi akan berlangsung dgn lancar," ia membuat analogi.

Dialog atau negosiasi, menurut Marinus, harus dirancang dengan cermat. Tim negosiator juga hHarus dipilih dengan kriteria yang tepat, menyangkut empat hal, yaitu waktu, orang, tempat dan materi negosiasi.

Terkait dengan waktu, menurut dia, begosiasi atau perundingan atau diplomasi harus berlangsung dalam masa atau situasi tenang. Tidak bisa negosiasi berlangsung dlm situasi tegang / perang seperti saat ini.

Mengenai tim negosiator atau yang menjadi penengah, menurut Marinus, harus merupakan orang yang  bisa diterima dan dipercayai oleh kedua pihak yang bertikai/ berkonflik dan berkompetensi di bidang negosiasi. 

Soal tempat perundingan, menurut dia, harus di tempat yang netral dan aman bagi kedua belah pihak.

Ada pun soal materi perundingan,harus menguntungkan kedua belah pihak yang berkonflik.

"Empat prasyarat ini dulu yang harus diperhatikan Pemda Mimika dalam membentuk tim negosiasi," kata dia.

"Langkah awal yang perlu dilakukan adalah membentuk dulu tim lobi untuk memastikan empat prasayarat awal ini diterima oleh OPM dan TNI/Polri," kata dia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home