Loading...
ANALISIS
Penulis: Sabam Siagian 15:46 WIB | Jumat, 13 Februari 2015

Presiden Jokowi Absen di HPN, Lewatkan Kesempatan Bagus

Logo Hari Pers Nasional. (Foto: Antara)

SATUHARAPAN.COM – Suasana meriah meliputi Batam menjelang Hari Pers Nasional pada 9 Februari. Berbagai banner menghiasi jalan-jalan. Acara HPN 2015 digelar dengan seminar, workshop dan diskusi. HPN bukanlah monopoli Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Berbagai organisasi media berkumpul dan para anggotanya bergaul dengan para anggota organisasi media lainnya. Dampak dari Reformasi dan mekarnya Kebebasan Pers tampak benar dari variasi berbagai kegiatan para tokoh media. Umpamanya, untuk pertama kali diselenggarakan pertemuan para Pemimpin Redaksi dari seluruh Indonesia yang juga mengikut sertakan rekan-rekan dari negara tetangga.

Dapat dikatakan bahwa orang-orang media yang berkumpul di Batam untuk memperingati dan merayakan Hari Pers Nasional adalah kekuatan efektif yang dapat memengaruhi opini masyarakat.

Dan jelas bahwa mereka dengan antusiasme datang ke Batam berpartisipasi dengan HPN 2015, karena ingin jumpa dengan Presiden Joko Widodo. Tidaklah dilebih-lebihkan bahwa medialah yang mendorong Pak Jokowi naik di panggung politik nasional. Dari Walikota Solo, Gubernur Jakarta sampai menjadi RI-1. Medialah yang mentransformasikan dia menjadi tokoh yang dikenal oleh masyarakat umum dari Sabang sampai Merauke. Timbullah sebutan media darling, kesayangan sebagian besar media. Dari koran cetak, radio, televisi dan juga di social media.

Bukan berarti bahwa media ingin mengklaim cap “hak milik” para Presiden 2014-2019 ini yang tampaknya secara alamiah ingin dekat dengan rakyat biasa.

Kekecewaan mendalam meliputi sebagian besar peserta HPN 2015, ketika jelas diumumkan bahwa Presiden Jokowi tidak akan hadir. Beberapa peserta secara terbuka menyatakan kekecewaannya dengan kata-kata yang serba tajam.

Presiden Jokowi absen di HPN 2015 di Batam. Kenapa? Meskipun saya bukan “investigative reporter” tapi rasa ingin tahu sulit dibendung.

Saya bicara dengan beberapa rekan, tokoh-tokoh PWI yang ditugaskan sedari mulanya untuk menghubungi RI-1 dan mengundang hadir di Batam.

Hari Pers Nasional adalah peristiwa penting di kalender politik Republik Indonesia. Ia berawal di Solo pada tahun 1946 di tengah-tengah derap revolusi ketika sejumlah wartawan berkumpul dan sepakat mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia. Tentu PWI mengalami berbagai ujian sesuai dengan perubahan-perubahan dalam perkembangan sejarah politik Indonesia. Adalah logis jika para utusan PWI yang ditugaskan itu mengharapkan bahwa Presiden Jokowi dengan antusias akan memenuhi undangan ke Batam itu. Dan menyesuaikan acara kerjanya supaya dapat tampil di HPN 2015.

Apa yang dialami para utusan PWI itu adalah justru suatu sikap para staf Presiden yang tidak begitu sadar akan makna historis Hari Pers Nasional dalam sejarah politik Republik Indonesia.

Dari awalnya sudah timbul persoalan. Surat resmi dari Persatuan Wartawan Indonesia yang mengundang Presiden hadir di HPN Batam tidak sampai di meja Presiden. Kemudian timbul masalah penjadwalan. Presiden Jokowi sudah terikat dengan rencana kunjungan kenegaraan ke Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina. Seketika ada peluang bagus. Presiden akan mengakhiri acara di Filipina dan meninggalkan Manila tanggal 9 Februari malam. Timbul harapan bahwa Presiden akan singgah dulu di Batam sebelum ke Jakarta. Acara pokok HPN 2015 dapat dilangsungkan pada tanggal 10 Februari. Penyesuaian demikian dengan mudah dapat dilakukan. Itu terjadi selama periode kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono.

Penyesuaian itu tidak dilakukan. Katanya, ada tugas penting menunggu pada Selasa, 10 Februari.

Apakah absennya Presiden Jokowi di HPN 2015 suatu peristiwa yang serius?

Keseriusannya adalah kenapa Presiden sampai melakukan blunder politik yang seharusnya tidak usah terjadi. Ia mengecewakan para pendukungnya yang sangat diperlukan dalam minggu-minggu mendatang ini.

Absennya di Batam itu telah melewatkan suatu kesempatan bagus untuk menguraikan langkah-langkah kebijakan yang diterapkannya. Di masyarakat timbul berbagai pertanyaan: Apa sih yang sedang dilakukan Pak Jokowi? Kejelasan menjadi penting ketika masyarakat Indonesia memiliki akses ke berbagai sumber informasi. Mungkin juga absennya Presiden Jokowi di Hari Pers Nasional pada tanggal 9 Februari ada hikmatnya. Kecenderungan mengidolakan Pak Jokowi agaknya akan berkurang dengan kekecewaan karena absennya di HPN di Batam. Ternyata dalam pandangan RI-1 peranan media itu toh tidak begitu penting.

Sehingga kesempatan untuk mampir beberapa jam di Batam dan tatap muka dengan generasi muda para wartawan dilewatkan begitu saja.

Yang paling mengkhawatirkan bagi saya setelah mendengar uraian tokoh-tokoh PWI yang ditugaskan mengundang Presiden Jokowi ke Batam adalah betapa tipisnya kesadaran sejarah di para pejabat sekitar RI-1. Sekaligus juga, kedangkalan pemahaman bahwa adu kekuatan politik yang dihadapi Presiden Jokowi memerlukan hubungan baik dengan media. ***

Penulis adalah wartawan senior. Pernah bertugas sebagai Duta Besar RI di Australia.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home