Loading...
HAM
Penulis: Kartika Virgianti 04:28 WIB | Kamis, 09 Oktober 2014

132 LSM Dorong Pencabutan UU Pilkada

Perwakilan dari setiap masing-masing elemen masyarakat mengacungkan jari kelingkingnya, sebagai simbol bahwa rakyat meminta dikembalikannya demokrasi mereka. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyelenggarakan mimbar bebas yang bertema "Darurat Demokrasi: Jangan Biarkan Demokrasi Mati dengan Tenang, Hanya Satu Kata... Lawan!", di halaman kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/10), di mana sebanyak 132 elemen masyarakat, masing-masing menyuarakan harapan yang sama, yakni mendorong pencabutan berbagai kebijakan yang merampas demokrasi  milik rakyat, antara lain UU Pilkada, UU MD3, Tatib DPR, dan lain sebagainya.

Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti

Bagi Ray, YLBHI punya sejarah sebagai rumah berkumpul dalam perjuangan mempertahankan demokrasi, dan rumah bagi para aktivis yang menginginkan demokrasi terjadi di Indonesia. Kondisi politik saat ini sebetulnya pertanda, bahwa ada kelompok yang mencoba membalikan demokrasi yang telah dinikmati selama 15 tahun, menjadi ke era orde baru.

“Kalau anak-anak muda tahun 1990-an meyakini bahwa demokrasi ini bisa diraih dengan segala cara, dan itulah yang terjadi. Pemerintah yang selalu membawa argumen tentang revolusi, ternyata justru dijatuhkan oleh rakyatnya (rezim Soeharto),” ucap Ray.

Maka tema darurat demokrasi ini sangat tepat. Konsolidasi aktivis yang dulu ikut turun pada tragedi Mei 1998 lalu, yang bersama-sama dipentungi polisi, dikejar-kejar tentara, dipukuli aparat, yang kakinya lecet, badannya memar, kepalanya bocor, harus kembali datang ke YLBHI untuk mempertahankan demokrasi yang hendak diambil kembali oleh para penjahat politik.

Seruan Perwakilan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Ilhas

Rezim SBY-Boediono adalah yang paling berbahaya, karena di tangan mereka terjadi perampasan hak demokrasi rakyat itu terjadi. Walhi mendorong pencabutan UU Pilkada.

Di sektor lingkungan ada banyak warga yang menjadi korban tambang, perampasan tanah di berbagai daerah terus berkonflik dengan negara dan perusahaan yang difasilitasi oleh negara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menangkap sejumlah kepala daerah yang melakukan korupsi dan pelanggaran tata ruang, misalnya di Bogor, Riau, adalah hasil dari demokrasi yang terus berkembang, dan KPK begitu didukung rakyat. Dengan adanya pembangunan organisasi masyarakat yang kuat dan solid akan membuka ruang yang lebih besar untuk rakyat bersuara.

Namun otoritas hari ini (rezim SBY-Boediono, Red) justru melakukan upaya memberangus suara rakyat yang sudah diraih sejak 1998 itu. Tidak terbayang bagaimana jika pemilihan pemimpin itu dilakukan oleh DPRD atau rezim yang sesungguhnya merupakan bagian dari perusak lingkungan, maka rakyat tidak lagi mempunyai ruang untuk menuntut. Ke depannya, agenda lingkungan sesungguhnya hanya akan menjadi ilusi.

Seruan Perwakilan dari Aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Darmin

Kami tidak memihak ke kubu siapapun baik Jokowi-JK ataupun kubu Prabowo, tetapi kami melihat demokrasi yang ada di ambang kehancuran. Mari kita merebut kembali demokrasi yang sudah 15 tahun kita perjuangkan, kami mengutuk keras adanya UU yang sudah disahkan DPR (Koalisi Merah Putih, Red).

Cak Masrur, Mewakili Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)

Salah satu pendapat ulama dari Mesir mengatakan, “sebaik-baiknya pemimpin adalah yang dipilih langsung oleh rakyatnya,” tidak ada kata sanksi di situ. Tetapi, kalau pilkadanya tidak langsung, sesungguhnya di situlah kematian demokrasi kita, di mana terjadi kepemimpinan oligarki yang hanya dikelola segelintir orang, dari 250 juta penduduk Indonesia, hanya dikuasai oleh 40 orang. Dan 40 orang ini sangat takut terhadap demokrasi dan keterbukaan. Pileg kemarin sesungguhnya berlangsung damai, tetapi konflik di akar rumput diciptakan sendiri oleh kelompok yang kemarin kalah (KMP, Red).

Eka Ernawati, Perwakilan dari Migrant Care

Akibat dari perampasan demokrasi, dengan adanya UU Pilkada dan UU MD3 yang paling dirugikan adalah perempuan. Dia meyakini dengan adanya UU Pilkada, maka perempuan akan semakin sulit menjadi kepala daerah. Ia mengatasnamakan rakyat Indonesia dari Aceh sampai Papua terutama bagi kaum perempuan merasakan sakit hati atas perampasan hak-hak demokrasi ini.

Surya, Perwakilan dari Partai Perserikatan Rakyat (PPR)

Selamat buat SBY yang akan menyelenggarakan Bali Democracy Forum tanggal 10 Oktober mendatang di Nusa Dua, Bali, dan berbicara di dunia internasional seolah-olah ia menjadi punggawa dari kaum yang menjunjung tinggi demokrasi, dan ia mendapat banyak penghargaan untuk itu. Selamat juga buat Koalisi Merah Putih (KMP) yang sudah memenangkan UU MD3 dan UU Pilkada di DPR, memenangkan kursi kepemimpinan di DPR dan MPR.  

“13 kawan-kawan kita yang telah memperjuangkan demokrasi sejak orde baru, hari ini kuburan mereka yang entah di mana itu, sedang dikencingi oleh kekuatan yang menyatakan dirinya demokrasi. KMP menyatakan dirinya demokratis, apakah demokratis apabila menghancurkan capaian-capaian yang sudah kita dapatkan dengan darah, keringat dan air mata?” kata dia.

Serta kelompok musik Marginal menyuarakan kondisi politik yang mereka rasakan dengan musik.

Sebanyak 132 LSM dalam mimbar bebas itu satu suara, yaitu menolak Bali Democracy Forum, dalam arti bukan menolak Bali Democracy Forum, tetapi para aktivis pro demokrasi menolak hadir di tempat itu, untuk memberi sinyal pada SBY bahwa dia berbohong terhadap demokrasi.

Pada akhirnya, sebanyak 132 LSM ini bersepakat dan mengaku siap menduduki Senayan kembali, mengerahkan seluruh daya dan upaya konsolidasi untuk terus memperjuangkan demokrasi, demi memperjuangkan arah kebijakan yang lebih demokratis bagi rakyat Indonesia.

 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home