Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 17:09 WIB | Sabtu, 27 Mei 2023

Aktivis: Pembatasan Taliban pada Perempuan adalah Kejahatan terhadap kemanusiaan

Seorang pejuang Taliban berjaga-jaga saat para perempuan menunggu untuk menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan, di Kabul, Afghanistan, Selasa, 23 Mei 2023. Dua kelompok hak asasi internasional terkemuka pada hari Jumat, 26 Mei mengecam keras pembatasan yang diberlakukan terhadap perempuan dan anak perempuan oleh Taliban di Afghanistan, mengatakan bahwa itu merupakan “kejahatan terhadap kemanusiaan dari penganiayaan jender.” (Foto: dok. AP/Ebrahim Noroozi)

KABUL, SATUHARAPAN.COM-Dua kelompok aktivis hak asasi manusia (HAM) terkemuka pada hari Jumat (27/5) mengecam pembatasan keras yang diberlakukan terhadap perempuan dan anak perempuan oleh Taliban di Afghanistan sebagai penganiayaan berbasis jender, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dalam sebuah laporan baru, Amnesty International dan International Commission for Jurists, atau ICJ, menggarisbawahi bagaimana tindakan keras Taliban terhadap hak-hak perempuan Afghanistan, ditambah dengan “pemenjaraan, penghilangan paksa, penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya,” bisa menjadi penganiayaan jender di bawah Pengadilan Pidana Internasional.

Laporan oleh Amnesty dan ICJ, berjudul, “Perang Taliban terhadap Perempuan: Kejahatan terhadap Kemanusiaan atas Penganiayaan Jender di Afghanistan,” mengutip undang-undang ICC, yang mencantumkan penganiayaan berbasis jender sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021 ketika pasukan Amerika Serikat dan NATO berada pada pekan terakhir penarikan mereka dari negara itu setelah perang selama dua dekade.

Terlepas dari janji awal pemerintahan yang lebih moderat, Taliban mulai memberlakukan pembatasan pada perempuan dan anak perempuan segera setelah pengambilalihan mereka, melarang mereka dari ruang publik dan sebagian besar pekerjaan, dan melarang pendidikan untuk anak perempuan di atas kelas enam.

Langkah-langkah tersebut mengingatkan kembali pada pemerintahan Taliban sebelumnya di Afghanistan pada akhir 1990-an, ketika mereka juga memberlakukan interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam, atau Syariah.

Dekrit keras itu memicu kecaman internasional terhadap Taliban yang sudah dikucilkan, yang pemerintahannya belum diakui secara resmi oleh PBB dan komunitas internasional.

Dilakukan Secara Sistematis

Dalam laporan tersebut, Santiago A. Canton, sekretaris jenderal ICJ, mengatakan bahwa tindakan Taliban sangat besar, berat, dan bersifat sistematis, sehingga memenuhi syarat sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan atas penganiayaan jender.

Kedua organisasi meminta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk memasukkan kejahatan ini ke dalam penyelidikan mereka yang sedang berlangsung atas apa yang terjadi di Afghanistan dan mengambil tindakan hukum. Mereka juga meminta negara-negara “untuk menjalankan yurisdiksi universal” dan meminta pertanggungjawaban Taliban di bawah hukum internasional.

Laporan itu juga menuduh Taliban menargetkan perempuan dan anak perempuan yang telah mengambil bagian dalam protes damai dengan menahan, menghilangkan mereka secara paksa dan menyiksa mereka dalam tahanan. Taliban juga memaksa mereka untuk menandatangani "pengakuan" atau "perjanjian" untuk tidak memprotes lagi, kata laporan itu.

Apa yang terjadi di Afghanistan adalah “perang melawan perempuan,” yang merupakan “kejahatan internasional” yang “terorganisir, tersebar luas, sistematis,” kata Agnès Callamard, sekretaris jenderal Amnesty International.

Tanpa menjelaskan lebih lanjut, dia menyerukan komunitas internasional untuk membongkar “sistem penindasan dan penganiayaan jender ini.”

Amnesti juga mendokumentasikan kasus perempuan dan anak perempuan yang dipaksa menikah dengan anggota Taliban, serta upaya untuk memaksa mereka menikah. Laporan itu mengatakan mereka yang menolak pernikahan semacam itu “menjadi sasaran penculikan, intimidasi, ancaman dan penyiksaan.”

Laporan tersebut mengutip kasus seorang gadis berusia 15 tahun yang dipaksa menikah dengan seorang tokoh Taliban meskipun keluarganya keberatan, di Takhar pada Agustus 2021, dan kasus seorang jurnalis perempuan berusia 33 tahun dan aktivis sosial yang menikah secara paksa dengan seorang komandan Taliban pada bulan berikutnya.

“Kami tidak bisa membiarkan perempuan dan anak perempuan Afghanistan gagal,” kata Canton dari ICJ.

Laporan itu mengatakan Taliban juga telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia juga terhadap laki-laki Afghanistan.

Beberapa kelompok pemantau telah mendokumentasikan laporan tentang “pembunuhan di luar hukum, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, dan penyiksaan” terhadap mereka yang terkait dengan bekas pemerintah Afghanistan yang didukung Barat yang runtuh saat menghadapi pengambilalihan Taliban atas negara tersebut.

Taliban juga menargetkan jurnalis, komunitas LGBTQ, aktivis hak asasi manusia dan etnis minoritas, kata laporan itu.

Amnesti dan ICJ juga berbagi ringkasan temuan laporan tersebut dengan kementerian luar negeri yang ditunjuk Taliban di Kabul, dan meminta tanggapan. Tidak ada yang segera diberikan, kata kelompok itu. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home