Loading...
SAINS
Penulis: Francisca Christy Rosana 18:06 WIB | Kamis, 15 Januari 2015

Analisis Laju Deforestasi FWI Lampaui Kementerian LHK

Ketua Perkumpulan Forest Watch Indonesia (FWI) Togu Manurung saat menjadi pembicara dalam Media Briefing di Sere Manis Resto, Sabang, Jakarta Pusat, Kamis (15/1) siang. (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Forest Watch Indonesia (FWI) menilai kondisi hutan di Indonesia secara umum sudah rusak, babak belur, dan karut-marut. Bahkan, Togu Manurung, Ketua Perkumpulan FWI mengatakan Indonesia pernah masuk dalam Guinness World Records sebagai negara dengan laju deforestasi (penggundulan hutan) paling tinggi di dunia pada awal 2000-an, yaitu sebesar dua juta hektare per tahun.

“Enam kali lapangan bola per menit hutan di Indonesia ini hilang. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun telah dua kali menyatakan dalam pidato resminya, Indonesia pernah mengalami laju deforestasi yang paling tinggi yakni 3,5 juta hektare per tahun,” kata Togu di Sere Manis Resto, Sabang, Jakarta Pusat pada Kamis (15/1) siang.

Seiring perkembangannya, mantan Presiden RI ini menyatakan tingginya laju deforestasi pada 2009–2012 mengalami penurunan, yakni menjadi hanya 450.000 hektare per tahun. Angka ini dikoreksi oleh Kementerian Kehutanan yang kini bernama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang menyatakan laju deforestasi mengalami penurunan mendekati 600.000-700.000 hektare per tahun.

Setelah dilakukan pengecekan ulang, analisis FWI mencatat laju deforestasi hutan mencapai angka yang masih fantastis, yakni 1,13 juta hektare per tahun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari catatan formal Kementerian LHK.

Meski pada 2009–2012 laju deforestasi menurun, FWI menilai ini bukan keberhasilan pemerintah.

“Ini harus digaris bawahi karena hutan yang ada di luar sana sudah sangat menyusut dan pasti angka laju deforestasinya berkurang,” ujar Togu.

FWI mencatat laju deforestasi yang paling tinggi terjadi di Sumatera dan Kalimantan.

“Keadaan hutan Indonesia sudah sangat parah. Hutan alam yang masih tersisa pun kebanyakan sudah di daerah-daerah yang jauh, yang sudah semakin sulit dicapai manusia. Di Sumatera hutan dataran rendah sudah hampir hilang. Di kawasan hutan konservasi dilaporkan sudah sekitar sepertiga hutan mengalami kerusakan hutan sangat serius,” kata dia.

Dengan rusaknya sumber daya hutan itu, dampak terhadap lingkungan hidup akan sangat besar. Biaya lingkungan dan sosial pun akan menjadi besar untuk memperbaiki seluruh kerusakan hutan ini. Menurut Togu, klaim penurunan laju deforestasi yang tidak sesuai angka realitas ini merupakan bencana ekologis.

“Bencana ekologis semakin tinggi dan semakin besar. Ekosistem rusak, jaring-jaring kehidupan terancam, dan ke depan bencana akan semakin besar,” kata Togu.

Dalam hal perubahan iklim, Indonesia pun tercatat menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia utamanya karena kebakaran hutan dan lahan gambut.

“Secara global, emisi gas rumah kaca sumbangannya dari hutan hampir mencapai 80 persen,” ujar dia. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home