Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 15:00 WIB | Rabu, 30 November 2016

Asam Keranji, Kekayaan Kalimantan yang Tergerus

Asam Keranji (Dialium indum, L.). (Foto: Pharma Times)

SATUHARAPAN.COM – Asam keranji dikenal sebagai velvet tamarind dalam bahasa Inggris, mengacu pada daging buahnya yang lembut semacam beludru cokelat. Rasanya mirip asam jawa, manis-asam. Namun, dibandingkan dengan asam jawa, asam keranji lebih manis, lebih kering teksturnya, dan berdaging lembut. Daging buah semacam beludru cokelat itu menyelimuti biji nya yang kecil.

Walau enak dimakan, buah asam keranji sulit dipetik. Pohonnya besar dan tingginya dapat mencapai 35 meter. Untuk menikmati buah ini, biasanya mengais di sela-sela daun kering yang jatuh.

Asam keranji adalah tumbuhan tropis.  Tumbuhan ini tumbuh secara alami di Thailand, Malaysia, dan Indonesia, yakni di Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. Buahnya seukuran anggur, keras dan padat. Biji buahnya menyerupai biji semangka. Beberapa memiliki dua biji. Biji-biji ini mengkilap, dilapisi dengan lapisan tipis dari pati.

Di Thailand, mengutip dari penelitian Othman Yaacob dan Noparat Bamroongrugsa (1990) untuk Badan Pangan Dunia (FAO), buah dari tumbuhan yang disebut yee, atau luk yee ini, diolah sebagai penganan yang dijual di pinggir jalan, di kios-kios di terminal bus ataupun stasiun.

Yang pertama, daging buah diolah dalam bentuk pasta, dicampur dengan gula, sambal, dan garam, dijual dalam kemasan plastik. Yang kedua, asam keranji dibuang kulit luarnya langsung dicampur dengan gula, atau sambal, atau bahan lain, langsung ditawarkan bergantung pada kreativitas penjual, dengan pilihan rasa pedas atau manis.

Di Sarawak, Malaysia, ada dua varietas yang dijual di pasar lokal. Keduanya sama-sama memiliki kulit buah tipis berwarna hitam yang rapuh, dan tampak kering alami, tidak seperti kebanyakan buah-buahan. Jenis yang lebih kecil berukuran panjang 25 mm dan memiliki daging buah lembut berwarna  cokelat kemerahan membungkus biji tunggal, dengan ruang udara kecil di dalam cangkang kulit buah. Daging buahnya rasanya manis dan asam.

Yang kedua lebih besar, sekitar 38 mm panjangnya. Perbedaannya dengan jenis yang kecil, ada lebih banyak ruang kosong, biji kadang berjumlah dua biji, daging buah cokelat dan sedikit lengket.

Di pasar lokal Kalimantan, mengutip dari cvsarananusantara.blogspot.co.id, biasa dijumpai asam keranji berkulit cokelat dan lebih tipis, asam keranji madu yang manis rasanya, dan asam keranji kulit hitam. Buah asam ini banyak digunakan sebagai pengasam makanan. Di Jakarta, asam keranji dulu sering dijajakan di sekolah-sekolah sebagai jajanan anak.

Selain di Thailand dan Indonesia, buah asam keranji juga sangat populer di Sierra Leone, Ghana, dan Nigeria di Afrika barat, dan dikenal dengan nama lokal awin dalam bahasa Yoruba, icheku dalam bahasa Igbo, dan kurm tsamiyar di Hausa.

Tumbuhan dari keluarga Leguminosae ini, seperti mengutip dari Wikipedia, memiliki nama ilmiah Dialium indum, L., dengan nama sinonim Dialium cochinchinense, Pierre, Dialium javanicum, Burm.f., Dialium laurinum, Baker, Dialium marginatum, de Wit, dan Dialium turbinatum, de Wit. Buah asam keranji dalam bentuk kering memiliki tekstur bubuk, seperti bedak, berwarna oranye, dengan rasa yang tajam.

Di Indonesia, asam keranji juga dikenal dengan berbagai nama lokal, yakni kranji, asam cina, kuranji, ki pranji (Sunda), parangi, ceuradieh (Aceh).

Manfaat dan Khasiat Asam Keranji

Asam keranji memiliki nilai ekonomis, biasanya dijual dalam kemasan sebagai oleh-oleh bagi para wisatawan seperti di wilayah Thailand selatan, namun permintaannya, menurut studi FAO, tidak banyak.  

Mengutip dari fruitsinfo.com, asam keranji mengandung komponen kelembaban 10.13 persen dan 10.53 persen, bahan kering 90.15 persen dan 88.4 persen, abu 2.55 persen dan 12.52 persen, bahan organik 12.62 persen dan 41.55 persen, perkiraan lemak 35.33 persen dan  5.34 persen, perkiraan serat 13.52 persen dan 1.05 persen, karbohidrat 43.9 persen dan 58.65 persen, protein 17.44 persen dan 3.94 persen, total nitrogen bebas ekstrak 2.79 persen dan 0.65 persen, magnesium 0.16mg/l dan 0.40mg/l, sodium  2.42mg/l dan 2.88mg/l, besi 0.91mg/l dan 1.43mg/l, kalsium 0.54mg/l dan 0.35mg/l, potassium 0.34mg/l dan 1.21mg/l.

Buah asam keranji, mengutip dari fruitsinfo.com, memiliki banyak khasiat medis. Rebusan daunnya dimanfaatkan untuk mengobati gangguan lambung. Daun asam keranji memiliki sifat diuretik yang membantu dalam memproduksi urine, juga membantu jantung untuk memompa darah sehingga dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat hipertensi.

Rebusan kulit kayunya secara tradisional dimanfaatkan untuk mengobati sakit gigi. Juga kulit kayunya  menurunkan peradangan di area bronkial. Rebusan daun juga digunakan dalam pengobatan penyakit kuning, mengatur kadar gula dalam darah dengan mengurangi kadar gula dan mengintensifkan sensitivitas insulin sehingga menyembuhkan diabetes.

Sifat analgesik dari buah juga membantu dalam meniadakan nyeri haid, juga membantu menghentikan diare. Daun yang setengah tua secara tradisional digunakan untuk menyembuhkan luka.

Buku Rangkuman Fungsi dan Khasiat Tanaman Obat tulisan Sidik Raharjo yang diterbitkan Merapi Farma Herbal menyebutkan buah tumbuhan ini memuiliki khasiat obat sariawan dan gusi berdarah.

Kayu dari tumbuhan asam keranji bernilai ekonomi karena sifatnya yang keras dan padat, sehingga  cocok dijadikan bahan bangunan. Penelitian Othman Yaacob dan Noparat Bamroongrugsa pada 1990 untuk laporan Badan Pangan Dunia, menyebutkan asam keranji tumbuh dengan baik di wilayah tropis, terutama di lahan dengan sistem drainase yang baik, bahkan mampu tumbuh di lahan miskin hara.

Data tentang budidaya asam keranji di Indonesia sangat terbatas. Belum ada angka tentang luas areal budidaya, kecuali asam keranji tumbuh di hutan-hutan Kalimantan Barat, di sepanjang hulu Sungai Kapuas, asam keranji juga ditanam secara tradisional di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Namun, sekarang mulai terancam punah akibat pembukaan lahan sawit yang tidak mengindahkan kelestarian hutan.

Sama dengan di Indonesia, asam keranji juga tidak dibudidayakan di Thailand. Panenannya terkendala masa pertumbuhannya yang lama. Orang pun lebih suka memotong pohonnya untuk diambil kayunya yang bernilai tinggi.

Yaacob dan Bamroongrugsa dalam penelitiannya memberikan saran penting mengadakan studi lanjut mengenai perkembangbiakan, pertumbuhan, budidayanya, dan pemanenan.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home