Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 11:57 WIB | Kamis, 17 November 2016

Sawo Mentega, Kekayaan Hayati yang Belum Termanfaatkan

Sawo mentega alias alkesah (Pouteria campechiana, Baehni). (Foto: Wikipedia/Wibowo Djatmiko)

SATUHARAPAN.COM – Ada yang menyebut sawo mentega, ada pula yang menyebutnya alkesah atau alkesa. Langka dijual di toko-toko buah besar, buah ini sesekali terlihat dijual di pinggir jalan di kawasan Bogor atau Padalarang, Jawa Barat.

Buah alkesah di Indonesia biasanya dimakan begitu saja setelah masak, sebagai buah segar. Namun, di banyak tempat di negara lain, mengutip dari Wikipedia, daging buah yang mirip dengan ubi kuning itu dicampur dengan garam dan lada, sari jeruk, atau mayones, dan dimakan segar atau sebentar dipanaskan.

Julia F Morton dalam hort.purdue.edu, menulis alkesah memiliki daging dengan tekstur dan rasa yang mirip dengan ubi rebus atau tapai singkong. Daging buah alkesah juga kerap dihaluskan dan dijadikan campuran es krim, susu kocok (milkshake), atau dicampurkan ke kue-kue sebagai pengganti labu, seperti dalam puding, kue dadar (pancake), kue pai labu, dan bahkan juga dijadikan selai untuk mengolesi roti.

Ernawati Sinaga, dalam blog-nya, menulis, tidak seperti buah lain yang mengandung banyak cairan, alkesah bersifat mengenyangkan. Jika kita memakannya, bisa meninggalkan kotoran pada gigi.

Wikipedia, mengutip dari tulisan Julia Morton, menyebutkan kayu alkesah yang berwarna cokelat keabu-abuan hingga kemerah-merahan bertekstur halus, kuat, keras, dan berbobot sedang hingga berat, baik untuk membuat papan atau balok. Di Amerika Tengah, lateksnya disadap untuk campuran getah sawo manila, dijadikan bahan permen karet. Pohon alkesah sering pula ditanam sebagai peneduh atau penghias taman. Namun, karena manfaatnya, pohon buah ini sekarang telah dibudidayakan di banyak negara, termasuk di Indonesia.

Sawo mentega, alkesah, atau juga disebut sawo ubi, sawo belanda, atau kanistel adalah tumbuhan pohon buah yang berasal dari wilayah Amerika Tengah dan Meksiko bagian selatan. Tanaman ini memang termasuk tanaman sawo-sawoan, yang berbuah setiap saat, atau tidak mengenal musim.

Nama ilmiah, Pouteria campechiana, Baehni, untuk tumbuhan ini merujuk pada nama kota Campeche di Meksiko, daerah asal tumbuhan ini. Selain Pouteria campechiana, alkesah juga dikenal lewat nama sinonimnya, yakni Lucuma campechiana Knuth, Lucuma nervosa A. DC., dan Lucuma salicifolia Knuth.

Pohon alkesah atau sawo mentega ini berukuran sedang, tinggi hingga 30 m, meski kebanyakan hanya mencapai 20 m. Pepagannya berwarna kelabu tua, berusuk halus, mengeluarkan getah susu (lateks) apabila dilukai.

Daun-daun terkumpul di ujung ranting, bundar telur terbalik dan memanjang, agak menyerupai sudip, 6–25 × 2,5–8 cm, meruncing di pangkal dan ujungnya, berwarna hijau berkilap; bertangkai 5–25 cm. Bunga muncul di ketiak daun bagian bawah, tunggal atau mengelompok, bertangkai panjang 5–12 cm, berbilangan-5, hijau keputih-putihan, berbau harum.

Buah buni berbentuk gelendong, bulat telur, bulat telur sungsang, sampai membulat, dengan ujung berparuh, 7,5–12,5 × 2–7,5 cm, berkulit tipis, licin seperti berlilin, kaku, kuning bila masak. Daging buah berwarna kuning, lembap atau agak kering menepung, berbau harum agak samar, manis. Biji besar, cokelat mengilat, bentuk bulat telur, panjangnya hingga 5 cm, 1–5 butir dalam tiap buah.

Manfaat dan Khasiat Alkesah

Dalam bahasa Inggris, alkesah disebut canistel, egg fruit, atau yellow sapote. Sementara itu, di daerah penyebarannya, alkesah dikenal dengan berbagai nama lokal. Di antaranya, chesa, tiessa, tiesa, toesa, boracho, canistel di Filipina, laulu, lavulu, atau lawalu (Sri Lanka).

Di Thailand, mengutip dari Wikipedia, tumbuhan buah ini dikenal dengan berbagai nama lokal, seperti lamut khamen yang berarti "Khmer sapodilla" atau sawo Khmer (Kamboja), atau tho khamen yang berarti peach Khmer, sementara di  Kamboja buah ini disebut see da, mon khai, atau tiesa.

Di Vietnam, buah ini populer, dan memiliki berbagai nama, seperti cay trung ga yang berarti telur ayam, mengingat penampilan buahnya, juga lekima.

Walaupun termasuk kategori langka di kawasan timur Afrika, tumbuhan buah ini dikenal di lingkungan warga Swahili, yang anehnya bernama "zaituni", sama dengan penyebutan mereka terhadap buah zaitun yang berarti olives. 

Popularitas tumbuhan buah ini terlihat dari rekaman nama lokal di daerah penyebarannya hasil penelitian Julia Morton. Egg-fruit, canistel, ti-es, yellow sapote lazim digunakan di Kuba, Hawaii, Jamaika, Puerto Riko, Bahamas, Florida. Warga Kosta Rika menyebutnya dengan nama canistel, siguapa, atau zapotillo.

Nama lain costiczapotl, custiczapotl fruta de huevo, zapote amarillo (Kolombia); cakixo, canizte, kanis, kaniste, hantzé, kantez, limoncillo, mamee ciruela, zapotillo de montana (Guatemala); huevo vegetal (Puerto Riko, Venezuela); mammee sapota, eggfruit, ti-es (Bahamas); mamey cerera, mamey cerilla, mamee ciruela, kanizte (Belize); atzapotl (untuk buahnya), atzapolquahuitl (untuk pohonnya), caca de niño, cozticzapotl, cucumu, mamey de Campechi, mamey de Cartagena, huicumo, huicon, kan 'iste', kanixte, kanizte, palo huicon, zapote amarillo, zapote de niño, zapote borracho; zapote mante, zubul (Mexico); guaicume, guicume, zapotillo, zapotillo amarillo (El Salvador); zapote amarillo (Nikaragua).

Mengutip dari Wikipedia, alkesah telah dibudidayakan di banyak negara lain, seperti di Nikaragua, Panama, dan juga Kuba. Dari Kuba, pohon buah ini dibawa ke Filipina pada 1915, dan menyebar ke bagian lain Asia Tenggara. Kanistel juga banyak ditanam di Seychelles. Kini sawo mentega dibudidayakan di Filipina sebagai tanaman perkebunan dengan hasil yang baik.

Data Laboratorio FIM de Nutricion di Havana, seperti dikutip dari hort.purdue.edu, menyebutkan nutrisi alkesah per 100 gr buah, mengandung energi 138.8 kcal (581 kJ), karbohidrat 36.69 g, serat 0.10 g, abu 0,90 g, lemak 0.13 g, protein 1.68 g, serta vitamin-vitamin, di antaranya thiamine (B1) (15 persen) 0.17 mg, riboflavin (B2) (1 persen) 0.01 mg, niacin (B3) (25 persen) 3.72 mg, vitamin C (70 persen) 58.1 mg. Kandungan mineralnya, kalsium (3 persen) 26.5 mg, besi  (7 persen) 0.92 mg, fosfos (5 persen) 37.3 mg.

Julia Morton menambahkan, alkesah juga mengandung karoten 0.32 mg, asam askorbat  58.1 mg, serta asam amino tryptophan 28 mg, methionine 13 mg, dan lysine 84 mg.

Mengutip dari purenutritionfacts.com, alkesah memiliki khasiat sebagai obat herbal yang sudah dimanfatkan turun-temurun. Kandungan mineralnya yang tinggi menyebabkan alkesah diyakini mampu membantu menurunkan tekanan darah tinggi.

Alkesah memiliki perangkat yang berkhasiat sebagai antiperadangan dan antimikroba alami jika dikonsumsi secara teratur.

Kandungan besinya yang tinggi akan membantu mendongkrak tekanan darah, sehingga dianjurkan dikonsumsi oleh ibu-ibu yang baru saja melahirkan dan gadis-gadis yang sedang menstruasi. Kandungan kalsium, fosfor, dan mineral yang tinggi juga membuat alkesah dipercayai memperkuat pertulangan, terutama anak-anak. Kandungan mineral tinggi juga menyebabkan alkesah diyakini dapat membantu mengobati penyakit artritis.

Penelitian masih terus dikembangkan untuk menggali kemampuan kandungan buah ini sebagai penghambat pertumbuhan kanker jika mengonsumsi secara teratur buah ini.

Kandungan vitamin C-nya yang tinggi, akan membantu menangkal serangan flu dan batuk jika mengonsumsi secara teratur.

Hasil penelitian Julia Morton menyebutkan rebusan kulit batang alkesah secara tradisional dimanfaatkan sebagai obat penurun demam di Meksiko dan obat kulit di Kuba. Biji buahnya secara tradisional dimanfaatkan sebagai obat usus.

Pada 1971, sebuah pabrik farmasi di California menggali manfaat dan khasiat biji dari spesies Pouteria sapota untuk dikembangkan sebagai obat penangkal ketombe. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home