Loading...
SAINS
Penulis: Francisca Christy Rosana 17:38 WIB | Kamis, 09 Oktober 2014

Bungkus Rokok Gambar Seram Belum Tampak Efektivitasnya

Ilustrasi. (Foto: celebrityparentsmag.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kartono Muhammad, Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau pada Kamis (9/10) mengatakan bahwa saat ini penyematan gambar seram di bungkus rokok belum dapat dinilai efektivitasnya. Hal tersebut baru dapat dinilai sekitar satu sampai sepuluh tahun mendatang.

Saat ditemui di kantor PB Ikatan Dokter Indonesia, Menteng, Jakarta, Kartono menyampaikan bahwa iklan rokok bergambar seram belum genap satu tahun diterapkan.  Untuk itu, ia mengatakan, “Sekitar satu sampai sepuluh tahun baru bisa dinilai keefektivitasannya dalam mencegah perokok pemula, karena memang itu tujuan utamanya,” ujarnya.

Menurutnya, iklan bergambar ini merupakan langkah maju dari upaya masyarakat untuk menekan jumlah perokok, terutama bagi pemula.
"Iklan rokok bergambar itu tujuan utamanya adalah untuk mencegah munculnya perokok pemula. Dulu pesan-pesan itu tidak ada tapi sekarang sudah ada, termasuk peringatan tulisan seperti merokok membunuhmu," ucap Kartono.

Sementara itu, Kartono mendorong promosi antirokok agar terus digencarkan agar kualitas hidup masyarakat meningkat. Menurutnya, data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa masyarakat telah mengalami ancaman pertumbuhan fisik dan mental yang buruk dari promosi rokok oleh industri.
Kartono mengungkapkan bahwa Indonesia tergolong negara dengan persentase penduduk pecandu rokok terbesar.

"Indonesia tergolong sebagai negara dengan warganya yang menjadi pecandu rokok terbesar. Riskesdas menunjukkan dua dari tiga orang laki-laki adalah perokok dan satu tidak. Satu orang yang tidak merokok itu bisa berubah menjadi perokok."

Tingginya potensi perokok baru menurut Kartono dapat mengganggu anggaran pendidikan dan kesehatan di lingkup keluarga. Hak anak untuk mendapatkan kesehatan dan pendikan berkualitas terganggu.

"Ini yang tidak terlalu disadari mereka. Mereka justru dirayu industri untuk terus merokok."

Sebanyak 70 persen orang berekonomi menengah ke bawah itu adalah perokok. Dengan begitu, Kartono menduga mereka lebih memilih merokok daripada menganggarkan dana untuk pendidikan dan kesehatan anak.

“Pendek kata, mereka lebih suka membelanjakan rokok daripada untuk gizi dan pendidikan anak mereka," kata Kartono. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home