Loading...
EKONOMI
Penulis: Reporter Satuharapan 08:08 WIB | Sabtu, 07 Januari 2017

Cabai Jadi Barang Mewah, Rp 5.000 cuma Dapat 5 Biji

Sebuah foto dokumentasi menggambarkan pedagang menata cabai rawit dagangannya di Pasar Larangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (17/3/2016). Harga cabai rawit merah kini melambung tinggi menjadi barang mewah bagi ibu-ibu rumah tangga (. ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Cabai kini seakan menjelma jadi barang mewah. Harganya tinggi dan ibu rumah tangga mengeluh, pedagang sayur memperlakukannya seperti emas yang timbangannya tak boleh berlebih sedikit pun.

"Saya membeli cabai rawit merah, Rp 5.000 cuma dikasih lima biji yang agak besar. Kalau yang agak kecilan dikasih 10 biji," kata Rina Nukria, penduduk sebuah perumahan di Tangsel, kepada satuharapan.com.

Harga cabai rawit merah di pedagang eceran mencapai Rp 120.000, harga yang tertinggi yang pernah ia hadapi sejauh ini. "Bulan lalu sempat juga tinggi tetapi cuma sampai Rp 100 ribu per kilogram," kata dia.

Menurut dia, pedagang sayuran pun kini tak kenal ampun dalam menjual cabai rawit merah. Bila pada keadaan normal masih bersedia melebihkan belanjaan dengan menambah dari yang seharusnya, kini tidak lagi.

"Banyak ibu-ibu yang mau marah tetapi bagaimana. Memang kita tahu katanya cabai lagi susah," kata Rina.

Di berbagai kota di Tanah Air, melambungnya harga cabai juga dirasakan. Di Sukabumi, harga cabai rawit  melonjak drastis  menembus Rp 90.000 per kg.

"Jika dibandingkan dengan daerah lain, untuk Kota Sukabumi harga cabai rawit merah masih lebih murah, walaupun tentunya lonjakan harga tersebut tetap memberatkan warga maupun pedagang," kata kata Kepala Bidang Perdagangan Dinas KUKM Perindustrian dan Perdagangan Kota Sukabumi, Wahyu Setiawan di Sukabumi, Jumat (6/1) kepada Antara.

Pemkot Sukabumi mengatakan tidak bisa mengintervensi pasar karena komoditas cabai bukan merupakan bahan kebutuhan pokok masyarakat.

Dari pendataan yang dilakukan pihaknya kenaikan harga cabai rawit merah tersebut cukup signifikan yakni mencapai Rp20 ribu setiap kg yang awalnya Rp70 ribu menjadi Rp90 ribu/kg.

Naiknya harga cabai rawit merah ini juga disebabkan banyaknya gagal panen di daerah penghasil bahan baku utama pembuat sambal tersebut.

"Kami belum bisa mempastikan kapan akan turunnya harga cabai ini, namun tetap akan dipantau fluktuasi harganya dan berharap harganya bisa turun dengan segera," tambahnya.

Cabai Rawit Merah Naik Luar Biasa

Jika dibandingkan dengan cabai jenis lainnya, harga cabai rawit merah memang paling menonjol.

Di Sukabumi, ia melambung dibanding yang lain. harga cabai rawit hijau Rp70 ribu/kg, harga cabai merah keriting Rp40 ribu/kg, harga cabai merah lokal Rp36 ribu/kg, dan cabai merah TW Rp36 ribu/kg.

Di Temanggung, harga cabai rawit merah dilaporkan naik dari Rp 80 ribu per kilogram pada pekan lalu menjadi Rp 100 ribu per kg saat ini. Pedagang cabai di Pasar Kliwon Rejo Amertani, Temanggung, Mayonah, Jumat, 6 Januari 2017, mengatakan kenaikan harga cabai tersebut terjadi sejak Rabu, 4 Januari 2017, karena pasokan terbatas.

Ia menyebutkan harga cabai akhir-akhir ini terus naik. Pada awal Desember 2016, harga cabai rawit merah Rp 40 ribu per kg, kemudian pada minggu kedua Desember 2016 naik menjadi Rp 50 ribu per kg.

Harga tersebut sempat bertahan beberapa waktu. Namun mendekati perayaan Natal lalu, harga kembali mengalami kenaikan.

"Setiap pekan harga naik Rp 10 ribu per kg," ucapnya.

Menurut dia, tingginya harga cabai membuat permintaan konsumen menurun. Pelanggan yang biasanya membeli cabai rawit 1 kg kini hanya membeli 0,25-0,5 kg.

"Bahkan ada konsumen yang urung membeli cabai rawit merah ketika mengetahui harganya mencapai Rp 100 ribu per kg," tuturnya.

Pasrah pada Cuaca?

Harga cabai yang lebih tinggi lagi dilaporkan di Pasar Induk Penyembolum, Senaken, kecamatan Tanag Grogot. Harga cabai sudah mencapai Rp120.000 per kilogram. “Saat ini, harga cabai rawit di Pasar Induk Senaken naik lagi, yakni sekitar Rp120 ribu per kilogram. Mungkin, kenaikan karena disebabkan faktor cuaca yang membuat para petani kesulitan hingga suplai berkurang,” kata Marwan Natsir selaku PPNS Disperindagkop dan UKM Kabupaten Paser. Padahal, berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi pihaknya terhadap perkembangan harga kebutuhan pokok masyarakat (BAPOKMAS) di Kabupaten Paser Desember 2016 lalu, harga cabai juga telah mengalami kenaikan.

“Untuk cabai sendiri ada 4 jenis, yaitu cabai merah besar (CMB), cabai keriting (CK), cabai biasa/tiung (CB) dan cabai rawit (CR). Pada Desember 2016, CMB dari Rp50 ribu jadi Rp80 ribu, CK dari Rp50 ribu jadi Rp60 ribu, CB dari Rp50 ribu jadi Rp80 ribu dan CR dari Rp40 ribu jadi Rp80 ribu,” ucapnya.

Dikatakan, untuk kebutuhan pokok dan strategis di Kabupaten Paser, selain lokal juga disuplai dari berbagai daerah. Seperti, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Pulau Sulawesi dan Pulau Jawa serta impor.

“Kabupaten Paser, dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan strategisnya, sekitar 85 persen masih dipasok dari luar daerah, terutama Jawa Timur dan Sulawesi Selatan hingga impor,” ujarnya, kepada Antara.

Di Bantul, harga cabai rawit merah menembus angka Rp 100 ribu per kilogram. "Cabai rawit merah terus naik harganya, kalau sebelumnya masih sekitar Rp 80 ribu per kilogram. Namun hari ini harganya sudah Rp 100 ribu per kilogram," kata salah satu pedagang sayuran Pasar Bantul Tukiyem di Bantul, Jumat (6/1).

Menurut dia, harga cabai rawit merah yang menembus angka Rp 100 ribu per kilogram sudah terjadi sejak beberapa hari terakhir. Kenaikan harga cabai ini menyusul karena berkurangnya pasokan ke pedagang.

Selain cabai rawit merah, dia mengatakan harga cabai cabai rawit hijau pekan ini melonjak drastis, dari yang sebelumnya Rp 40 ribu per kilogram (kg), naik menjadi Rp 50 ribu per kg. Cabai hijau besar naik dari Rp 50 ribu per kg menjadi Rp 70 ribu kg.

Sementara cabai merah keriting juga melonjak hingga 50 persen dari pekan sebelumnya, yang berkisar antara Rp 35 ribu per kg menjadi Rp 50 ribu per kg. "Karena harga cabai naik semua, pembeli di pasar menjadi menurun hingga separuhnya atau 50 persen," kata Tukiyem.

Dia mengaku sebelumnya rata-rata pembelian cabai mencapai 30 kg. Namun sejak harga naik, maka pembelian cabai menurun hingga menjadi 20 kg saja. Sementara itu, salah satu pembeli, Suharti mengatakan karena keluarganya mempunyai kegemaran makan masakan pedas, maka dia paling tidak membeli seperempat kilogram cabai rawit merah setiap kali ke pasar tradisional.

"Namun karena harga cabai mahal, sekarang diakali dengan membeli campur-campur dan kurang dari seperempat kilogram. Yang penting terasa pedas untuk dibuat sambal," katanya.

Di Berau, Kalimantan Timur, harga cabai merah di Pasar Sanggam Adjie Dilayas menyentuh harga Rp 120 ribu per kilogram. Ani, salah seorang pedagang di pasar Sanggam Adji Dilayas mengatakan bahwa, harga cabai saat ini memang masih sangat tinggi, harga cabai rawit merah menyentuh Rp 120 ribu, cabai besar 100 ribu serta cabai Keriting Rp 80 Ribu.

“Banyak pembeli mengeluhkan tingginya harga cabai, mau gimana lagi kalau memang saat ini harga sedang tinggi, kami juga ngambil dari agen memang sudah tinggi,” ujarnya, seperti dikutip dari korankaltim.com.

Ani menambahkan, saat ini pasokan cabai cukup banyak, namun dirinya tidak mengetahui dengan pasti apa penyebab harga tersebut bisa melonjak cukup tinggi. “Pengaruh mendekati Hari Besar Imlek mungkin, untuk pasokan aman saja,” lanjutnya.

Papua Paling Fantastis

Yang paling fantastis adalah harga cabai rawit di pasar tradisional Aimas Kabupaten Sorong, Papua Barat. Antara melaporkan selama sepekan terakhir ini, naik hingga mencapai Rp 250 ribu per kilogram (kg).Pedagang Pasar Aimas Kabupaten Sorong menawarkan satu kilogram cabai rawit seharga Rp 250 ribu atau naik Rp 190 ribu dari harga sebelumnya Rp 60 ribu per kg.

Seorang pedagang pasar di Aimas Kabupaten Sorong, Rusdy (32) mengaku menjual cabai rawit Rp 250 ribu karena harga di tingkat agen di Kota Sorong sudah naik. "Saya terpaksa menaikkan harga penjualan cabai rawit kepada konsumen agar memperoleh keuntungan karena harga di agen juga naik," ujarnya, Jumat (6/1).

Ia mengatakan bahwa pasokan cabai rawit dari agen pun terbatas, sedangkan permintaan di pasar cukup tinggi tak ada pilihan pedagang juga menaikkan harga jualnya ke konsumen. Menurut dia, harga cabai rawit tak dapat dikendalikan disebabkan pula pasokan dari petani lokal menurun karena gagal panen akibat diserang hama.

Hal itu, katanya, berbeda dengan harga cabai keriting yang tidak ada kenaikan, tetap stabil Rp 80 ribu per kg dan stok melimpah di pasar. "Meskipun harga cabai tinggi namun tidak mengurangi minat masyarakat untuk membeli," ungkapnya, sebagaimana dilansir dari Antara.

Kementerian Perdagangan telah menugaskan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Persero untuk mendistribusikan komoditas cabai dari daerah penghasil guna menekan harga komoditas tersebut.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan pasokan cabai akan didatangkan dari sejumlah wilayah di Sulawesi, seperti dari Gorontalo dan Makassar, untuk memasok kebutuhan di wilayah Banjarmasin, Kalimantan Selatan. "Cabai dari Sulawesi akan dipasok untuk wilayah yang harganya masih tinggi," kata Oke kepada Antara di Jakarta, Jumat, 6 Januari 2017.

Oke Nurwan juga menyiratkan pemerintah akan membuka keran impor sebagai jalan keluar terakhir.

Sementara itu seorang pengamat mengingatkan pemerintah tak perlu banyak melakukan intervensi dengan mengerahkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengontrol harga komoditas cabai yang tengah melambung tinggi.

"Kalau pemerintah terlalu banyak intervensi ikut cari pasokan justru harga cabai akan semakin menggila. Karena semua pihak berebut pasokan, ini perlu hati-hati," ujar Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/1).

Dwi khawatir langkah intervensi akan menimbulkan perebutan pasokan di sentra produksi cabai antara pemerintah dengan pedagang besar, yang pada rantainya juga menjalankan peran distribusi.

Studi yang tengah dijalankan oleh Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan bahwa jumlah produksi cabai nasional belum dapat mencukupi permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga untuk cabai mencapai 370.000 ton per tahun.

Jumlah ini belum termasuk permintaan sektor industri makanan olahan, yang sebelumnya disebut oleh Kepala Badan Pusat Statistik di tahun 2015 bahwa, angka produksi domestik belum dapat memenuhi permintaan dari sektor tersebut.

"Bayangkan, cabai di supermarket di Singapura, yang notabene impor dari Malaysia, harganya hanya sekitar Rp 80.000 per kg. Ini berarti harga cabai lokal kita dua kali lipat lebih mahal dari itu," kata Peneliti CIPS di bidang Perdagangan dan Kesejahteraan Rakyat, Hizkia Respatiadi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/1), dikutip dari tribunnews.com.

CIPS merekomendasikan kebijakan impor untuk menurunkan harga, apalagi jika harganya memang lebih murah daripada produksi nasional. Untuk cabai merah, dari tahun 2008 hingga 2012, rata-rata harga per kg di tingkat konsumen di Indonesia bisa mencapai Rp 21.000 lebih mahal dibandingkan dengan harga referensi dari Food and Agriculture Organization (FAO).

"Sudah saatnya pemerintah memanfaatkan perdagangan internasional guna menurunkan harga pangan. Jika kita hanya mengandalkan produksi lokal, maka harga pangan kita juga akan terus tergantung pada kondisi cuaca yang tidak menentu di negara kita," pungkasnya.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home