Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 14:52 WIB | Selasa, 12 Januari 2016

Ciplukan, dari Obat Cacing hingga Penguat Jantung

Ciplukan, dari Obat Cacing hingga Penguat Jantung
Ciplukan. (Foto: ccrc.farmasiugm.ac.id)
Ciplukan, dari Obat Cacing hingga Penguat Jantung
Ciplukan jenis Physalis peruviana. (Foto: amazon.co.uk)

SATUHARAPAN.COM – Ciplukan, atau ceplukan, sekian lama dikenal hanya sebagai tumbuhan semak, di pinggir-pinggir jalan, di pinggir-pinggir kali, di tegalan, atau di hutan. Kini, ciplukan naik kelas. Ciplukan, yang termasuk jenis berry, jadi hiasan kue tart, bersama aneka berry lain, seperti raspberry dan stroberi, produk butik kue-kue terkenal. Ciplukan juga dijual di pasar swalayan papan atas dalam kemasan khusus, dengan harga mahal, apalagi yang berlabel impor.    

Belakangan, ciplukan, dalam kemasan botol plastik, sudah menghiasi lemari obat rumah tangga, bahkan di rumah-rumah gedongan.

Ciplukan punya banyak nama lokal. Orang Jawa menyebutnya ceplukan. Nama lainnya adalah cecenet atau cecendet (Sunda), yor-yoran, nyor-nyoran, atau nyur-nyuran (Madura), lapinonat (Seram), angket, kepok-kepokan, keceplokan, kopok-kopokan (Bali), dedes (Sasak), leletokan (Minahasa). Orang Inggris menyebutnya morel berry (Inggris).

Tumbuhan bernama ilmiah Physalis angulata ini, seperti dibaca di Wikipedia, adalah herba berumur setahun, tegak, tinggi sampai dengan satu meter. Batang berusuk (=angulata) bersegi tajam dan berongga. Daunnya berbentuk bundar telur, berujung runcing, dengan tepi rata atau tidak.

Bunga di ketiak, dengan tangkai yang tegak, keunguan, dan dengan ujung yang mengangguk. Kelopak berbagi lima. Mahkota serupa lonceng, berlekuk lima dangkal, kuning muda dengan noda kuning tua dan kecoklatan di leher bagian dalam. Tangkai sari kuning pucat dengan kepala sari biru muda.

Buah dalam bungkus kelopak yang menggelembung berbentuk telur berujung meruncing, hijau muda kekuningan, dengan rusuk keunguan. Buah di dalamnya kekuningan jika masak, manis rasanya.

Di Jawa juga dijumpai jenis Physalis minima yang mirip bentuknya dengan Physalis angulata, namun bagian-bagian batang dan daunnya berwarna hijau. Jenis lain adalah ciplukan badak, Physalis peruviana, yang dibudidayakan di Amerika Selatan, Australia, dan Selandia Baru, dan buahnya sebagian diekspor ke Eropa.

Seluruh bagian tumbuhan, dari daun sampai akar, dan biasanya dikeringkan lebih dulu, sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat tradisional.

Dr A Seno Sastroamidjojo dalam bukunya, Obat Asli Indonesia (1965), menyebutkan buah tumbuhan ini mengandung asam sitrun, sementara daun dan kelopaknya mengandung physaline. Selain physaline, Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyebutkan ciplukan juga mengandung senyawa-senyawa aktif antara lain saponin, flavonoid, dan polifenol.

Ciplukan adalah tumbuhan asli Amerika yang tersebar luas di daerah tropis di dunia. Di Jawa, ciplukan tumbuh liar, di dataran rendah hingga ketinggian 1.550 meter di atas permukaan air laut.

Hasil penelitian Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi UGM, juga Seno Sastroamidjojo dalam buku Obat Asli Indonesia menyebutkan akar tumbuhan ciplukan pada umumnya digunakan sebagai obat cacing dan penurun demam. Daunnya digunakan untuk penyembuhan patah tulang, busung air, bisul, borok, penguat jantung, keseleo, nyeri perut, dan kencing nanah. Buah ciplukan sendiri sering dimakan untuk mengobati epilepsi, tidak dapat kencing, dan penyakit kuning.

Sejak lama, ciplukan diteliti para ahli berbagai negara. Dari penelitian yang telah dilakukan, baik secara in vitro maupun in vivo, diperoleh informasi ciplukan memiliki aktivitas sebagai antihiperglikemi, antibakteri, antivirus, imunostimulan dan imunosupresan (imunomodulator), antiinflamasi, antioksidan, dan sitotoksik.

Penelitian Baedowi (1998) terhadap ciplukan secara in vivo pada mencit, menyebutkan ekstrak daun ciplukan dengan dosis tertentu dapat mempengaruhi sel beta-insulin pankreas, yang menunjukkan adanya aktivitas antihiperglikemi dari ciplukan.

Penelitian Januario dan kawan-kawan (2000) menyebutkan aktivitas antimikroba ekstrak murni herba Physalis angulata L memiliki pengaruh menghambat Mycobacterium tubercolosis.

Ciplukan sudah hadir di bursa obat herbal, dalam kemasan botol plastik dengan nama sama, lengkap dengan promosi aneka khasiatnya.  

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home