Loading...
DUNIA
Penulis: Kartika Virgianti 18:18 WIB | Senin, 08 September 2014

Darurat Militer Memukul Pariwisata Thailand

Sekelompok wisatawan Tiongkok kunjungi Grand Palace di Thailand pada 4 September 2014. (Foto: Reuters)

BANGKOK, SATUHARAPAN.COM – Pariwisata menyumbang sekitar 10 persen dari perekonomian di Thailand, dan penetapan darurat militer setelah kudeta pada Selasa (20/5) lalu telah membuat industri pariwisata terpukul. Sejak diumumkannya kudeta militer itu sampai Juli, statistik kedatangan turis menurun 18 persen.

Meskipun masih darurat militer, Thailand tetap mengundang wisatawan untuk berlibur di negaranya, melalui promosi berupa visa gratis, terutama untuk Tiongkok yang memang merupakan sumber wisatawan terbesar di negeri gajah putih itu.

Penurunan jumlah wisatawan setelah kudeta itu yang paling menonjol adalah pengunjung dari Asia Timur, sedangkan dari Eropa tidak seberapa.

Memenangkan kembali para wisatawan dari Tiongkok menjadi sangat penting, karena keuntungan dari wisatawan Tiongkok berdasarkan data dari tahun 2012 sampai 2013 melonjak 80 persen, atau menyumbang sekitar US$ 6 miliar bagi perekonomian Thailand.

Berdasarkan data terakhir pengunjung dari Tiongkok turun 41 persen sampai bulan Juni, dari Hong Kong 46 persen, Jepang 25 persen, dan Korea 29 persen, sementara pendatang dari Eropa turun tiga persen.

Kementerian Pariwisata Thailand mengatakan langkah-langkah promosi pariwisata baru, terus digencarkan termasuk perpanjangan 30-hari tinggal bagi pengunjung dari 48 negara dan wilayah Asia, selain bebas visa untuk tamu Tiongkok, wisatawan dari berbagai negara lain juga tidak perlu visa liburan.  

Hal itu guna mengembalikan pariwisata Thailand, dan mungkin bisa membuat wisatawan menghemat 1.000 baht (USD 30) untuk mengurus visa. Kebijakan tersebut sudah mulai diterapkan sekitar bulan lalu.

Pendapatan Menurun

Chen Wei, Manajer Departemen Perjalanan Outbound untuk Asia, Shanghai Huating Overseas Tourist Co, mengatakan perusahaannya hanya melayani satu rombongan terdiri dari 20 wisatawan selama seminggu di bulan Agustus, di mana sebelum kudeta militer itu, rata-rata tiap tahun terdapat 2-3 kelompok (setiap kelompok terdiri dari 30 wisatawan) seminggu.

Penurunan jumlah wisatawan dari Tiongkok juga sangat dirasakan di Chiang Mai kota yang terletak di sebelah utara Thailand favorit wisatawan Tiongkok sejak 2012 setelah diputarnya film “Lost in Thailand” di box-office Tiongkok, di mana film tersebut menggambarkan petualangan wisata dua orang Tionghoa di Thailand.

General Manager Dusit D2 Chiang Mai Hotel, Tatcha Riddhimat mengatakan jumlah tamu dari Tiongkok di hotelnya turun hampir 90 persen pada Juni dan Juli.

Akibat dari berkurangnya tamu lebih dari setengah dari jumlah kamar yang tersedia, para pelaku bisnis perhotelan Thailand tidak sabar agar darurat militer segera dicabut apabila kerusuhan politik telah mereda.

Darurat Militer

Krisis politik di Thailand kembali bergejolak sejak akhir tahun 2013 lalu, di masa kepemimpinan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra. Selanjutnya, ketegangan antara pemerintah dan oposisi terus meningkat selama beberapa bulan berikutnya.

Dua pekan setelah Mahkamah Konstitusi memerintahkan Shinawatra mengundurkan diri, Angkatan Bersenjata Thailand mengumumkan darurat militer. Pengumuman tersebut praktis memberikan kekuatan yang lebih luas kepada tentara untuk melaksanakan keputusannya, termasuk mengambil alih stasiun televisi.

Militer bersikukuh tindakan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab mereka terhadap negara, bukan kudeta. Langkah militer tersebut diklaim demi menghentikan kelompok-kelompok yang menggunakan senjata untuk memerangi pemerintahan.

Bahkan dalam pemberitaan di televisi, dikatakan bahwa darurat militer dilaksanakan semata-mata untuk memulihkan perdamaian dan ketertiban bagi semua orang. Penerapan darurat militer tidak akan berdampak terhadap pemerintahan sementara.

Namun, Kepala Penasihat Keamanan bagi Perdana Menteri sementara, Paradorn Pattanatabut mengatakan keputusan militer tidak pernah dikonsultasikan dengan pemerintah.

“Semua normal, kecuali masalah tanggung jawab militer untuk keamanan nasional,” kata Pattanatabut.

Seorang juru bicara di pemerintahan menginformasikan bahwa akibat keputusan militer tersebut, sebabkan terjadinya pergantian posisi kesatuan militer di sejumlah titik di Bangkok.

Pada 2006, militer Thailand juga pernah mengambil alih kekuasaan. Setidaknya militer telah melakukan kudeta sebanyak 11 kali sejak berakhirnya monarki absolut pada 1932. (reuters.com/bbc.co.uk)

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home