Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 14:21 WIB | Senin, 20 Februari 2017

Freeport Mulai Proses Arbitrase

CEO Freeport-McMoran Inc, Richard C Adkerson (kanan) bersalaman dengan mantan Presiden Direktur PTFI Chappy Hakim usai konferensi pers di Ruang Jade lantai 2 Fairmont Hotel, Senayan, Jakarta, hari Senin (20/2). (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - CEO Freeport-McMoran Inc, Richard C Adkerson, mengaku PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak dapat menerima perubahan Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diminta oleh Pemerintah Indonesia.

“Posisi kami tidak dapat menerima IUPK dari Pemerintah dengan harus melepaskan Kontrak Karya, kami tidak bisa melepaskan itu,” kata Adkerson yang didampingi juru bicara PTFI, Riza Pratama, di Jakarta, hari Senin  (20/2).

Ia mengatakan, pada hari Jumat (18/2) Freeport telah mengirimkan surat kepada Kementerian ESDM, yang menunjukkan perbedaan-perbedaan antara IUPK dan KK.

Menurut dia, ada waktu 120 hari bagi Pemerintah Indonesia dan Freeport untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan tersebut. Jika tidak dapat menyelesaikan perbedaan-perbedaan itu dengan pemerintah, Freeport memiliki hak melaksanakan hak-haknya untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan tersebut.

“Jadi hari ini Freeport tidak melaporkan ke arbitrase, tapi kita memulai proses untuk melakukan arbitrase,” kata Adkerson.

Dampak Negatif

Lebih lanjut, ia mengatakan pihaknya keberatan dengan peraturan-peraturan Pemerintah Indonesia saat ini yang mewajibkan Kontrak Karya (KK) diakhiri untuk memperoleh izin ekspor konsentrat.

Adkerson mengaku telah berdiskusi dengan Pemerintah Indonesia untuk memperoleh jangka waktu enam bulan guna merundingkan perjanjian investasi tersebut. Namun pembicaraan tersebut kurang memuaskan.

"Ekspor akan diizinkan dan KK tetap berlaku sebelum ditandatanganinya perjanjian investasi tersebut. Namun demikian peraturan-peraturan pemerintah saat ini mewajibkan Kontrak Karya diakhiri untuk memperoleh izin ekspor, hal mana tidak dapat kami terima," katanya.

Adkerson mengatakan, selama lebih dari lima tahun, PTFI telah secara konsisten melakukan upaya itikad baik untuk selalu tanggap terhadap perubahan hukum dan peraturan Pemerintah Indonesia. Beberapa di antaranya membawa dampak negatif terhadap operasi kami di tambang Grasberg, Papua.

"Saya telah berada di Jakarta selama beberapa hari untuk menangani berbagai permasalahan yang saat ini dihadapi perusahaan sehubungan dengan diterbitkannya peraturan-peraturan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait ekspor konsentrat," kata dia.

Ia mengatakan bersama tim manajemen dan beberapa tokoh masyarakat setempat, Freeport terus bekerja sama untuk melindungi kepentingan perusahaan dan semua pemangku kepentingan, termasuk karyawan mereka yang berharga.

Meskipun Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara 2009 menyatakan bahwa Kontrak Karya tetap sah berlaku selama jangka waktunya, menurut dia, pemerintah telah meminta agar Freeport mengakhiri KK 1991 agar memperoleh suatu izin operasi yang tidak pasti dan persetujuan ekspor jangka pendek.

"Kami tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan oleh KK yang merupakan dasar dari kestabilan dan perlindungan jangka panjang bagi perusahaan kami dan vital terhadap kepentingan jangka panjang para pekerja dan para pemegang saham kami," katanya.

Adkerson mengatakan, kepastian hukum dan fiskal sangat penting bagi PTFI untuk melakukan investasi modal skala besar berjangka panjang yang diperlukan untuk mengembangkan cadangan di lokasi terpencil operasi mereka di Papua.

Berdasarkan KK Freeport telah melakukan investasi US$ 12 miliar dan sedang melakukan investasi sebesar US$ 15 miliar guna mengembangkan cadangan bawah tanahnya.

"Kami telah membangun suatu kegiatan usaha dengan 32.000 tenaga kerja Indonesia," katanya.

Menurut data, berdasarkan KK pemerintah telah menerima 60 persen manfaat finansial langsung dari operasi Freeport. Pajak-pajak, royalti-royalti, dan dividen-dividen yang dibayarkan kepada pemerintah sejak tahun 1991 telah melebihi US$ 16,5 miliar sedangkan Freeport-McMoRan  telah menerima US$ 10,8 miliar dalam bentuk dividen.

"Pajak-pajak, royalti-royalti, dan dividen-dividen di masa mendatang yang akan dibayarkan kepada pemerintah hingga 2041 diperkirakan melebihi US$ 40 miliar," katanya.

Adkerson menilai, hukum Indonesia mencerminkan prinsip hukum yang diterima secara internasional bahwa suatu kontrak merupakan undang-undang bagi pihak-pihak yang berkontrak tersebut dan kontrak tidak dapat diubah atau diakhiri secara sepihak, meskipun berdasarkan hukum dan peraturan perundangan yang diterbitkan kemudian.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home