Loading...
INDONESIA
Penulis: Doni Setyawan 17:41 WIB | Sabtu, 11 Mei 2013

Gereja Perlu Lakukan Pendidikan Politik bagi Warganya

Dr. Prajarto Dirjosanyoto dari Yayasan Percik, Salatiga. (Foto: Istimewa)

SALATIGA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Yayasan Percik Salatiga, Dr. Pradjarto Dirjosanyoto, mengatakan bahwa potret politik di Indonesia selama ini adalah kotor.  Sementara di tengah warga, termasuk warga gereja, ada kebingungan antara memilih masuk dalam sistem yang kotor atau melawan sistem yang kotor.

Demikian dikatakan Prajarto pada acara “Pendidikan Politik bagi Warga Gereja” yang diselenggarakan Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) Klasis Salatiga Bagian Utara, Sabtu (11/5) di Salatiga.

Hadir juga dalam acara yang diselenggarakan bekerja sama dengan Yayasan Percik itu Budilasarusli, S.H.MH. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan dan fungsionari dari tujuh gereja dalam Klasis Salatiga Utara.

Prajarto mengatakan, dalam situasi tersebut, ada juga warga masyarakat  yang ikut terjebur ke dalam sistem yang sudah terlanjur kotor. Oleh karena itu, dia mempertanyakan, “Seriuskah gereja memikirkan masalah politik?”

Menurut dia, Gereja masih setengah hati dalam berpolitik karena memang tidak ada landasan yang relevan secara teologis untuk kiprah dalam politik praktis. Pendidikan politik bagi warga gereja umumnya masih merupakan reaksi spontan menjelang pemilu atau demam lima tahunan.

Menurut dia, Gereja perlu menyadari bahwa pesta demokrasi tidak selalu menghasilkan sistem politik yang bermanfaat dan tepat guna. Masyarakat memahami politik  “hanya “sebagai kekuasaan dan perebutannya. Namun bisa juga didefinisikan bahwa politik adalah partisipasi publik untuk menentukan arah masa depan kehidupan bersama.

Menurut Pradjarto, yang mengintrodusir  pandangan J. Philip Wogoman,  semestinya Gereja mampu berpartisipasi di bidang politik pada aras Etos Hidup, mendidik warga gereja dalam menyikapi isu-isu, menggiatkan lobi-lobi gereja, mendukung kader-kader tertentu untuk masuk jabatan tertentu, bahkan melakukan pembangkangan sosial dan terakhir berpartispasi dalam revolusi.

Sementara itu, Budi Lasarusli mengatakan bahwa dalam pemilu apapun, yang menjadi sasaran untuk cerdas bukan hanya yang akan dipilih, tetapi juga yang  akan memilih. Pemilih umum yang berkualitas membutuhkan kecerdasan. Bagi pemilih, bakan juga perlu titis, yaitu mampu memilih dengan mandiri tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun.

Kegiatan pendidikan politik seperti ini dinilai penting, dan semestinya dilakukan secara berkala dan tidak hanya insideltal. Jika bisa dilakukan periodik dan teratur, maka kesadaran politik warga Gereja sesuai dengan nilai-nilai kristiani akan bisa terapungkan.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home