Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 15:10 WIB | Selasa, 03 September 2013

JATAM Dukung Aksi Warga Podi Sulteng Menolak Pertambangan

Masyarakat memblokir tambang di Desa Podi Sulteng. (Foto: JATAM)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Selasa (3/9) mengeluarkan laporan pers perihal menagih komitmen moratorium hutan Kementerian Kehutanan dan mendesak agar segera mengambil tindakan tegas, terkait pemberian izin operasi tambang PT Arthaindo Jaya Abadi anak perusahaan PT Earth Resources, bisnis tambang milik dua warga negara India dikenal dengan sebutan “Iron Man” di dalam Kawasan Hutan Lindung, Kabupaten Tojo Una-una.

JATAM merupakan organisasi Perlawanan, Penyelamatan  dan Pemulihan. JATAM bekerja dengan masyarakat korban di banyak daerah di Indonesia yang dirusak oleh kegiatan pertambangan dan migas. Posisi dan tuntutan JATAM lahir dari keprihatinan terhadap penghancuran lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat setempat akibat industri pertambangan dan migas.

Menurut laporan tertulis JATAM yang diterima satuharapan.com, saat ini telah terjadi masalah besar, sejak masyarakat Podi melakukan aksi pemblokiran koridor tambang pada akhir Juli 2013, sebagai ekspresi penolakan tambang, para petani nelayan itu harus sibuk berurusan dengan aparat kepolisian karena praktek kriminalisasi. Polisi menuding nelayan dan petani melakukan penyerobotan lahan tambang.

Sementara menurut JATAM, aksi itu dilakukan warga berdasarkan police line yang dipasang oleh Kapolda Sulteng di lokasi tambang, atas dugaan penyerobotan kawasan hutan oleh PT Arthaindo Jaya Abadi.

Berikut ini beberapa alasan warga yang dikumpulkan JATAM dalam menolak tambang dan perlu dipertimbangkan oleh Menteri Kehutanan untuk segera mengambil tindakan tegas;

1. Operasi tambang biji besi dilakukan di puncak gunung Umogi, kawasan hulu Desa Podi. PT. Artaindo Jaya Abadi juga membangun pelabuhan di dusun IV desa Podi, pelabuhan tersebut tepat di sisi jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan antara ibukota Kabupaten Tojo Una-una dan Kabupaten Poso, dengan luas areal konsesi sebesar 5.000 Ha. Sementara itu, Podi adalah desa yang penduduknya bekerja sebagai nelayan dan Petani. Selama ini di kenal dengan dua identitas daerah yang saling bertolak belakang: banjir bandang dan hasil ikan laut.

2. Banjir Bandang Desa Podi pertama kali terjadi dalam kurun waktu Tahun 1990-1991, banjir menghanyutkan Jembatan dan merendam seluruh rumah warga. Memaksa masyarakat mengungsi. Pada tahun 1997 pemerintah melakukan relokasi dengan membangun 67 rumah untuk warga Podi yang sekarang ini menjadi dusun dua, dengan menghabiskan anggaran kurang lebih 500 juta. Banjir Bandang kedua terjadi pada tahun 2005, menghanyutkan jembatan dan rumah warga. Pemerintah kembali melakukan relokasi yang kedua terhadap warga pada tahun 2007 di dusun empat dengan membangun 272 rumah, yang sekarang masuk di dusun empat (4) wilayah Desa Podi.

3. Berdasarkan data tim konsultan tata ruang Tojo Una-Una tahun 2008 ditemukan perkiraan bahwa hingga tahun 2028, daerah hulu tepatnya di Pegunungan Podi terdapat titik rawan runtuh seluas 169,84 hektare dengan potensi kuantitas reruntuhannya 509.520.000 meter kubik. Sementara itu, potensi areal rawan banjir mencapai lebih dari 92,62 hektare dengan titik lebar longsor 1,90 kilometer,

4. Perubahan izin eksplorasi dari PT. Adiguna Usaha Semesta kepada PT. Artaindo Jaya Abadi oleh pemerintah Kabupaten dilakukan secara sepihak tanpa melalui persetujuan masyarakat Podi. Bupati Touna memaksakan tambang ini berdasarkan surat permohonan yang di keluarkan PT. Artaindo Jaya Abadi tertanggal 26 Maret 2012 Nomor; 04/AJA/III/2012. Tepatnya tanggal 3 April 2012, Bupati Tojo Una-una, Damsik Ladjalani mengeluarkan surat keputusan Nomor: 188.45/115/DISTAMBEN. Tentang Perubahan atas Keputusan Bupati Tojo Una-una Tentang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Biji Besi Kepada PT. Artaindo Jaya Abadi.

Fakta-fakta di atas menunjukkan bagaimana kritisnya kondisi hutan di hulu sungai Podi serta ancaman degradasi lingkungan terhadap keselamatan warga Desa Podi. Oleh karena itu, JATAM menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mendesak Kementerian Kehutanan berkomitmen atas moratorium hutan dengan mengambil tindakan tegas pada Bupati Tojo Una-una. Serta menutup operasi Tambang dan melakukan pemeriksaan dugaan tindakan pidana, atas aktivitas PT Artaindo Jaya Abadi di Desa Podi Kabupaten Tojo Una-una karena diduga telah melanggar Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

  2. Memberikan kepastian keselamatan pada warga Podi yang menolak tambang biji besi, sebagai wujud komitmen pemenuhan hak tenurial dan atas lingkungan hidup warga Podi.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home