Loading...
SAINS
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 12:12 WIB | Minggu, 14 April 2019

Kartini Kendeng Ngalungi Indonesia

Kartini Kendeng Ngalungi Indonesia
Seorang warga Desa Tegaldowo, Gunem-Rembang sedang melakukan ritual “Ngalungi Sapi”, Jumat (12/4) siang (Foto-foto:JM-PPK)
Kartini Kendeng Ngalungi Indonesia
Perempuan petani JM-PPK menyatakan sikap atas belum dijalankannya KLHS I-II Kendeng dalam “Kartini Kendeng Ngalungi Indonesia”.

REMBANG, SATUHARAPAN.COM – Pada hari Jumat (12/4) siang, petani Kendeng yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) yang berada di wilayah Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan, Kecamatan Gunem- Rembang, mengadakan ritual "Ngalungi Sapi", dalam pernyataan sikap “Kartini Kendeng Ngalungi Indonesia”. Ritual tersebut dimaksudkan sebagai wujud rasa syukur pada Tuhan atas limpahan berkat-Nya.

Bagi generasi muda saat ini tradisi ngalungi sapi mungkin agak asing di telinga. Namun, tradisi “Ngalungi Sapi” yang dilakukan oleh banyak petani di Kabupaten Rembang di berbagai wilayah sudah berjalan cukup lama. Kata ngalungi berarti memberikan kalung dengan ketupat pada ternak besar (biasanya sapi-kerbau) yang digunakan petani untuk membantu mengolah lahan pertaniannya.

Dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com, nara hubung Kartini Kendeng Ngalungi Indonesia oleh perempuan petani JM-PPK di Rembang, Sukinah, menjelaskan sapi atau kerbau menjadi salah satu hewan ternak yang membantu dalam proses bertani, khususnya bagi masyarakat Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan.

Dalam mengolah tanah, masyarakat setempat masih menggunakan tenaga ternak besar semisal sapi dan kerbau untuk membajak tanah dalam persiapan tanam. Pada saat musim hujan tiba, aktivitas petani meningkat, dan pada saat itulah peran ternak dalam membantu kerja petani dirasakan. Hal yang perlu diperhatikan adalah kesehatan petani, kesehatan ternak, dan tentunya kesehatan lahan-media tempat menanam.

Pada saat selesai menanam para petani melakukan "Ngalungi Sapi" sebagai tradisi ucap syukur atas terselesainya pekerjaan pengolahan tanah serta menanam dengan ternak yang selalu sehat.

Dalam tradisi "Ngalungi Sapi", para petani memasak ketupat dengan lauk olahan masyarakat setempat dengan memanjatkan doa, dan setelah itu sebagian diberikan kepada ternak sapi-kerbau dan serta dimakan bersama masyarakat sekitar.

Bagi petani Kendeng, kelestarian budaya dan alam tidak bisa dipisahkan. Tanpa alam yang lestari dan tanpa budaya adiluhung yang terus terpelihara, maka musnahlah peradaban manusia.

Sukinah menambahkan, tanggal 12 April 2019 bertepatan dua tahun sejak dikeluarkannya rekomendasi dari tim ahli KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) atas wilayah Pegunungan Kendeng, khususnya yang berada di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih Rembang.

KLHS Kendeng meliputi wilayah dua provinsi yaitu Jawa Timur (Kabupaten Lamongan, Bojonegoro, dan Tuban) serta Jawa Tengah (Kabupaten Rembang, Blora, Grobogan dan Pati) merupakan perintah Presiden RI yang lahir setelah bertemu Petani Kendeng pada tanggal 2 Agustus 2016 di Istana Negara Jakarta.

Dalam pertemuan wakil JM-PPK dengan Presiden RI Joko Widodo pada 2 Agustus 2016 di Istana Merdeka, setelah mendengar pemaparan warga, Presiden Joko Widodo menyampaikan  butir-butir keputusan yaitu:

  1. Perlu dibuat kajian mengenai daya dukung dan daya tampung Peg Kendeng melalui KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis);
  2. KLHS akan dikoordinir oleh Kantor Staf Kepresidenan mengingat masalah Kendeng bersifat lintas Kementerian dan Daerah (5 kabupten, 1 provinsi); 
  3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI sebagai ketua panitia pengarah; 
  4. Selama proses KLHS selama 1 tahun semua izin harus dihentikan; 
  5. Menjamin terjadi proses dialog yang sehat selama KLHS dilakukan.

Pada tanggal 12 April 2017 diumumkan KLHS tahap I dengan kajian khusus pada Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih yang berada di Kabupaten Rembang dengan rekomendasi: 

  1. CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung dan ditetapkan sebagai Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).
  2. Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), baik di tingkat Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah, dan tingkat nasional perlu direvisi dengan mengedepankan asas keterbukaan dan melibatkan peran serta masyarakat.
  3. Selama proses penetapan status CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung atau KBAK (Kawasan Bentang Alam Karst) dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu sistem akuifer.
  4. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah harus terbuka kepada publik terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencakup nama perusahaan, lokasi, luas, dan masa berakhir izin.
  5. Penambangan direkomendasikan dihentikan sementara hingga adanya penetapan status CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung atau KBAK.
  6. Pemerintah Jawa Tengah juga harus menghentikan penerbitan IUP baru yang akan beroperasi di CAT Watuputih dan sekitarnya.
  7. Perusahaan yang telah memiliki IUP namun belum menambang, alternatif lokasi penambangan disesuaikan dengan perubahan RTRW Kabupaten Rembang.

Dalam keterangan tertulisnya Sukinah juga menambahkan hingga saat ini rekomendasi hasil KLHS Kendeng satu pun belum dijalankan oleh pemangku negeri ini baik pusat maupun daerah. Bahwa, dasar operasi PT Semen Indonesia di Rembang banyak melakukan pelanggaran dan hasil rekomendasi KLHS Kendeng tidak dipatuhi sama sekali.

“Bagi kami, sampai kapan pun akan terus memperjuangkan kelestarian Pegunungan Kendeng. Terus menolak keberadaan industri semen dan penambangan batu kapur di Pegunungan Kendeng. Karena kami tidak hanya memikirkan masa depan pertanian kami. Tetapi, kami juga memikirkan masa depan seluruh makhluk hidup yang ada di dalam kawasan Pegunungan Kendeng dan masa depan anak cucu kita semua. Air yang mengalir dari sumber mata air yang ada di Kendeng tidak hanya dinikmati oleh petani Kendeng. Tanpa air, musnahlah kehidupan ini,” jelas Sukinah dalam keterangan tertulisnya kepada satuharapan.com, Jumat (12/4) sore.

JM-PPK melalui nara hubung Sukinah mengingatkan kepada seluruh pihak yang sedang berkontestasi, baik calon Presiden, calon Wakil Presiden maupun seluruh partai politik, calon anggota legislatif baik DPRD maupun DPR serta calon anggota DPD, bahwa suara rakyat bukan untuk “dibeli” dengan janji-janji kosong tanpa realisasi keberpihakan pada kepentingan rakyat. Rakyat menginginkan yang terbaik bagi negeri ini. Pembangunan berkelanjutan yang tidak menghancurkan sumber daya alam, pembangunan yang tidak meminggirkan rakyat (masyarakat adat/pedalaman), pembangunan yang berkeadilan, pembangunan yang tidak mencerabut jati diri bangsa sebagai bangsa agraris dan maritim, serta pembangunan yang menuju kepada kemandirian bangsa.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home