Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 16:43 WIB | Selasa, 12 Juli 2016

Kebencian kepada Kulit Hitam Mendarah Daging di AS

Kebencian kepada Kulit Hitam Mendarah Daging di AS
Benjamin Watson di pinggir lapangan. (Foto: foxnews.com).
Kebencian kepada Kulit Hitam Mendarah Daging di AS
Benjamin Watson (kedua dari kiri), dan istrinya, Kirsten Watson (kanan), dan kelima anaknya. (Foto: gospelherald.com).

BALTIMORE, SATUHARAPAN.COM – Dua peristiwa pembunuhan yang terjadi di Amerika Serikat akhir-akhir ini membuat salah satu atlet American Football atau sepak bola ala Amerika, yang bermain di klub Baltimore Ravens, Benjamin Watson, angkat bicara tentang perbedaan warna kulit di AS.

Penembakan yang dilakukan mantan prajurit Amerika Serikat (AS), Micah Johnson, terhadap lima polisi di Dallas, merupakan serangan balasan terhadap dua penembakan yang dilakukan petugas kepolisian berkulit putih terhadap dua laki-laki berkulit hitam, Philando Castile dan Alton Sterling.

Seperti diberitakan Christian Post, pada hari Senin (11/7), Watson menyoroti keprihatinannya di AS saat ini dengan berdasar pada beberapa hal penting, antara lain di Amerika Serikat masih sering terjadi kurangnya pengetahuan sejarah perbedaan warna kulit, selain itu dalam beberapa lingkup komunitas di AS masih memberi stigma buruk terhadap masyarakat kulit hitam yang diidentikkan dengan kejahatan. Selain itu di AS saat ini masih belum memikirkan undang-undang atau politik guna membantu warga kulit hitam yang terpinggirkan, belum lagi dengan adanya pemberitaan di media yang cenderung bias.

Atlet berusia 35 tahun tersebut menuturkan dalam hidupnya dia melihat banyak orang Amerika Serikat yang saat ini menganggap kelompok kulit hitam bukan bagian penting.  

Watson mendoakan keluarga korban. “Saya dengan rendah hati meminta orang-orang yang mengenal Tuhan agar selama lima menit berdoa untuk negara kita,” kata Watson.

Menurut atlet yang juga bergiat dalam kesaksian di berbagai perkumpulan doa tersebut, solusi sesungguhnya dari ketegangan dan konflik berdasar rasisme, yakni setiap warga Amerika Serikat (AS) harus berani berbicara tentang keterbukaan dengan hati saat seseorang melihat warga Amerika Serikat lainnya.

“Dengan mengubah isi hati, kita dapat melihat mengubah pandangan saudara-saudara kita secara lebih jernih, karena kita tidak peduli apa warna kulit mereka, dan memperlakukan mereka sesuai dengan kasih Kristus,” kata dia.   

Dia menekankan di Amerika Serikat saat ini pentingnya menciptakan ikatan antar-ras, berbicara menentang rasisme dan membiarkan Tuhan menentukan nilai-nilai dalaml hidup seseorang.

“Ibaratnya seperti ada seorang laki-laki yang bodoh di mata teman-temannya. Tetapi, Tuhan tidak melihat hal itu, Tuhan melihat dengan hati,” kata dia.

“Saat itulah kami tidak akan lagi membiarkan ketidakadilan terjadi,” dia menambahkan.

Watson beberapa tahun lalu sempat mengeluarkan opininya menanggapi peristiwa ketegangan rasial pada 2014 yang menimpa remaja kulit hitam, Michael Brown, di Ferguson, Missouri, AS. Menurut dia, masalah rasisme di AS bukan masalah perbedaan warna kulit, tetapi masalah dosa.

Atlet Kristen yang tahun lalu menulis buku berjudul Under Our Skin, Getting Real about Race. And Getting Free From The Fears and Frustrations That Divide Us itu mengatakan masyarakat kulit hitam telanjur menerima stigma buruk selama bertahun-tahun dan berabad-abad akibat perbudakan yang terjadi di awal kemerdekaan AS.

Ia menambahkan stigma buruk itu mengakibatkan masyarakat kesulitan mendapat situasi sosial yang objektif di AS, karena kondisi sosial masyarakat kulit hitam selama ini dilihat dari sudut pandang kulit putih.

“Saya merasa sedih dengan pristiwa yang menimpa Philando Castile dan Alton Sterling, saya menangis dan berdoa,” kata Watson dalam akun Twitter-nya beberapa saat setelah Castile dan Sterling meninggal dunia ditembak petugas kepolisian di dua kota terpisah.

Sebelum penembakan yang dilakukan oleh Micah Johnson, kata Watson, bahkan peristiwa penembakan yang dilakukan dua polisi berkulit putih terhadap dua laki-laki berkulit hitam dianggap tidak penting bagi sejumlah media di AS.  

Watson menganggap penembakan terhadap dua laki-laki berkulit hitam, Philando Castile dan Alton Sterling membuatnya berpikir cukup radikal, karena saat di sekolah dia sempat memiliki pemikiran yang aneh. “Sepertinya berkembang dalam pemikiran saya, teman saya yang kulit putih lebih penting,” kata dia. (christianpost.com)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home