Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 11:50 WIB | Kamis, 27 Juli 2023

Ketua Adat Dayak Iban Dapat Penghargaan dari Lembaga di Portugal

Ketua Adat Dayak Iban Dapat Penghargaan dari Lembaga di Portugal
Apai Janggut, “tuai rumah panjang" (Ketua Masyarakat Adat) Dayak Iban Sungai Utik, Kalimantan, Indonesia mendapatkan penghargaan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 dari Yayasan Calouste Gulbenkian di Lisabon, hari Rabu (19/7). Mantan kanselir Jerman, Angela Merkel, menyerahkan penghargaan itu, yang dia terima bersama dua orang lainnya dari Cameroon dan Brazil. (Foto-foto: KBRI Lisabon/Kemlu)
Ketua Adat Dayak Iban Dapat Penghargaan dari Lembaga di Portugal
Apai Janggut, “tuai rumah panjang" (Ketua Masyarakat Adat) Dayak Iban Sungai Utik, Kalimantan, menyampaikan pernyataannya atas penghargaan itu.

LISABON, SATUHARAPAN.COM-Apai Janggut, “tuai rumah panjang" (Ketua Masyarakat Adat) Dayak Iban Sungai Utik, Kalimantan, Indonesia mendapatkan penghargaan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 dari Yayasan Calouste Gulbenkian di Lisabon, hari Rabu (19/7). Dia menerima penghargaan bersama dua orang lainnya dari Cameroon dan Brazil.

Penghargaan ini diberikan oleh António Feijó, Presiden Yayasan Gulbenkian dan Angela Merkel, Ketua Juri Gulbenkian Prize for Humanity, dalam acara yang dihadiri oleh Presiden Portugal, Marcelo Rebelo de Sousa, dan PM Portugal, Antonio Costa.

Ketiga pemenang tahun ini ditetapkan oleh para juri yang diketuai oleh Angela Merkel, mantan Kanselir Jerman. Para pemenang terpilih adalah Apai Janggut, “tuai rumah panjang" Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik; Cécile Bibiane Ndjebet, campaigner dan agronomist dari Cameroon; dan Lélia Wanick Salgado, environmentalist, designer dan scenographer dari Brazil.

Dalam acara penyerahan penghargaan ini, turut hadir Duta Besar RI untuk Portugal, Rudy Alfonso. “Penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi bagi mereka yang menunjukkan komitmen luar biasa terhadap aksi lokal dan gerakan berbasis masyarakat, yang mendukung perlindungan hutan dan restorasi ekosistem," kata Dubes Rudy.

"Hutan adalah sumber hidup kami, yang sudah diturunkan oleh leluhur kami sejak dulu. Menjaga hutan adalah bagian dari budaya kami. Karena di dalam hutan tersebut terdapat ladang kami, tanaman obat, sungai, kuburan keramat leluhur kakek nenek kami yang sudah meninggal yang harus kami jaga.  Kami bangga, aksi kami ternyata bermanfaat bagi dunia," kata Apai Janggut.

Para pemenang akan menerima hadiah yang ditujukan untuk mendukung dan melanjutkan kegiatan yang sudah dilakukan, agar dapat meningkatkan aksi kerja mereka bagi restorasi ekosistem dan upaya mengatasi isu perubahan iklim, baik di tingkat tapak, nasional maupun global.

"Hadiah ini sangat berguna bagi kami, akan kami gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menyiapkan mereka dalam menghadapi tantangan ke depan, untuk peningkatan kapasitas generasi muda kami, dan menyiapkan pendidikan yang lebih baik. Selain itu juga untuk mengembangkan alternatif pendapatan jangka panjang seperti ekowisata dan PES (Payment Ecosystem Services)," imbuh Remang, Kepala Desa Batu Lintang, masyarakat Sungai Utik, yang turut mendampingi Apai Janggut.

Penghargaan ini membuktikan bahwa hutan dapat memberikan manfaat lebih ketika hidup, ketimbang ditebang. Aksi lokal Masyarakat Adat Sungai Utik dalam aksi mitigasi perubahan iklim memberikan manfaat tidak saja bagi masyarakat itu sendiri, tapi juga bagi negara dan dunia.

Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik sebelumnya telah mendapatkan penghargaan nasional Kalpataru dari pemerintah Indonesia, dan UNDP Equator prize pada tahun 2019, atas upaya mereka mempertahankan hutannya dari penebangan liar, perambahan dan konversi lahan oleh perusahaan.

Dalam penganugerahan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 di Lisabon ini, Apai Janggut turut didampingi oleh Raymundus Remang, selaku Kepala Desa Sungai Utik, Joni Manehat dari Komunitas Sungai Utik, dan Yani Saloh, Friends of Sungai Utik.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home