Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 10:23 WIB | Kamis, 02 Februari 2017

Komisi II Minta Pemerintah Tunda Hasil Pansel KPU dan Bawaslu

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Lukman Edy. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy meminta pemerintah menunda pengiriman hasil Pansel Komisioner KPU RI dan Bawaslu RI, sebab masih menunggu Undang-Undang Penyelenggara Pemilu selesai.

“Pengumuman hasil Pansel KPU RI dan Bawaslu RI, sebanyak 14 orang calon Komisioner KPU RI dan 10 orang calon Komisioner Bawaslu RI, yang kemudian oleh pemerintah akan di kirimkan ke DPR untuk dipilih sebanyak 7 orang Komisioner KPU RI dan 5 orang Komisioner Bawaslu RI, sebaiknya ditunda dulu, sambil menunggu selesainya Undang-Undang penyelenggaraan Pemilu yang baru,” kata Lukman Edy, di Jakarta, hari Kamis (2/2).

Selain itu, Politisi Partai PKB ini mengkhawatirkan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu yang baru nanti pasal yang mengatur soal penyelenggara Pemilu (tentang KPU, Bawaslu dan DKPP) akan berbeda dengan norma Undang-Undang lama.

“Paling tidak ada beberapa catatan tentang penyelenggara pemilu yang diusulkan pemerintah dalam draft RUU, Daftar Inventaris Masalah (DIM) fraksi - fraksi maupun usulan dari masyarakat yang berbeda dengan Undang-Undang lama,” kata dia.

Pertama, kata Lukman seperti batas usia penyelenggara pemilu. Dalam draft RUU dari pemerintah mengusulkan menaikkan syarat minimal usia komisioner 5 tahun, sementara ada usulan masyarakat untuk membuat syarat maksimal usia komisioner.

Kedua lanjut Lukman seperti ada catatan keterlibatan penyelenggara pemilu dalam partai politik. Dalam draft RUU dari pemerintah mengusulkan calon komisioner menyatakan mundur dari partai politik pada saat pendaftaran, sementara UU lama menyatakan tidak boleh ada catatan sebagai pengurus partai politik 5 tahun terakhir.

“Ketiga seperti  jumlah komisioner KPU RI maupun Bawaslu RI. Ada usulan untuk menambah jumlah komisioner Bawaslu menjadi 7 orang, mengingat beban tugas dan tambahan kewenangan Bawaslu di dalam draf RUU, sehingga dianggap kompisisi 5 orang tidak cukup,” kata dia.

Keempat kata Lukman untuk pengrekruitmen, struktur dan kewenangan DKPP. Ada usulan dari masyarakat dan LSM pemerhati Pemilu untuk merubah kewenangan DKPP, termasuk pola rekruitmennya, bahkan ada juga yang mengusulkan diganti namanya.

“Kalau usulan ini bisa diterima maka rekruitmen DKPP bisa jadi juga bahagian tugas dari pansel yang dibentuk pemerintah,” kata dia.

Kelima lanjut Lukman dalam trasformasi kelembagaan Bawaslu RI. Seiring dengan bertambahnya tugas dan kewenangan Bawaslu yang cenderung menjalankan fungsi peradilan pemilu, maka diusulkan kelembagaan Bawaslu ini di transformasi sedemikian rupa lebih sebagai lembaga peradilan pemilu, sementara tugas pengawasan seperti sebelumnya di lakukan langsung oleh masyarakat seperti pemilu 1999.

“Kalau usulan ini yang disepakati maka, berimplikasi terhadap ketentuan-ketentuan rekruitmen dan keanggotaan Bawaslu,” kata dia.

Kemudian, kata Lukman keenam untuk syarat- syarat khusus keanggotaan KPU RI maupun Bawaslu RI. Beberapa usulan masyarakat yang signifikan merubah persyaratan kompetensi komisioner KPU maupun Bawaslu, seperti: penerapan e-vooting mengharuskan ada komisioner yang ahli teknologi IT, audit komprehensif terhadap dana kampanye mengharuskan ada komisioner yang punya keahlian auditor, penyelidikan dan penyidikan praktik money politik mengharuskan persyaratan yang punya pengalaman inteligen dan penyidikan, dan usulan tentang kewajiban adanya keterwakilan 30 persen perempuan di Komisioner Penyelenggara pemilu juga akan menjadi persoalan dalam hasil pansel sekarang.

“Soal keterwakilan perempuan ini, kuat desakan penerapan 30 persen secara ketat, artinya kalau pemerintah mengusulkan 14 nama, maka 5 diantaranya harus perempuan, sementara untuk calon KPU RI, dari 10 nama 3 nama harus perempuan,” kata dia.

Ketujuh, kata Lukman untuk Komposisi pansel. Koalisi Perempuan juga mengusulkan mulai dari pembentukan pansel keanggotaannya harus menggambarkan 30 persen perempuan. Juga soal keterwakilan unsur mana saja pansel harus diperjelas dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu sehingga tidak multi tafsir sehingga menimbulkan persoalan dan protes dari masyarakat. Misalnya unsur dari pemerintah itu batasannya apa, unsur dari masyarakat juga batasannya apa, termasuk petahana Penyelenggara Pemilu apa boleh menjadi pansel, ini semua harus jelas.

“Nah, kalau kemudian Undang Undang baru mengatur ketentuan yang berdeda dengan ketentuan lama, kan akan menjadi persoalan dan berpotensi akan di tolak Komisi II DPR RI, yang diberi tugas untuk menseleksinya,” kata dia.

“Bagi kami baik itu di Pansus maupun Komisi II, meyakini bahwa seleksi sekarang kebutuhannya adalah untuk Pemilu 2019, begitu juga Undang-Undang  pemilu yang sedang dibahas adalah untuk pemilu 2019, bukan untuk pemilu 2024,” dia menambahkan.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home