Loading...
DUNIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 06:13 WIB | Senin, 19 Agustus 2013

Malaysia: Penggunaan Kata Allah adalah Eksklusif untuk Umat Islam

Alkitab Malaysia (foto dari themalaysianinsider.com).

KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM - Menjelang pengajuan banding dari pemerintah Malaysia di Pengadilan Banding atas penggunaan kata "Allah", pemerintah Malaysia mengambil sikap tegas bahwa kata "Allah" tidak dapat digunakan oleh non-Muslim.

Menteri Dalam Negeri Malaysia, Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi mengatakan pada Sabtu (17/8) bahwa non-Muslim harus menghormati hak-hak Muslim atas masalah ini dan tidak mungkin ada kompromi.

"Mereka harus menghormati. Penggunaan kata Allah adalah eksklusif untuk umat Islam. Stop polemik," kata Ahmad Zahid kepada wartawan di Kuala Lumpur. Ahmad Zahid juga mengatakan dia tidak bermaksud tidak hormat pada pengadilan.

"Semua Muslim terlepas dari kepentingan agama dan politik harus bersatu atas masalah ini," katanya.

Pengadilan Tinggi Malaysia menjadwalkan Rabu besok (21/8) akan mendengar eksepsi Gereja yang dipimpin oleh Uskup Agung Katolik Roma Kuala Lumpur. Eksepsi ini untuk menolak pengajuan banding dari pemerintah terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang memperbolehkan media mingguan Katolik The Herald menggunakan kata "Allah".

Gereja akan berpendapat bahwa banding pemerintah adalah irasional dan tidak logis. Gereja juga beralasan ada janji yang diucapkan oleh Perdana Menteri Datuk Seri Najib Razak pada April 2011 sebelum pemilu di negara bagian Sarawak di mana dengan jelas memperbolehkan Katolik menggunakan kata "Allah".

Waktu itu kepada umat Kristen di negara bagian Malaysia Timur, PM Najib menawarkan 10 poin solusi dari semua masalah yang dihadapi oleh orang-orang Kristen dalam mempraktikkan agama mereka dengan bebas sebagaimana diatur dalam Konstitusi Federal. Antara lain, perdana menteri mengatakan orang Kristen bebas membawa dan menggunakan Alkitab berbahasa Melayu.

Saat ini Alkitab yang berisi kata "Allah" telah disita oleh pemerintah. Penyitaan ini memicu kemarahan umat Kristen di Sabah dan Sarawak. 

Awal Permasalahan

Kontroversi dimulai ketika pemerintah melalui menteri dalam negeri melarang terbitan The Herald (sebuah media yang diterbitkan oleh Katolik Malaysia) menggunakan kata "Allah". Pelarangan ini digugat oleh Uskup Agung Kuala Lumpur, Murphy Pakiam pada Maret 2009.

Pada tanggal 31 Desember 2009, hakim Lau Bee Lan memenangkan pengajuan judicial review dari Gereja dan mencabut larangan menteri dalam negeri itu, menyatakan bahwa larangan menteri itu ilegal.

The Herald, diterbitkan dalam empat bahasa, telah menggunakan kata "Allah" sebagai terjemahan untuk Tuhan dalam bagian bahasa Melayunya sejak September 1995, namun pemerintah berargumen bahwa "Allah" harus digunakan secara eksklusif oleh umat Islam.

Orang Kristen Malaysia dan bahkan komunitas Sikh telah menyatakan dengan jelas bahwa kata "Allah" tidak bisa secara eksklusif bagi umat Islam, penggunaan kata itu sudah selama berabad-abad di Malaysia dan jug di negara-negara lainnya. (themalaysianinsider)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home