Loading...
INDONESIA
Penulis: Eben Ezer Siadari 07:57 WIB | Sabtu, 08 November 2014

Mantan Kabais TNI Kecewa Jokowi Lupa Janji Maritim

Laksamana Muda (Purn.) Soleman B. Ponto. (Foto: Bayu Probo)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI, Soleman B. Ponto,  mengungkapkan kekecewaannya  atas postur Kabinet Kerja yang tidak menunjukkan prioritas pada pembangunan Indonesia sebagai negara maritim. Padahal, prioritas itu menjadi janji kampanye Presiden Joko Widodo yang dicatat oleh banyak kalangan.

“Kenyataan yang ada, Jokowi-JK hanya memberikan kursi Kementerian Koordinator (Kemenko) Maritim. Padahal kita semua tahu bahwa kemenko tidak memiliki kewenangan mutlak atas kementerian teknis yang berada dalam koordinasinya. Jadi, bila hanya sebagai kemenko, terbentuknya tol laut untuk memperlancar lalu-lintas kapal-kapal pengangkut barang dan penumpang seraya memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara maritim semakin jauh panggang dari api, alias tidak akan pernah tercapai,” kata Ponto, di Jakarta hari ini (8/11).

Ponto yang menjabat Kabais pada kurun waktu 2011-2013 ini mencatat, misi ke-3 dalam janji kampanye Jokowi-JK  berbunyi  mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. Sedangkan misi ke-6 berbunyi mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.

Dari isi kampanye itu, lanjut purnwirawan Laksamana Muda ini, jelas bahwa yang akan mendapat prioritas pembangunan adalah tol laut untuk memperlancar lalu-lintas kapal-kapal pengangkut barang dan penumpang seraya memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara maritim.

Secara historis, tambah putra kelahiran Sangir ini,  jati diri bangsa Indonesia sebagai negara maritim dapat dilihat pada relief yang ada di candi Borobudur. “Disana terlihat jelas ada 10 relief kapal yang mengarungi samudra. Disamping itu, dalam syair lagu anak-anakpun tersirat jelas bahwa bangsa Indonesia sejak dulu merupakan bangsa pelaut. Syair lagu nenek moyangku orang pelaut, jelas  bercerita tentang seorang pelaut diatas kapal yang mengarungi samudera, bukan seorang nelayan yang menangkap ikan. Seorang nelayan tidak akan melaut bila ada ombak dan badai,  sedangkan bagi pelaut di kapal, ombak dan badaipun diterjang,” tutur mantan Asisten Pengamanan Kepala Staf Angkatan Laut/Aspam Kasal TNI ini.

Ponto menyayangkan  Jokowi-JK hanya memberikan kursi kemenko maritim untuk mewujudkan janji membangun negara maritim. Apalagi bila  melihat kementerian yang berada dibawa kemenko tersebut yang terdiri dari  Kementerian Perhubungan, Kelautan dan Perikanan, Pariwisata serta Energi dan Sumber Daya. Menurut dia, prioritas kemaritiman semakin jauh.

“Dari keempat kementerian itu, hanya Kementerian Perhubungan yang memiliki hubungan dengan maritim, melalui Ditjen Perhubungan Laut. Sedangkan ketiga kementerian lainnya, sulit sekali dicari hal-hal yang berhubungan dengan maritim. Dengan demikian, jangan diharapkan kemenko ini bisa mewujudkan janji Jokowi-JK, karena kalau dihitung secara matematis hal yang berhubungan dengan maritim hanya seperduabelas, jauh lebih kecil dari kementerian kelautan dan perikanan,” lanjut dia.

Dari kenyataan ini, dalam hemat Ponto, tersirat bahwa jati diri bangsa Indonesia sebagai pelaut ulung yang gemar mengarungi samudera akan diganti menjadi nelayan yang gemar menangkap ikan. “Dengan demikian Jokowi-JK telah mengingkari janji mereka. Saya tidak tahu, apakah kenyataan yang terjadi ini sesuai dengan kemauan mereka berdua atau hal ini merupakan kreasi dari tim transisi yang tidak sempat mereka berdua koreksi,” kata mantan atase pertahanan di Belanda ini.

“Kalaulah memang ini adalah kreasi dari tim transisi maka dalam waktu singkat mudah diperbaiki, tetapi bila hal itu direstui oleh Jokowi-JK, maka hal itu akan menuai tekanan politik, karena Jokowi-JK telah ingkar janji,” tambah penulis buku TNI dan Perdamaian Aceh ini.

Menurut Ponto, Jokowi-JK masih dapat mencegah kekecewaan berbagai pihak atas tuduhan pengingkaran janji maritim tersebut. Caranya, kata Ponto, adalah dengan menghapus kata koordinator dari kemenko maritim. Dengan kata lain, prioritas terhadap pembangunan maritim tidak diserahkan pada kemenko, melainkan kepada menteri teknis.

“Untuk mengatasi hal ini cabut kata koordinator dari Kemenko Kemaritiman, sehingga yang terbentuk adalah Kementerian Maritim,” pungkas dia.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home