Loading...
DUNIA
Penulis: Eben E. Siadari 21:31 WIB | Jumat, 09 Oktober 2015

Menangi Nobel Perdamaian, Tunisia Jadi Model Demokrasi di Arab

President of the Tunisian employers union Wided Bouchamaoui, Secretary General of Dari kiri: Presiden Serikat Pengusaha Tunisia, Wided Bouchamaoui, Presiden Serikat Buruh Umum Tunisia, Houcine Abassi, Presiden Liga Hak Asasi Manusia Tunisia, Abdessattar ben Moussa, dan Presiden Asosiasi Pengacara Tunisia, Mohamed Fadhel Mahmoud, yang merupakan tokoh National Dialogue Quartet Tunisia, yang menjadi fasilitator dialog perdamaian di Tunisia. Mereka memenangi Hadiah Nobel Perdamaian 2015. (Foto: Reuters/Anis Mili/Files)

OLSO, SATUHARAPAN.COM - National Dialogue Quartet (NDQ) atau Kuartet Dialog Nasional di Tunisia hari ini (9/10) diumumkan sebagai pemenang Nobel Perdamaian 2015 oleh Komite Nobel Norwegia. Dialog itu dinilai telah berhasil membantu membangun demokrasi di Tunisia, tempat "Musim Semi Arab" berawal, serta merupakan contoh transisi damai di suatu wilayah yang tengah berjuang mengatasi kekerasan dan pergolakan.

Dialog Nasional itu disebut kuartet karena terdiri dari empat elemen, yaitu Serikat Pekerja Tunisia (UGTT), Konfederasi Perindustrian, Perdagangan dan Kerajinan Tunisia(UTICA), Liga Hak Asasi Manusia Tunisia (LTDH), dan Orde Pengacara Tunisia. Dialog ini dibentuk pada tahun 2013.

Menurut Ketua Komite Nobel Norwegia, Kaci Kullmann Five, ketika mengumumkan nama pemenang yang disiarkan secara streaming lewat situs resmi nobelprize.org,  dialog itu dalam perjalanannya membantu mendukung proses demokratisasi yang saat itu tengah terancam akan runtuh di Tunisia.

Keberhasilan Dialog ini mendapatkan penghargaan itu telah disambut dengan sukacita di Tunisia. "Ini adalah sukacita yang besar dan kebanggaan bagi Tunisia, tetapi juga harapan untuk Dunia Arab," kata kepala UGTT, Hussein Abassi kepada Reuters.

"Ini adalah pesan bahwa dialog dapat membawa kita pada jalan yang benar. Penghargaan ini adalah pesan untuk wilayah kami untuk meletakkan senjata dan duduk dan berbicara di meja perundingan," tambah dia.

Dengan konstitusi baru, pemilu yang bebas dan politik kompromi antara Islam dan pemimpin sekuler, Tunisia telah naik kelas menjadi model bagaimana membuat transisi menuju demokrasi dari kediktatoran.

"Ini contoh yang brilian, saya pikir Tunisia adalah salah satu negara Arab yang telah melakukan yang terbaik sejak  Musim Semi Arab dan pergolakan di bagian dunia itu," kata Ahmad Fawzi, juru bicara Sekjen PBB di Jenewa.

Hadiah Nobel Perdamaian  senilai 8 juta kronos Swedia (US$ 972.000), akan diberikan dalam sebuah upacara di di Oslo pada 10 Desember mendatang.

Komite Nobel Norwegia memuji NDQ karena memberikan alternatif, proses politik yang damai pada saat negara itu di ambang perang saudara.

"Lebih dari apa pun, hadiah ini dimaksudkan sebagai dorongan kepada orang-orang Tunisia, yang meskipun di tengah tantangan besar, telah meletakkan dasar untuk persaudaraan nasional yang oleh Komite berharap akan menjadi contoh yang harus diikuti oleh negara-negara lain," kata Five.

Kepada Reuters, Five mengatakan, "Saya pikir ini saat yang tepat memberi perhatian pada hasil positif yang telah diperoleh di Tunisia untuk mencoba melindungi mereka, mencoba untuk menginspirasi orang-orang Tunisia untuk membangun lebih lanjut atas dasar ini."

Latar Belakang Berdirinya NDQ

Setelah pemberontakan yang menyebabkan tersingkirnya otokrat Zine El Abidine Ben Ali-tahun 2011, dan terinspirasi oleh protes "Musim Semi Arab," Tunisia sekarang memiliki konstitusi baru, pemilu yang bebas dan pemerintahan koalisi dengan partai-partai sekuler dan Islamis.

Pada tahun 2013, Tunisia tampaknya terpuruk menuju krisis politik yang akan mengancam berakhirnya transisi, dimana kelompok sekular menuntut  pemerintah Islam yang memerintah mundur.

Marah atas pembunuhan dua pemimpinnya serta dipicu oleh tersingkirnya presiden Islamis yang didukung militer Mesir, oposisi Tunisia melakukan protes terhadap penguasa partai Islam Ennahda. Pemerintah sepakat akan mundur tapi ingin adanya jaminan penyerahan yang adil.

UGTT dengan mitra masyarakat sipil lainnya kemudian memfasilitasi perundingan kedua belah pihak, membantu membentuk pemerintah sementara untuk memegang kekuasaan sampai pemilu baru diadakan.

Krisis kemudian berakhir, dan tahun lalu Tunisia mengadakan pemilihan legislatif dan presiden yang sukses untuk menyelesaikan transisi.

Kendati demikian, sejumlah masalah masih tetap ada. Pada bulan Maret, kalangan Islamis bersenjata menewaskan 21 turis dalam serangan di Museum Bardo di Tunis, dan 38 orang asing tewas dalam serangan terhadap sebuah hotel pantai Sousse pada bulan Juni.

Lebih dari 3.000 warga Tunisia juga telah bergabung dengan kelompok-kelompok militan Islam di Suriah, Irak dan negara tetangga Libya. Beberapa dari  jihadis itu telah mengancam untuk kembali ke Tunisia dan melakukan serangan di tanah air mereka.

Terpilihnya NDQ oleh Komite Nobel merupakan sebuah kejutan. Kuartet ini belum pernah disebutkan sebelumnya. Para pengamat lebih banyak berfokus pada Paus Fransiskus dan Kanselir Jerman Angela Merkel.

"Ini luar biasa, luar biasa, tak terduga ... Ini membawa dukungan dari dunia ke Tunisia untuk proses demokrasi," kata anggota LTDH, Chocri Dhouibi kepada televisi Norwegia, NRK.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home