Menlu: ARF Harus Digunakan Untuk Cegah Konflik ASEAN
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan bahwa ASEAN Regional Forum (ARF) mempunyai peran preventive diplomacy untuk menjaga perdamaian dan mencegah terjadinya konflik di kawasan.
Dia memimpin pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) ke-30, Jumat (14/7) di Jakarta. ARF didirikan pada tahun 1994 untuk membentuk arsitektur keamanan kawasan pasca Perang Dingin melalui upaya membangun kepercayaan (confidence building measures) yang mengedepankan dialog dan konsultasi.
Namun, saat ini lanskap keamanan kawasan telah banyak berubah akibat meruncingnya rivalitas negara adidaya (great powers) di kawasan.
Dalam pidato pembukanya, Menlu Retno menyampaikan bahwa pendekatan “tit for tat" telah menciptakan krisis kepercayaan yang dalam, sehingga menghambat kerja sama. Ia juga menggarisbawahi potensi konflik yang berasal dari sengketa wilayah dan konflik etnik. Tantangan tersebut semakin kompleks dengan munculnya masalah keamanan non tradisional seperti terorisme, perdagangan orang, dan perompakan laut.
“Kompleksitas ini menuntut kita untuk dapat mengelola potensi konflik dengan cara yang lebih baik. Kita harus menggunakan ARF sebagai wahana untuk mengupayakan perdamaian dan mencegah terjadinya konflik di kawasan," kata Retno.
Menlu Retno menegaskan pentingnya mengubah defisit kepercayaan menjadi strategic trust. Ia juga menekankan perlunya membangun kerja sama yang bermanfaat langsung bagi masyarakat di kawasan. Untuk itu, Indonesia terus mendorong kerja sama konkret visi ASEAN Outlook on the Indo-Pacific.
“Kerja sama tersebut tidak hanya bermanfaat di bidang ekonomi, namun juga dapat mendorong kerja sama strategis di tengah situasi geopolitik saat ini," kata Retno.
ARF Harus Bertransformasi Jadi Pencegahan Konflik
Dikatakan bahwa sudah saatnya ARF bertransformasi ke tahap selanjutnya untuk menjadi mekanisme pencegahan konflik (preventive diplomacy) yang lebih responsif dalam menghadapi tantangan keamanan di kawasan.
Sementara dalam pernyataan nasional, Menlu Retno menyampaikan tiga rekomendasi untuk menjadikan ARF memiliki peran dalam preventive diplomacy:
Pertama, menerapkan norma dan nilai-nilai yang dijunjung ASEAN, seperti yang tertuang di dalam Piagam ASEAN dan Treaty of Amity and Cooperation (TAC).
“Kita memerlukan pedoman untuk mencegah terjadinya konflik. Dalam hal ini, karena domain maritim menyimpan banyak potensi konflik, kita perlu menetapkan aturan main khususnya di domain maritim," kata Retno.
Kedua, ARF harus mendorong kerja sama konkret. ARF harus menjadi sebuah mekanisme berorientasi aksi untuk menghadapi tantangan keamanan kawasan. Terdapat sejumlah kerja sama yang dapat dilakukan seperti program peningkatan kapasitas dan joint exercises. Kerja sama konkret tersebut harus bersifat inklusif dan tidak mengancam pihak lain.
Ketiga, penguatan kapasitas institusional ARF. Retno mendorong penguatan peran ARF Chair dan Friends of the ARF Chair. Retno juga mendorong mekanisme Track II ARF, dan untuk memajukan mekanisme ARF ke tahap preventive diplomacy, diperlukan kemauan politik dari seluruh pihak.
Pertemuan ARF ke-30 menyoroti sejumlah isu keamanan kawasan maupun di luar kawasan di antaranya isu Myanmar, keamanan maritim Laut China Selatan, denuklirisasi di Semenanjung Korea, dan pentingnya kawasan Indo-Pasifik yang bebas dari senjata nuklir. Isu di luar kawasan masih didominasi dampak perang yang terjadi di Ukraina.
Para peserta pertemuan juga menyampaikan apresiasi kepemimpinan Indonesia di ASEAN, terutama dalam mendorong implementasi Five Point Consensus (5PC) di Myanmar. Peserta pertemuan juga menegaskan dukungan pada sentralitas ASEAN dan penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk Piagam PBB.
Editor : Sabar Subekti
Mataram Mampu Produksi 20 Ton Magot
MATARAM, SATUHARAPAN.COM - Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) modern di Sandubaya, Kota Mataram...