Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 00:23 WIB | Sabtu, 14 Februari 2015

Paripurna DPR Sahkan RUU APBN-P 2015

Ilustrasi Rapat Paripurna DPR. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Rapat Paripurna ke-19 DPR akhirnya mengesahkan RUU tentang Perbuahan atas UU No 27/2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 menjadi UU, sekaligus mengakhiri proses panjang yang dimulai sejak siang hari.

Pengesahan itu sendiri dilakukan di dalam rapat paripurna DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/2) malam, dengan peserta kurang lebih 100-an anggota dewan. Walau demikian, rapat tetap sah karena daftar hadir yang dipakai adalah presensi pada pembukaan rapat di siang hari, yang sudah memenuhi kuorum.

‎"Setelah melalui serangkaian rapat yang intensif dan forum lobi yang telah kita lalui tadi, sehingga, asumsi makro yang telah dibahas sebelumnya dapat disahkan. Sah?," pemimpin Rapat Paripurna ke-19 DPR Taufik Kurniawan bertanya pada peserta yang hadir.

"Sah,"‎ jawab para peserta rapat.

Taufik melanjutkan, pengesahan itu adalah bagian dari pelaksanaan komitmen DPR untuk mendukung pembangunan bangsa dan negara.

Dengan demikian, Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bisa berlanjut dengan sejumlah program pembaharuan yang diusungnya, dengan sejumlah nomenklatur kementerian barunya.

Buruknya Komunikasi Pemerintah

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Ahmadi Noor Supit sempat mengakui bahwa tertundanya pengesahan RUU APBN-P 2015 disebabkan oleh buruknya komunikasi di antara lembaga kementerian di Pemerintahan Jokowi-JK.

Dia menjelaskan, tertundanya pengesahan RUU APBN-P 2015 adalah karena sejumlah komisi di DPR yang memprotes kesepakatan antara Pemerintah dengan Banggar DPR. Sejumlah komisi dimaksud merasa kesepakatan yang mereka bangun dengan kementerian teknis tak dimasukkan ke kesepakatan diantara pemerintah dan Banggar DPR.

Sementara bagi Banggar DPR, dalam hal pembahasan RAPBN-P 2015, bahan yang dipakai untuk pembahasan adalah nota keuangan Pemerintah, bukan hasil pembahasan komisi. Sementara perwakilan Pemerintah yang ditugaskan bicara dengan Banggar adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"Posisi kita itu kan nota keuangan pemerintah ketika mengajukan RAPBN-P. Misalnya dalam kasus PTP Nusantara III. Posisi PMN dari Pemerintah itu, PMN ditujukan ke anak-anak perusahaan PTPN III. Begitu juga soal PMN ke Jakarta Lloyd yang tak pernah dibatalkan," kata Supit.

Menurut dia, hasil pembahasan Komisi VI DPR dengan Kementerian BUMN menyatakan bahwa PMN ke PT Djakarta Lloyd tak diberikan. Sementara PMN ke perusahaan perkebunan hanya diberikan ke PTP Nusantara III sebagai perusahaan induk. Masalahnya, Supit menjelaskan hasil kesepakatan itu tak otomatis sampai ke Banggar DPR dan masuk ke nota keuangan Pemerintah.

Seharusnya, mengambil contoh PMN di atas, Kementerian BUMN meminta kepada Kemenkeu-Kementerian Bappenas-Kementerian Hukum dan HAM agar merubah nota keuangan. Dari situ, hasilnya akan dibahas dengan Banggar DPR, kata Supit.

"Ini miskomunikasi antarpemerintah? Iya. Karena itu (PMN ke Jakarta Lloyd dan PMN ke anak-anak perusahan perkebunan) masih di nota keuangan pemerintah, kita masih anggap itulah nota keuangan pemerintahan," jelas Supit.

"Mestinya memang posisi pemerintah sama, dimanapun dia berada. Tak boleh menteri teknis membawa posisi sendirinya," kata dia.

Ketua Banggar DPR itu pun menduga masalah itu terjadi karena pemerintahan masih baru sehingga koordinasinya masih buruk

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home